Part 28

7.2K 541 89
                                    

 Zayn menyetir audinya dengan ugal-ugalan. Tadi lift di flatnya penuh, jadi Zayn harus menunggu cukup lama padahal ia sedang terburu-buru. Katya pasti sudah pergi ke flat Aaron naik beetle nya, jadi Zayn memutuskan untuk menyusulnya.

 Benar saja, saat Zayn tiba di depan flat Aaron, ia melihat beetle Katya terpakir rapi di pinggir trotoar. Zayn memarkir audinya asal-asalan, kemudian melenggang masuk ke dalam gedung flat 4 lantai itu.

 Ia berhenti di kamar 204.

 “Katya,” panggilnya. “Kat aku tahu kau ada di dalam.”

 Tidak ada jawaban.

 Zayn mengetuk pintu beberapa kali. “Katya,” panggilnya lagi. “Dia bukan pacarku, aku bersumpah aku tidak punya pacar, Katya. Astaga aku tidak tahu kenapa aku harus menjelaskan ini padamu,” katanya frustasi. “Katya tolong buka pintunya.”

 “Pulanglah, Zayn,” kata Katya dari dalam.

 Zayn tersenyum samar. Setidaknya dia masih mau menjawabku, gumamnya dalam hati. Yah, artinya cewek itu tidak kesal-kesal amat. Tapi tetap saja Zayn jadi uring-uringan.

 “Aku akan menunggu sampai kau membuka pintunya,” kata Zayn kemudian. “Tidak peduli kau akan membukakan pintunya kapan, yang jelas aku akan menunggu disini.”

 Kemudian Zayn duduk bersila di depan pintu. Secara harfiah.

***

 Jam 11 malam.

 Katya masih berada di dalam flat Aaron, tidak melakukan apa-apa. Ia tidak tahu apa Zayn masih ada di depan rumahnya atau tidak, karena ini sudah 4 jam. Mungkin cowok itu sudah menyerah dan akhirnya pulang.

 Katya berjalan perlahan ke arah pintu dengan ragu-ragu. Katya tidak tahu apakah ia harus membukakan pintu atau tidak. Toh kalau Katya membuka pintu, Zayn belum tentu ada disana. Tapi bagaimana kalau cowok itu masih ada?

 Katya akhirnya mengambil kunci yang berada di meja panjang di samping pintu, kemudian membuka pintunya. Di hadapannya ada Zayn, sedang duduk bersila di atas karpet koridor yang berwarna merah menyala.

 Zayn langsung berdiri, kemudian menyeringai lebar. “Sudah kuduga kau bakal membukakan pintunya,” katanya ringan. “Ayo, kita pulang.”

 “Aku tidak mau tinggal denganmu lagi,” kata Katya datar.

 “Kenapa?”

 “Aku...tidak bisa,” kata Katya. “Rebecca bilang kau adalah pacarnya, Zayn. Sedangkan aku? Aku cuma temanmu. Kita tidak ada hubungan apa-apa, dan kau memintaku untuk tinggal denganmu?”

 “Katya, dia bukan—“

 “Zayn,” potong Katya. “Apakah dia cewek yang di Merseyside itu? Yang bersamamu pada hari ulangtahunmu?”

 Zayn tidak menjawab.

 “Yah, berarti benar,” kata Katya lagi. “Selama ini, selama kita menjalani entah-apapun-ini, ternyata kau sudah punya pacar. Itu menjelaskan semuanya. Aku tidak menyangka kau bisa sebrengsek ini, Zayn. Pulanglah. Minta maaf pada pacarmu.”

 Sebelah tangan Zayn terulur untuk menahan pintu yang hendak Katya tutup. Cowok itu tau-tau melangkah masuk ke dalam flat Aaron, lalu menutup pintu di belakangnya.

 “Katya, dengar,” kata Zayn pelan. Ia memperkecil jarak di antara mereka berdua. “Dia. Bukan. Pacarku. Mengerti? Dia cuma mantan pacarku yang mengakhirkan hubungan denganku karena dia selingkuh dengan teman setimku di Chelsea U21.”

 “Tapi—“

 “Kau percaya padaku, atau padanya?”

 Mata Zayn yang gelap menatap mata Katya dengan intens, membuat nyali Katya untuk membantahnya menjadi hilang. “Aku percaya padamu,” kata Katya kemudian. “Tetapi tetap saja aku tidak bisa tinggal denganmu lagi.”

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang