Part 43

6.2K 470 33
                                    

“Uhh, tidak, tidak.”

“Terlalu panjang.”

“Terlalu terbuka. Kat, kau mau menikah bukannya menari telanjang.”

“Hmmmm.”

Katya menatap pantulan dirinya di sebuah cermin panjang di butik tempatnya dan Cassie mencari gaun pengantin. Entah sudah gaun keberapa yang ia coba sekarang. Semuanya terasa tidak pas dengan karakternya dan terlalu berlebihan.

Cassie menggeleng-geleng. “Coba yang lain.”

Katya sepakat. Katya meminta kepada si penjaga butik untuk mencarikannya gaun yang lain, dan penjaga butik itu membawakannya dua buah gaun. “Itu yang terakhir yang kami punya,” katanya sambil tersenyum sopan. Katya balas tersenyum seadanya.

Katya mengambil gaun pertama kemudian mencobanya. Gaun itu terlalu menampilkan lekuk tubuhnya, sehingga Katya tidak memerlukan komtentar Cassie tentang gaun itu. Katya kemudian beralih kepada gaun yang satunya.

Gaun itu sangat pas di tubuhnya. Neckline-nya berbentung illusion sehingga tidak terlalu mengekspos dada Katya. Gaun itu juga sangat simpel—nyaris tidak ada corak maupun lekukan-lekukan. Katya menyukai gaun ini.

“Kat,” kata Cassie saat Katya keluar dari fitting room. Cassie melihat Katya dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan matanya yang berkaca-kaca. “Kau sudah menemukan gaunmu.”

Senyum Katya mengembang. “Ini terlihat bagus untukku?”

“Kalau Zayn melongo saat di altar nanti begitu kau keluar untuk menemuinya,” Cassie memberi jeda sedikit, kemudian mengangguk. “Berarti, ya, gaun itu terlihat bagus untukmu.”

“Baiklah, sepertinya aku ambil yang ini.”

Katya lalu kembali ke dalam fitting room untuk berganti pakaian.

***

Zayn sampai ke flatnya kira-kira jam 11 malam.

Sepulang dari Greenford sekitar jam 6 sore, Zayn tidak langsung pulang ke flatnya. Ia mampir ke pub langganannya dulu. Bukan untuk minum apalagi mencari cewek—tentu saja bukan. Zayn hanya menemui Travis dan berkata kalau ia akan menikah bulan Desember nanti.

“Zayn, ini benar-benar bukan kau ya,” kata Travis tadi. “Dengar berita kalau kau punya pacar saja sudah membuatku bingung setengah mati. Sekarang kau bilang kau akan menikah. Astaga. Mungkin aku sudah gila. Omong-omong, aku akan datang.”

Saat Zayn membuka pintu flatnya, ia melihat Katya tertidur di atas sofa. Ia tidak memakai selimut atau bantal apapun, dan ada sebuah majalah di pangkuannya. Katya pasti ketiduran disana. Mungkin ketiduran karena menunggu Zayn.

Sebesit rasa bersalah muncul di benak Zayn. Harusnya ia langsung pulang tanpa mampir ke pub dulu tadi. Lucu sekali mengingat mereka berdua tinggal satu atap, tetapi hari itu mereka tidak benar-benar bertemu. Katya pergi sebelum Zayn bangun, dan tidur sebelum Zayn pulang.

Zayn tanpa suara menghampiri Katya, lalu menggendong Katya dan membawanya ke dalam kamar. Zayn membaringkan Katya di atas kasurnya dan menarik selimut sampai sebatas dagu Katya. Selama beberapa saat Zayn menatap Katya seperti yang biasa ia lakukan.

Nomor tiga puluh delapan: aku suka wajahmu saat kau tidur.

“Zayn?”

Senyum Zayn mengembang saat Katya membuka matanya. “Hai, Kat,” sapa Zayn dengan suaranya yang agak serak. “Maaf kalau aku membuatmu terbangun.”

“Tidak apa-apa,” sahutnya. “Kau baru pulang?”

Zayn mengangguk. “Iya.”

“Habis darimana?”

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang