“Siapa, Zayn?”
Katya mengerutkan dahinya bingung saat Zayn memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jinsnya, kemudian terdiam. Zayn hanya menatap ke arah stir, tidak mengatakan apa-apa sejak ia menerima telpon itu. Katya jadi penasaran, siapa yang menelponnya?
Zayn menoleh singkat ke arah Katya. “Bukan siapa-siapa,” sahutnya. Katya bisa melihat Zayn berusaha terlihat positif, tetapi ia tahu benar ada sesuatu yang salah. Entah ada hubungannya dengan sikap Zayn akhir-akhir ini atau tidak.
“Omong-omong, apa yang ingin kau sampaikan tadi?” tanya Katya. Ia memutuskan sebaiknya mengalihkan pembicaraan adalah hal yang baik, karena Zayn tidak terlihat ingin membicarakan masalah ini dengannya. “Kau tampak serius sekali.”
Zayn menggeleng. “Bukan apa-apa.”
“Baiklah, kita turun sekarang?”
Zayn mengangguk. Cowok itu membuka pintu mobil, jadi Katya melakukan hal yang serupa. Setelah Zayn mengunci mobil, mereka berdua berjalan masuk ke gedung flat Zayn. Zayn meletakkan masing-masing tangannya di saku celana alih-alih merangkul Katya seperti biasa.
Apa dia sudah bosan?
Apa dia punya pacar baru?
Apa dia sebenarnya tidak sayang padaku?
Katya mendengus pelan, mengutuk otaknya yang suka berpikiran macam-macam. Dia cuma sedang ada masalah yang tidak ingin diceritakan padaku. Hanya itu, katanya pada dirinya sendiri. Walaupun sebenarnya Katya tidak terlalu yakin.
Zayn merogoh sakunya untuk mengambil kunci. Ia membuka pintu flat mereka, kemudian mempersilahkan Katya masuk. Katya masuk ke dalam, meletakkan barang-barangnya di atas sofa, lalu duduk. Zayn ikut duduk di sampingnya setelah mengunci pintu kembali.
Mereka saling diam, dan Katya benci situasi ini. Ia benci situasi dimana ia dan Zayn tidak menemukan topik obrolan yang ringan dan menyenangkan. Biasanya Zayn selalu menjahilinya, menggodanya, dan membuatnya kesal.
Sekarang cowok itu hanya diam hampir setiap saat. Katya jadi merindukan Zayn yang itu. Katya tahu benar ada yang salah. Tapi....apa? Ia tidak tahu kenapa Zayn tidak memutuskan untuk memberitahunya, tetapi pasti ada sebuah alasan.
Tapi apa?
“Zayn, jangan dingin padaku seperti ini,” kata Katya.
Zayn menatap Katya. Katya bisa melihat pantulan wajahnya sendiri di mata hazel Zayn yang berbinar. Cowok itu terlihat....takut? Katya tidak tahu kenapa Zayn sering terlihat takut akhir-akhir ini. Zayn nyaris tidak takut pada apapun. Tetapi kenapa sekarang dia terlihat takut?
“Aku tidak dingin padamu,” kata Zayn pada akhirnya. “Hanya....entahlah. Maafkan aku kalau kau berpikir seperti itu, tetapi semuanya baik-baik saja, Kat. Kau tidak perlu khawatir.”
Katya benci karena Zayn begitu susah dibaca. Begitu susah ditebak. Ia benar-benar tidak dapat membaca apa-apa dari tatapan Zayn. Tatapan cowok itu hanya memancarkan emosi. Bukan jawaban ataupun kejelasan.
“Tapi aku khawatir.”
“Aku bakal baik-baik saja,” Zayn mengangkat bahu. “Kau bakal baik-baik saja. Kita bakal baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku yakin,” kata Zayn. Bahkan dia sendiri tidak terdengar yakin.
“Baiklah,” kata Katya. “Aku akan ke kamar saja.”
Katya bangkit dari duduknya, kemudian ia mencium pipi Zayn dan berjalan ke arah kamar.
***
Cowok itu bersandar pada sebuah dinding di gang tepat di samping flat itu. Sebatang rokok tipis terselip di antara bibirnya. Ia memperhatikan jalanan yang cukup ramai sore itu. Tangannya diletakkan di saku celana jins longgar yang ia pakai, sementara matanya mencari-cari sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You, I am.
Romance-Book 1- Katya Maguire awalnya mengira Zayn Malik yang ia temui itu orang yang dingin, suka membentak, dan tertutup karena perilaku cowok itu yang dingin kepada Katya. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan Katya untuk berusaha mendekati Zayn dan menjadi...