Part 16

7.6K 576 35
                                    

 “Katya?”

 Zayn mengerutkan dahi saat ia melihat Katya. Ia tak tahu ekspresi apa yang terpampang di wajahnya, yang jelas sekarang jantungnya berdetak tak karuan. Katya tampak.....sangat cantik. Dia memang sangat cantik setiap saat, tetapi kini rambutnya lebih panjang. Matanya lebih cerah, dan wajahnya lebih bahagia. Sangat jauh berbeda dengan penampilan Zayn yang semakin buruk.

 “Zayn,” kata cewek itu pelan. Katya tersenyum tipis, kemudian bertanya, “Apa kabar?”

 Zayn terdiam. Ia menunggu reaksi Katya selanjutnya, tetapi cewek itu benar-benar bersikap seolah tidak ada yang terjadi dalam 3 bulan ini. Katya bersikap seolah-olah mereka baru bertemu kemarin, dan.....entahlah. Zayn tidak mengharapkan reaksi seperti ini. Ia....

 Ia berharap Katya kangen padanya.

 Ya. Itu jelas. Kenapa Zayn berharap Katya kangen padanya? Karena Zayn kangen Katya. Zayn kangen pada Katya sampai sekujur tubuhnya terasa ngilu. Zayn kangen pada Katya sampai ia tidak ingin bertemu Katya lagi, jadi ia tidak perlu repot-repot merasakan sakit ketika melihat wajah Katya.

 Dan sekarang.....yah, siapa yang tahu kalau melihat wajah Katya setelah 3 bulan tidak bertemu bisa membuatnya seolah ditusuk jarum pemintal berkali-kali.

 Zayn berdehem untuk membersihkan tenggorokannya. “Kabarku cukup baik,” katanya datar. “Bagaimana denganmu?”

 “Tidak jauh berbeda,” sahut Katya.

 Tidak jauh berbeda. Zayn mengangguk. “Bagus,” katanya. Kalau Katya bersikap seolah-olah dia tidak merindukan Zayn, maka Zayn akan melakukan hal serupa. Ia akan bersikap seolah-olah tidak merindukan Katya. “Kalau begitu aku pergi dulu. Oke?”

“Oke.”

 Zayn kemudian tersenyum kecil dan meninggalkan Katya berdiri sendirian di depan pintu toilet perempuan.

***

 Katya membasuh wajahnya berkali-kali.

 Ia menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi. Katya benar-benar ingin menangis tetapi ia tidak ingin meninggalkan rona merah bodoh di hidungnya. Ia tidak ingin menangis karena ia baru saja bertemu Zayn setelah 3 bulan mereka tidak bertemu.

 “Oke, stop,” kata Katya pada dirinya sendiri. Ia dapat mendengar suaranya bergetar karena menahan tangis. Katya tidak tahu apa yang harus dilakukan, jad ia hanya meringkuk di salah satu kubikel sambil memeluk lututnya. “Stop.”

 Katya membiarkan air mata membanjiri wajahnya beberapa saat. Ia membiarkan dirinya menangis tersedu-sedu seperti anak kecil. Toh tidak akan ada yang mendengarnya karena toilet sangat sepi hari itu. Setelah tangisannya reda, Katya bangkit untuk mencuci wajahnya.

 Ia menatap lurus-lurus ke cermin sekali lagi, kemudian pergi meninggalkan toilet yang kosong.

***

 Setelah beberapa minggu saat Zayn pertama kali bertemu dengan Katya lagi, semuanya kembali normal. Bukan normal dalam artian Katya dan Zayn menjadi seperti teman seperti di Merseyside. Normal yang Zayn maksud adalah ia tidak lagi merasa mau mati saat bertemu Katya karena mungkin sudah terbiasa.

 Eden menyukai Katya. Zayn dapat lihat dari gerak-gerik cowok itu. Eden pintar mendekati cewek, tentu saja. Kepribadiannya yang humoris dan mudah berbaur membuatnya semakin dipuja-puja. Dan bukannya Zayn suka Eden dekat-dekat Katya, tentu saja tidak. Tetapi, apa haknya?

 Hari itu hari Kamis. Hujan turun dengan derasnya, merata di seluruh penjuru kota London. Zayn tadi ada urusan sebentar bersama Jose Mourinho pelatihnya, mengenai kontrak, teknik, dan sebagainya sehingga ia pulang sedikit terlambat sedangkan teman-temannya sudah pulang semua. Zayn tiba di dekat lapangan parkir sembari menatap langit.

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang