Kau tahu? Kau gila.

21 1 1
                                    

Apakah aku memang harus merelakan Samuel? Atau aku harus berjuang bersamanya? Tapi apa aku yakin bahwa ini akan berakhir baik-baik saja jika aku memaksakan keinginanku untuk bersama Sam? Maksudku, aku bukan cenayang atau paranormal yang bisa melihat masa depan, aku tidak tahu apa yang terjadi nantinya. Sejujurnya saja aku takut sekali kehilangan Samuel, tapi di sisi lain aku juga tidak mungkin sanggup untuk berjuang melawan keputusan Ibunya.

Lagi pula, mau bagaimana pun juga Samuel sudah mempunyai seorang anak dengan Amel. Aku tidak mungkin se-egois itu untuk memisahkan mereka walaupun aku tidak berniat demikian.

Aku sudah kembali ke Jakarta karena Si Pirang itu benar-benar datang hanya karena dia disuruh oleh Ibuku. Apa-apaan? Dia itu bos besar. Apa harga dirinya tidak jatuh saat Ibuku menyuruhnya seolah dirinya bukan siapa-siapa?

Oh, ya, aku juga masih memikirkan itu. Jeff, dia benar-benar seperti sedang menjauhiku atau apa. Dia tidak ada di sini padahal seharusnya dia ada, kan? Ah, aku mulai merindukan Jeff. Aku rindu saat dia terus menggodaku seolah aku satu-satunya wanita yang menarik yang ada di dunia ini. Setidaknya, menurut penglihatan dia.

Aku sedang menikmati segelas wine putih dan melamun menatap ke langit-langit dengan putus asa. Ada banyak hal-hal yang harus aku pikirkan saat ini dan itu benar-benar membuatku gusar. Di saat bersamaan, bel apartemenku berbunyi. Dan jika aku boleh jujur, aku sangat takut jika itu adalah Samuel. Aku masih belum siap untuk bertemu dengannya. Bahkan aku tidak tahu apa yang harus aku bicarakan lagi padanya.

Aku melangkah dengan pelan ke arah pintu dan melihat dari lubang kecil. Nafasku terhenti saat aku melihat siapa yang ada di baliknya.

Aku sungguh tidak percaya ini, dan aku rasa kalian pun tidak akan percaya dengan apa yang aku lihat sekarang.

Itu Ibunya Langit.

Astaga! Apa yang dia lakukan di sini?

Mendadak aku mengalami serangan panik. Aku menjadi benar-benar panik dan semakin panik saat bel apartemenku berbunyi lagi.

Oh! Ini benar-benar gila!

Baiklah, baiklah.

Aku mengambil nafas dalam-dalam dan berusaha sekuat mungkin untuk tidak pingsan.

Pintu terbuka.

Itu benar-benar Ibunya Langit.

"Halo, Zulika." Dia tersenyum lebar dan penuh ketulusan, aku bisa melihatnya dengan jelas sementara aku tersenyum kikuk.

"Hi, Nyonya Hutabarat... aku..."

"Kau seperti melihat hantu saja, Zulika." Dia tertawa kecil sambil menutup deretan giginya yang rapi dengan telapak tangannya.

" Maaf, Nyonya. Aku tidak menyangka kau datang ke sini. Bagaimana kau tahu....oh maaf, Nyonya. Silahkan masuk."

"Oh ayolah, Zulika. Jangan panggil aku dengan sebutan itu. Aku ini calon mertuamu dan aku akan sangat senang jika kau mulai memanggilku Ibu."

Ha?

......

......

Aku benar-benar terdiam untuk beberapa detik.

"Aku tahu tempat tinggalmu dari Jeff, aku memintanya untuk memberitahuku. Karena Langit tidak pernah mengatakan apa pun padaku tentangmu walaupun aku memaksanya." Dia kembali tertawa kecil. "Kau keberatan jika aku duduk?"

"Oh tidak..sungguh, maaf, sejujurnya aku sangat terkejut kau datang ke sini, Nyonya...maksudku, Ibu." ku mengoreksi secepat yang aku bisa.

Ibunya Langit duduk di sofa dan aku masih diam mematung dengan semua keadaan yang sangat mengejutkan ini.

Madness (Sequel- PRECIOUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang