Part 5

9.3K 636 18
                                    

Sudah dua minggu.

Zayn sekarang sedang duduk manis di balkon rumah orang tuanya di Bradford. Dia sudah pamit kepada Katya, bahkan cewek itu menawarkan diri untuk mengantar Zayn ke stasiun dengan Beetle kuningnya yang baru keluar dari bengkel. Zayn sebenarnya tidak sudi masuk ke dalam Beetle imut itu lagi, tetapi karena Katya bersikeras, ia akhirnya menurut.

Zayn punya nomor Katya-tentu saja. Zayn juga ingin sekali menghubungi Katya untuk mendengar suara cewek itu. Tetapi sepertinya Zayn tidak punya alasan. Zayn bisa saja menyuruh Katya untuk menyalakan lampu rumahnya, atau apapun, tetapi dia tidak ingin. Sebetulnya Zayn ingin Katya yang menghubunginya duluan. Tetapi cewek tidak mungkin menghubungi duluan, Zayn paham.

Zayn mengambil sebatang rokok dan mulai menghisapnya.

"Kau tidak berhenti merokok?" tanya Waliyha, adik Zayn. Zayn tersenyum kepada Waliyha, kemudian mematikan rokoknya tanpa diminta. "Tidak bisa, Waliyha. Berhenti merokok tidak sama dengan memulainya. Tapi aku berusaha, tenang saja."

Waliyha duduk di samping Zayn. "Kau atlet, Zayn," katanya. "Kalau kau merokok terus, nanti paru-parumu bisa rusak. Kau bisa kena kanker, atau sakit jantung, atau apapun sehingga kau tidak bisa bermain bola lagi. Aku pasti bakal merindukan menontonmu di televisi kalau begitu."

Zayn tertawa.

"Hei Zayn," panggil Waliyha.

"Mmm?"

"Setelah putus dari Becca....Kau pernah suka pada orang tidak? Maksudku, apa kau pernah melihat seseorang lagi?" Waliyha terdiam sebentar. "Sudah dua tahun Zayn. Terakhir kau bawa Rebecca kesini itu thanksgiving dua tahun lalu. Sekarang mungkin Rebecca pergi ke thanksgiving pacar barunya dan kau tidak punya siapa-siapa untuk dibawa saat thanksgiving."

Zayn tersenyum kecil. "Memangnya kenapa kalau aku sendirian saat thanksgiving? Aku baik-baik saja, kok. Lagipula, thanksgiving masih lama. Aku bisa cari pacar dalam dua bulan. Atau mungkin kau mau membawa pacarmu ke thanksgiving tahun ini, hm?"

Pipi Waliyha bersemu merah. "Tidak, Zayn."

"Aku percaya saja."

Zayn mengalihkan pandangannya ke luar. Angin musim gugur bertiup menerpa wajahnya. Zayn tidak pernah suka musim gugur. Ia benci udara dingin, benci hujan, benci daun yang berwarna kecokelatan, benci angin, benci semuanya. Zayn sama sekali tidak bisa menikmati hal-hal yang harusnya bisa dinikmati. Ia tidak akan duduk di Cafe sambil minum kopi atau duduk di taman sambil melihat anak kecil bermain atau orang-orang lari sore mengitari komplek. Zayn benci semua hal.

Satu-satunya hal yang dia inginkan adalah makan malam bersama Katya, mengobrol dengan cewek itu, dan barulah Zayn siap untuk menikmati hari esok. Zayn tidak peduli apa ia menyukai Katya atau tidak, yang jelas, ia tidak akan mengakuinya kepada siapapun. Ia tidak ingin kehilangan Katya, jadi sebaiknya Katya tidak perlu repot-repot menjadi miliknya.

"Ayolah, Zayn," Waliyha menyikut lengan Zayn. "Aku bertaruh kau sedang bingung apakah kau harus menelpon cewek itu atau tidak. Aku lihat rautmu sejak kau pulang minggu lalu. Kau terlihat sangat segar, ceria, dan tidak suntuk seperti biasanya. Kau sudah menemukan cewek itu, kan?"

Zayn tidak tahu bagaimana Waliyha bisa mengetahuinya, tetapi adiknya itu patut diberi applause. "Waliyha, kau-"

"Siblings to siblings," kata Waliyha. "Ayo jujur, Zayn. Hanya padaku. Habis ini akan kuberi tahu caranya menelpon cewek dan mencari-cari topik agar dia tidak tahu kalau kau sebenarnya hanya ingin mendengar suaranya."

"Hei," sergah Zayn. "Aku bukannya ingin mendengar suaranya. Hanya-"

Waliyha memberi isyarat Zayn untuk diam. "Ya. Kau ingin mendengar suaranya, Zayn. Sekarang jangan membantah dan mulailah bercerita."

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang