Part 27

7.5K 518 114
                                    

 Katya langsung masuk ke dalam kamar mandi begitu mereka berdua sampai ke flat Zayn, sedangkan Zayn merapikan barang-barang yang tadi dibawanya untuk latihan. Zayn berganti pakaian, lalu berjalan ke arah dapur untuk mengambil minum.

 Orang itu ada di London, runtuk Zayn sambil meneguk air dingin yang baru diambilnya dari kulkas. Bagaimana dia bisa mengikutiku ke setiap tempat? Zayn mengacak-acak rambutnya yang pada dasarnya memang sudah acak-acakan.

 Tiba-tiba Zayn mendengar Katya memanggilnya dari dalam kamar mandi. Zayn meletakkan gelas kacanya di atas counter, kemudian berjalan ke arah kamar mandi. Ia mengetuk pintu sebanyak dua kali. “Kau memanggilku?” tanyanya.

 “Ya,” jawab Katya dari dalam.

 “Ada apa?”

 Setelah jeda selama beberapa detik, Katya bertanya, “Boleh aku minta tolong?”

 “Minta apapun juga bakal aku kasih,” kata Zayn. “Minta tolong apa memangnya?”

 “I’m on my period.”

 Zayn mengerutkan dahinya. “Lalu?”

 “Kau punya pembalut wanita?”

 “Tentu saja tidak.”

 “Nah,” suara Katya terdengar lagi. “Aku tidak mungkin berjalan keluar seperti ini, Zayn. Jadi, bolehkah aku minta tolong belikan itu?” pinta Katya. “Kau benar-benar baik kalau kau membelikannya untukku.”

 Zayn menghela napas berat. What kind of shit is this.

 “Baiklah. Tunggu sebentar ya.”

 Tanpa menunggu jawaban Katya, Zayn mengambil dompet, ponsel, dan memakai topinya lalu berjalan keluar dari flatnya. Flatnya ini terletak di lantai 8—lantai tertinggi. Zayn menunggu lift selama beberapa detik, kemudian masuk dan menekan tombol bertuliskan GF.

 Tak jauh flat Zayn ada sebuah mini market kecil yang buka 24 jam. Zayn mendongak untuk menatap langit. Langit sudah mendung lagi. Musim gugur jadi terasa lebih gelap dan dingin kalau langit selalu mendung. Zayn berjalan sembari menggosok-gosokkan kedua tangannya untuk menghalau dingin karena ia lupa pakai jaket.

 Begitu sampai, Zayn mengulurkan tangannya untuk membuka pintu kaca mini market. Di belakangnya ada seorang nenek berusia kira-kira 70 tahun yang hendak masuk ke dalam mini market, jadi Zayn menahan pintu untuknya. Nenek itu tersenyum kepada Zayn dan menggumamkan ucapan terima kasih yang hanya dibalas Zayn dengan seulas senyum.

 Zayn berjalan ke rak terbelakang—tempat pembalut, tissu, dan peralatan mandi lainnya. Ia hanya berdiri mematung di depan rak itu, bingung dengan apa yang harus dibelinya. Harusnya ia bertanya pembalut apa yang harus dibelinya kepada Katya tadi sebelum berangkat.

 Seorang pegawai mini market menghampiri Zayn. “Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya ramah.

 “Ya,” Zayn mengangguk. Ia menggaruk belakang lehernya yang tidak terasa gatal—kebiasaan kecilnya kalau sedang gugup. Introvert things which he can’t throw away, mungkin. “Temanku meminta aku untuk membelikan pembalut wanita.”

 Si pegawai mini market menahan senyum. “Lalu?”

 “Lalu aku tidak tahu pembalut seperti apa yang dibutuhkannya,” Zayn mengangkat bahu. “Bisakah kau membantuku?”

 “Tentu. Apa anda ingin pembalut untuk siang hari atau malam hari? Wing or without wing? Yang tipis atau tebal? Ada yang panjang 23 cm, 25 cm, 29 cm, 35 cm, atau 41 cm. Anda tinggal pilih.”

 Zayn melongo. “Apa?”

 Si pegawai itu dengan sabar menjelaskan kepada Zayn segala tetek bengek tentang pembalut wanita yang Zayn sama sekali tidak mengerti. Wing itu apa, ia juga tidak tahu. Setahunya, wing adalah posisinya di lapangan. Ia juga tidak tahu apa itu extra dry atau apalah. Astaga.

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang