Hari itu tanggal 9 Januari.
Zayn sudah menjalani rutinitas seperi biasanya—latihan, latihan, latihan, tanding, latihan, dan semacamnya. Katya juga masih harus ke Oxford karena ia baru akan mendapat gelar spesialisnya mungkin tahun depan, jadi intinya mereka sama-sama sibuk.
Sejak mereka kembali dari Bali, mereka semakin jarang bertemu. Katya pergi sebelum Zayn bangun dan Zayn pulang setelah Katya tidur. Hampir selalu seperti itu. Katya jadi...entahlah, ia hanya sedikit merindukan Zayn.
Pandangan Katya jatuh ke kaca besar yang dilapisi embun. Siang itu udara sangat dingin. Salju masih memenuhi sudut-sudut jalan dan bangunan. Matahari terlihat menyempil di sela-sela awan putih yang tebal. Katya mengaduk teh nya yang perlahan-lahan mulai dingin dengan tatapan menerawang.
“Kau sakit, Kat?”
Katya menggeleng. “Tidak, Cass,” katanya pelan. Sebenarnya Katya memang agak merasa tidak enak badan akhir-akhir ini, tetapi mungkin hanya karena ia terlalu capek, jadi itu sama sekali bukan masalah besar. “Hanya capek sedikit.”
“Tapi kau terlihat pucat.”
“Kau perhatian sekali,” Katya terkekeh. “Tetapi aku tidak apa-apa, Cass, sungguh.” Katya menyesap tehnya, lalu melanjutkan, “Omong-omong, bagaimana dengan kau dan Aaron?”
Cassie mengangkat bahu. “Kakakmu baik,” jawabnya. “Tipikal cowok protektif, tetapi tidak berlebihan. Dia gentle, baik, dan sulit ditebak.”
“Kau menyukainya?”
“Untuk sekarang? Aku....entahlah,” Cassie menggeleng-geleng. “Sulit mengatakan padamu bagaimana perasaanku saat bersama Aaron. Tetapi, mungkin, ya, mungkin, aku menyukainya. Bahkan mungkin juga...lebih.”
Katya tersenyum lebar. “Aaron ha—“
“Jangan beritahu Aaron!” pekik Cassie, tepat sebelum Katya hendak mengeluarkan ponsel untuk mengirim pesan singkat kepada Aaron. “Jangan beritahu Aaron apa-apa, oke? Aku ingin seperti ini. Ingin semuanya berjalan seperti sekarang.”
“Oke, oke,” Katya tertawa. “Aku mengerti.”
Lalu terjadi keheningan di antara mereka. Lagu One in a Million dari Guns N’ Roses memenuhi seluruh penjuru ruangan cafe itu. Katya tersenyum kecil saat lagu perlahan-lahan mengalun sampai ke bagian reff-nya.
Tiba-tiba Katya teringat kalau 3 hari lagi adalah ulang tahun Zayn. Katya nyaris belum menyiapkan hadiah apa-apa. Katya tentu tidak akan menyiapkan kejutan, karena ia tidak pintar membuat kejutan. Artinya, pilihannya tinggal hadiah.
Tahun lalu Katya memberi hadiah beberapa cd lagu-lagu country kesukaan Zayn. Mungkin tahun ini Katya bisa memberikan hadiah berupa cd lain? Entahlah, tetapi rasanya membosankan memberi hadiah yang sama dari tahun ke tahun.
“Cass,” Katya berdehem. “3 hari lagi Zayn ulang tahun. Menurutmu, aku harus memberinya hadiah apa? Aku tidak mungkin memberinya kejutan, jadi kupikir hadiah bakal jadi satu-satunya pilihan.”
“Hmm,” Cassie mengetukkan jarinya di meja kayu. “Kat, sebelumnya, aku harus bertanya sesuatu.”
Kening Katya berkerut. “Apa?”
“Kau sudah melakukan itu dengan Zayn?”
Katya dapat merasakan pipinya bersemu merah. “Astaga, Cassie, kenapa bertanya seperti itu?!” pekiknya, membuat Cassie tertawa. Katya berdecak sebal, sebelum akhirnya menjawab, “Sudah. Memangnya kenapa, sih?”
“Pakai pengaman?”
Katya menggeleng. “Tidak.”
“Period terakhirmu kapan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
For You, I am.
Romance-Book 1- Katya Maguire awalnya mengira Zayn Malik yang ia temui itu orang yang dingin, suka membentak, dan tertutup karena perilaku cowok itu yang dingin kepada Katya. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan Katya untuk berusaha mendekati Zayn dan menjadi...