Part 41

6.6K 492 25
                                    

Awal November.

Udara menjadi semakin dingin setiap hari. Katya merapatkan jaket hijau army-nya sambil berjalan menyusuri jalan setapak menuju flat Zayn. Ia habis dari Oxford tadi sekitar jam 10 pagi karena ada dua kelas, dan sekarang—sekitar jam 5 sore, entahlah karena Katya belum melihat jam—ia baru pulang.

Zayn sedang di Jerman. Chelsea kebagian melawan Dortmund malam nanti, dan Katya sudah mengucapkan kata-kata penyemangat yang biasa walaupun Zayn tidak pasti akan dipasang sebagai starter. Katya benci melewatkan malam di flat Zayn tanpa Zayn, tetapi apa boleh buat.

Katya dan Zayn sudah cukup sibuk dengan pernikahan mereka yang rencananya akan dilangsungkan tanggal 26 Desember, tepat satu hari setelah natal. Katya sudah membuat daftar tamu undangannya dan tamu undangan Zayn. Ia sudah menyiapkan hampir semua detail, kecuali gaun pengantin.

Gaun pengantin seperti apa yang Katya inginkan pun ia tidak tahu. Katya benar-benar butuh seseorang untuk menemaninya membeli gaun. Yang jelas bukan Zayn karena cowok itu mengharapkan sejenis kejutan dari Katya. Padahal Katya tidak pandai membuat kejutan.

Katya merebahkan dirinya di atas sofa begitu ia sampai di dalam flat Zayn. Rasanya flat ini benar-benar sepi saat Zayn tidak ada, padahal Katya sudah sangat terbiasa tinggal sendirian. Mungkin karena Zayn selalu mengisi hari-harinya belakangan ini, jadi Katya terbiasa dengan keadaan Zayn.

Sekarang cowok itu tidak ada dirumah dan rasanya sama sekali tidak benar. Zayn akan pulang besok pagi-pagi sekali. Tetapi kenapa rasanya Katya sangat ingin Zayn ada disini, ya? Katya menggelengkan kepalanya, berusaha menepis pikiran-pikiran itu.

Drrrrt.

Ponsel Katya bergetar tanda pesan masuk. Katya merogoh saku celananya, kemudian mengeluarkan benda itu dari sana.

Ich vermisse dich.

Senyum Katya mengembang saat tahu kalau Zayn adalah pengirimnya. Katya cepat-cepat membalas pesan itu.

Sorry I dont speak german.

Dua detik setelah Katya membalas, ponselnya bergetar.

I’ll call you.

Sebelum Katya sempat membalas, ponselnya berbunyi tanda telepon masuk. Katya langsung tersenyum saat nama Zayn terpampang di caller id nya. Ia menempelkan ponselnya ke telinga lalu menunggu Zayn untuk menyapanya duluan.

“I miss you.”

Katya menahan senyum. “I miss you too,” kata Katya kemudian. Katya mengambil bantal kecil di sofa lalu memeluknya erat. “Come home, Zayn.”

Zayn tertawa. “I will,” katanya. “Setelah aku memenangkan game ini aku pasti pulang. Memangnya seberapa kangen sih?”

“Tidak terlalu kangen sih.”

Masa?”

“Mm-hmm.”

“Kalau aku liburan satu minggu di Jerman dulu, kau bakal kangen tidak?”

Katya berdecak. “Menurutmu?” katanya sambil bersungut-sungut, membuat Zayn tertawa. “Flatmu entah kenapa terasa sepi sekali malam ini. Seperti ada yang....hilang.”

“Oh,” Zayn berhenti sebentar. “Kau benar-benar kangen padaku rupanya.”

“Terserah deh.”

“Jangan ngambek.”

“Tidak kok.”

“Ah, iya,” Zayn tiba-tiba berseru, kemudian terdengar bunyi berisik di ujung sana. Katya memanggil nama Zayn berkali-kali tetapi Zayn tidak menyahut. Setelah beberapa detik, barulah suara Zayn terdengar lagi. “Dua puluh sembilan: aku suka saat kau ngambek.”

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang