Part 51

5.6K 452 20
                                    

Zayn dan Katya menghabiskan sisa hari itu dengan hanya berdiam diri di resort. Mereka sempat ke mini market tak jauh dari resortnya untuk membeli makanan-makanan ringan dan minuman kaleng, kemudian pergi ke tempat peminjaman DVD dan meminjam beberapa buah film yang menurut mereka menarik.

Zayn meminjam dua film—Cobra dan Universal Soldier—sementara Katya meminjam 500 Days of Summer dan The Notebook. Mereka jelas-jelas memiliki selera yang berbeda dalam hal film, tetapi Zayn juga tidak keberatan sama sekali kalau harus menonton film-film itu bersama Katya.

Setelah selesai dengan semua film yang mereka pinjam, sekitar jam 5 sore, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di pantai sesudah mengembalikan film-film itu. Katya memakai kaus biru Zayn dengan celana pendek, sedangkan Zayn memakai kaus putih polos dan celana sebatas lutut.

Saat Katya sedang menatap ke arah lautan lepas, Zayn diam-diam memperhatikan Katya dari jarak beberapa meter. Zayn tiba-tiba teringat omongan David itu. “Jangan cuma memandanginya seperti orang yang cintanya tidak dibalas,” kira-kira seperti itulah. Zayn jadi ingin tersenyum mengingatnya.

Rambut cokelat Katya yang digerai berterbangan karena terkena angin, jadi cewek itu menyelipkan rambutnya di belakang telinganya. Senyum Zayn perlahan-lahan mengembang. Zayn berjalan beberapa langkah sehingga ia berdiri di hadapan Katya sekarang.

“Kita menunggu matahari terbenam?” tanya Katya.

Zayn mengangkat bahu. “Aku kurang suka matahari terbenam,” gumamnya, kemudian ia duduk di atas pasir basah. Katya lalu duduk di samping Zayn. Sebelah tangan Katya memegang pergelangan tangan Zayn, membuat Zayn tersenyum.

“Uratmu menonjol sekali.”

Jari telunjuk Katya meraba urat-urat tangan Zayn, kemudian buku-buku jari Zayn. Zayn menatap Katya dengan sebelah alis terangkat. “Aku kan cowok.”

“Iya, sih.”

Zayn menggenggam sebelah tangan Katya. Entah kenapa perasaan-perasaan itu masih saja ada pada dirinya kapanpun ia menyentuh Katya atau sebaliknya. Zayn merasa seperti ada sesuatu yang aneh, tetapi terasa benar.

“Zayn,” panggil Katya.

Zayn menoleh. “Ya?”

Katya tersenyum singkat sebelum akhirnya menjatuhkan pandangannya pada lautan yang lepas lagi. “Kau tahu tidak sih tujuan hidupmu?”

“Tujuan hidupku?” tanya Zayn, membuat Katya mengangguk. “Hmmm,” gumam Zayn. Setelah cukup lama berpikir dan tidak menemukan jawabannya, Zayn akhirnya menyerah. Ia mengangkat bahu, kemudian bertanya, “Apa tujuan hidupmu?”

“Tidak tahu,” jawab Katya. “Tetapi aku hanya ingin aku berguna untuk orang lain. Aku ingin menolong orang-orang. Aku tidak ingin ada orang yang kesusahan. Aku ingin mendedikasikan hidupku untuk orang lain.”

Zayn tertawa. “Kau sudah mendedikasikan hidupmu untukku.”

“Aku tahu.”

Zayn sebenarnya tahu tujuan hidupnya. Ia hanya ingin membuat orang-orang disekitarnya—termasuk dirinya dan cewek yang duduk di sampingnya ini—bahagia. Zayn mungkin memang terlalu egois karena menginginkan kebahagiaan untuk dirinya sendiri, tetapi ia tidak mau munafik.

Semua orang ingin bahagia. Dan semua orang pantas.

Matahari semakin lama terasa semakin jauh dari pandangan Zayn. Beberapa menit kemudian, matahari terbenam seutuhnya. Langit dan keadaan di sekitar Zayn menjadi gelap. Hanya ada penerangan dari lampu balkon resort Zayn saja.

“Pulang, yuk, Kat.”

Katya menggeleng. “Aku mau disini dulu.”

“Kenapa?”

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang