May, 25th.
Zayn duduk di belakang meja panjang berisi microphone yang bertuliskan macam-macam nama stasiun televisi. Di hadapannya terdapat banyak kamera dan wartawan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanpa henti. Kilatan-kilatan blitz menghujam wajahnya, tetapi Zayn tentu sudah terbiasa. Di samping kanannya ada Rafael Benitez, managernya. Sedangkan di samping kirinya ada beberapa staf Everton yang membantu jalannya konfrensi itu.
“Bagaimana dengan karir anda di Everton?”
“Pertama, saya ingin meluruskan banyak hal,” kata Zayn. “Banyak gossip mengenai tawaran yang datang dari luar Liga Primer dan semua orang menjadi gila. Padahal itu hanya gossip, dan tawaran itu belum terjadi,” lanjutnya. “Walaupun ada beberapa tawaran yang datang, tetapi hanya sekedar tawaran. Tidak ada keseriusan apa-apa.
“Tentang karir saya di Everton, saya sepenuhnya menyerahkan kepada klub saya, yaitu Chelsea. Jika saya dibutuhkan di Chelsea musim depan, maka saya akan kembali. Jika Chelsea tidak membutuhkan saya, maka saya akan menetap di Everton, karena saya bisa melihat masa depan yang gemilang di klub ini.”
Wartawan beralih kepada Rafael Benitez.
“Bagaimana dengan skuad Everton musim depan? Ada beberapa daftar pemain yang akan anda beli?”
“Sejujurnya, saya belum tahu,” jawab Rafael Benitez. “Tetapi sudah ada beberapa nama seperti Bony, Remy, dan Benteke untuk menjadi pengganti Zayn di lini depan seandainya Chelsea menginginkannya kembali. Mungkin saya juga akan melakukan perombakkan di lini tengah, dengan membeli gelandang yang sudah saya pantau dari divisi dua.”
Wartawan itu beralih ke Zayn lagi.
“Real Madrid dan PSG adalah dua klub yang sudah memberikan tawaran sebesar 50 juta pound kepada anda. Bagaimana anda menanggapinya?”
Zayn tersenyum. “Seperti yang sudah saya katakan, saya menyerahkan semuanya kepada klub saya. 50 juta pound mungkin bukanlah harga yang cocok untuk saya, karena saya tidak merasa saya pantas diberi harga sebesar itu,” kata Zayn. “Yang pasti, untuk musim depan, hanya ada dua pilihan untuk saya: Chelsea atau Everton. Selebihnya, itu hanya gossip. Terima kasih.”
Zayn pun meninggalkan ruangan konfrensi yang masih ramai tersebut.
***
Eden Hazard, siapa yang tidak kenal dia?
Pemain muda yang sangat berbakat, tampan, dan punya segalanya. Cowok itu bukan Cuma tampan dan punya segalanya, seolah segala kesempurnaannya belum cukup. Eden juga adalah orang yang sangat menyenangkan, suka bercanda, dan sopan. Katya baru mengenal Eden selama beberapa minggu dan sekarang mereka mengobrol di sebuah Cafe seperti dua orang teman lama yang baru bertemu kembali.
“Iya, dan waktu aku masih kelas 10, cewek itu menolakku mentah-mentah,” cerita Eden. “Dia bilang aku payah karena hobi main sepakbola sedangkan anak-anak lain main skateboard, minum-minuman keras, party, atau sex. Aku bilang ‘kau akan menyesal karena 5 tahun lagi aku akan jadi pemain professional’ dan dia menertawakanku.”
Katya tertawa. “Lalu sekarang dia menyesal?”
“Ya,” Eden mengangkat bahu. “Dia memohon-mohon untuk jadi pacarku beberapa kali tetapi tentu saja aku tidak mau.”
“Astaga,” kata Katya disela-sela tawanya. “Kau benar-benar jahat.”
Eden tersenyum. “Tidak. Maksudku, aku memang benar-benar menyukainya saat kelas 10. Dia masih cantik seperti dulu, dan aku menolaknya bukan karena aku bisa cari cewek yang lebih cantik, kau tahu. Aku.....aku Cuma tidak mau jadi lebih bodoh lagi karena kembali menyukainya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
For You, I am.
Romance-Book 1- Katya Maguire awalnya mengira Zayn Malik yang ia temui itu orang yang dingin, suka membentak, dan tertutup karena perilaku cowok itu yang dingin kepada Katya. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan Katya untuk berusaha mendekati Zayn dan menjadi...