Part 7

8.6K 618 24
                                    

 Wolfsburg, Germany.

 Zayn melakukan rutinitasnya sebagai seorang pemain sepakbola: naik bus ke bandara, terbang selama beberapa jam, sampai di tempat tujuan, masuk ke dalam bus, ke penginapan, turun dari bus, istirahat, latihan, istirahat, tanding.

 Hari ini ia akan latihan terakhir di Volkswagen Arena—Stadion Wolfsburg. Zayn sangat bersemangat dalam sesi latihan ini. Ia akan menunjukkan kepada Mr. Benitez, kepada semua orang di seluruh Eropa kalau Zayn Malik, pemain Chelsea U21 yang dipinjamkan ke Everton, layak disebut sebagai pemain muda terbaik.

 Zayn bercakap-cakap dengan teman setimnya hari kemarin saat di bus. Teman-temannya berbagi pengalaman mereka selama berada di klub-klubnya terdahulu. Romeu Lukaku berbagi pengalamannya saat di Chelsea. Ia melewatkan penalty dalam ajang UEFA Super Cup tahun lalu sehingga Chelsea kalah 4-5 dari Bayern Munchen. Ia pun akhirnya dipinjamkan ke Everton.

 Tim Howard bercerita tentang Manchester United. Bagaimana ia takjub melihat idola sekaligus kiper utama Manchester United saat itu—Edwin Van der Sar—bermain di lapangan. Tim berkata bahwa ia jarang mendapat kesempatan bermain, tetapi ia tetap sangat senang bisa satu tim dengan Van der Sar sang legend.

 Mirallas bercerita tentang klub Yunani, Olympiakos. Ia bercerita bagaimana mereka memenangkan liga berkali-kali, bagaimana mereka selalu gagal di Liga Champions. Zayn merasa senang berada di Everton, walaupun klub ini tidak sehebat Chelsea atau Liverpool atau dua klub Manchester.

 “Bagaimana denganmu?” tanya Baines. Saat itu Zayn hanya mengangkat bahu sambil berkata, “Seperti yang kalian ketahui. Aku dari Chelsea U21 dan hampir masuk ke tim inti. Dan aku dipinjamkan ke Everton. Jangan salah sangka dulu, aku sangat senang berada disini—sungguh. You guys are the best team-mates in the world and I wish I could stay forever.”

 Seluruh tim tertawa.

 “Let’s bring Europa League Trophy home for our U21, Zayn Malik.”

***

 Katya menonton pertandingan itu di laptopnya.

 Ia melihat Everton memakai warna kebanggaan mereka. Zayn terlihat bermain penuh semangat, kalau Katya boleh bilang. Terlihat dari cowok itu berlari mengejar bola, mengarahkan teman-temannya yang tentunya lebih tua darinya, menggiring bola, passing, attacking, defending, semuanya dengan sangat baik.

 Katya jadi bertanya-tanya, apa kategori untuk seorang Zayn Malik di FIFA Ultimate Team. That guy deserves a gold. Yah, walaupun umurnya paling-paling jalan 22 tahun, cowok itu tidak bisa diremehkan kemampuannya.

 Katya bersorak saat Lukaku, teman Zayn, mencetak gol pertama di menit 35. Zayn-lah pemberi assist nya. Zayn padahal sudah berada di depan gawang, dan ia bisa saja menendang bola kemudian mencetak gol. Alih-alih, dia malah membaginya kepada Lukaku. Diam-diam Katya mengagumi ke-tidak-egoisan Zayn.

 Sekitar 12 menit setelah gol pertama—saat babak pertama nyaris berakhir, skor berganti. 1-1 untuk tim lawan. Katya mau tidak mau tersenyum. Ia ingin melihat Zayn dan teman-temannya membalas agar mereka menang. Terutama, ia ingin melihat kesungguhan Zayn dalam mengajaknya ke Bradford untuk merayakan Thanksgiving bersama orang tua Zayn.

 Katya melirik jam. Sudah jam 9. Di Wolfsburg mungkin masih jam 7 atau 8, Katya tidak tahu. Ia merasa sangat mengantuk. Katya akhirnya memutuskan untuk tidur sebentar, dengan laptop yang menyala dan pertandingan yang belum selesai.

***

 Zayn dengan tergesa-gesa turun dari bus saat mereka sampai di Goodison Park pagi itu. Teman-temannya mengucapkan selamat kepadanya, yang hanya Zayn balas dengan seulas senyum. Ia kemudian berjalan cepat menuju rumahnya—ralat, rumah Katya. Ia butuh sarapan di rumah cewek itu.

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang