Langit menyilangkan kakinya di depanku. Dia terlihat seperti orang yang baru bangun tidur. Rambutnya tidak ia ikat seperti hari-hari biasa kami bertemu. Dia benar-benar tidak terlihat seperti seorang bos. Bahkan Langit memakai T-shirt putih polos yang sedikit compang-camping. Ya, Tuhan. Apa dia tidak memiliki pakaian yang lebih baik lagi?
Kami masih saling terdiam. Tapi bukan berarti aku tidak meminta maaf padanya karena sudah lancang main masuk ke ruangan...apa tadi dia bilang? Ruang bermain? Aku pikir itu sedikit menyeramkan untuk dikategorikan seperti ruang bermain. Itu seperti tempat penyiksaan, jika kalian ingin tahu.
"Kenapa kau memakai stelan kerjamu?" dia bertanya pada akhirnya. Aku pikir dia akan terus diam memerhatikanku dengan tatapan menakutkannya.
"Um, aku pikir kau akan mengajakku ke pertemuanmu dengan Aesha."
"Memang, tapi aku tidak menyuruhmu untuk memakai baju seformal itu."
Lalu apa yang harus aku pakai, Sir? Pakaian untuk bermain ski di pegunungan es?
"Kau tidak mengatakan sesuatu tentang pakaian yang harus aku pakai. Aku pikir kita akan rapat seperti biasanya."
"Kita hanya akan makan malam, minum kopi dan membahas obrolan seputar pekerjaan dengan Aesha. Itu bukan masalah besar jika kau memakai bikini sekalipun. Ini sabtu malam, Zulika. Aku tidak ingin terlihat mengeksploitasi dirimu karena mengingat ini akhir pekan."
Oh! Dia sadar! Kau memang terlalu memeras tenagaku. Aku butuh liburan, Mr. Hutabarat. Aku akan mabuk malam ini. Kau harus tahu itu!
Aku mendesah dan nyaris saja memutar bola mataku.
"Aku hanya membawa celana yoga dan bra khusus untuk olahraga. Selain itu, aku membawa pakaian untuk ke klab malam ini. Jadi kau ingin aku pakai yang mana?"
Alisnya berjengit. Aku tahu apa yang ada di benaknya sekarang saat aku mengatakan bahwa aku membawa pakaian untuk ke klab malam ini. Jika kalian berpikir aku akan memakai bodycon dress atau sejenisnya, kalian salah. Aku tidak mempunyai tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk memakai baju seseksi itu. Aku justru lebih suka memakai celana jins dan kaos yang membelit tubuhku. Aku tidak berniat untuk menarik perhatian orang lain dengan pakaian terbuka. Aku harus menghindari hal-hal buruk yang akan menimpaku jika aku mengenakan pakaian terbuka.
Sekarang kalian paham?
Baiklah, kembali ke Langit.
"Kau suka datang ke klab?"
"Sebenarnya tidak, Mona akan mengadakan pesta lajang malam ini. Dia akan menggantungku jika aku tidak datang."
"Aku paham." dia manggut-manggut lalu mengulum bibirnya. Menekannya menjadi satu kemudian dia berdeham. "Aku akan mandi sebentar, setelah itu kita berangkat. Jika kau ingin mengganti bajumu menjadi sedikit lebih santai, kau boleh memakai kamar di lantai atas. Tapi tidak masalah bagiku jika kau ingin menggantinya di sini."
Ternyata dia sangat sensitif soal apa yang orang lain pakai. Aku mengangguk perlahan dan dia berlalu begitu saja sebelum akhirnya hilang di ujung tangga.
^^^^^
Jika kalian bertanya-tanya apa itu Aesha, aku akan menjelaskannya sekarang. Aesha hanya salah satu perusahaan yang menanam saham di perusahaan Langit. Dan yang sedang menyesap kopinya itu bernama; Jerremy. Dia pria tua dengan dua gigi emas yang menyilaukan. Tubuhnya kecil seperti kurcaci, tapi tidak sekecil apa yang ada di bayangan kalian. Kepalanya nyaris botak dan asal kalian tahu, Jerremy itu pemilik perusahaan Aesha. Walaupum penampilannua seperti itu, dia sangat kaya. Dan semua wanita matrealistis aku yakin akan dengan senang hati menjadi istri ke dua atau ke sepuluhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness (Sequel- PRECIOUS)
General FictionMenunggu seseorang selama sepuluh tahun utuh? Apa ada yang bisa sesanggup dia? Setia bercumbu dengan pahitnya waktu panjang dalam ajang menunggu Sang Pujaan? Semua yang dia lalui tak ayal hanya untuk menjemput waktu agar bisa bersama selamanya. Ber...