Tidak..
Benarkah?
Maksudku, tidak mungkin, 'kan kalau aku ini?
Tidak...tidak mungkin. Ha ha aku benar-benar akan gila sebentar lagi. Ini tidak mungkin terjadi padaku saat ini. Aku hanya berhalusinasi. Tidak. Mungkin saja aku sedang mengigau atau aku mabuk.
Astaga, Lord!
Apa yang bahkan sebenarnya terjadi?!
Batinku setengah tertawa dan setengah menangis. Aku tidak mengerti pada diriku sendiri saat melihat Si Pirang ini tertawa lepas bersama wanita yang tempo hari bertemu dengannya di Pasific Place. Dia bahkan meluangkan waktunya untuk sekedar berbincang atau makan siang bersama wanita ini yang sama sekali membuatku....entahlah, kesal?
Apa kosa kata yang tepat untuk menggambarkan betapa bencinya aku melihat pemandangan ini. Di mana Si Pirang berbincang lebih dan membuat kelakar sehingga wanita di sampingnya tertawa lepas. Alih-alih membuatku tertawa,Langit lebih sering membuatku kesal.
Lagi pula untuk apa dia mengajakku ke sini? Hanya untuk melihatnya bermesraan dengan wanita itu? Menyebalkan! Langit benar-benar menyebalkan!
"Bagaimana jika kita melanjutkan ini besok?" Aku mendengar Langit berbicara lagi dan wanita itu menjawab dengan bahasa isyarat.
"Nanti malam, mungkin?" Langit tersenyum dan aku hendak muntah saat ini juga.
"Baiklah, aku ada pekerjaan lain. Jadi sampai bertemu nanti malam, Samantha."
Wanita itu tersenyum dan Langit mengusap puncak kepala Samantha dengan lembut dan mengecupnya.
Apa-apaan?!
Astaga! Ya ampun! For God Sake!
Aku muak! Benar-benar muak! Aku tidak tahan lagi, jadi aku memilih untuk beranjak dari tempat dudukku yang hanya berjarak dua meja dari tempat mereka. Lebih baik aku tunggu Si Pirang di luar dari pada aku khawatir akan berubah menjadi Hulk melihatnya bersama wanita lain.
Dasar pria!
Apa dia lupa kalau beberapa waktu lalu dia terus menggodaku?!
"Ayo, Zulika. Kita kembali ke kantor." Langit menginterupsi dan melangkah mendahuluiku dengan sikapnya yang berbanding terbalik dengan apa yang dia lakukan dengan Samantha di dalam.
Well, aku tidak akan berkomentar apa pun lagi. Aku akan diam dan kurasa itu lebih baik.
Dan selama perjalanan menuju kantor, kami tidak berbicara sama sekali. Sesaat aku mendengar Si Pirang ini tertawa kecil sambil menatap layar ponselnya. Aku tidak ingin sok tahu, tapi aku tahu pasti dia sedang chatting dengan Samantha. Aku mendesah panjang dan memutar bola mataku dengan bosan.
"Ah, Zulika. Setelah ini bisakah kau memesan kamar di Alf's Hotel untuk malam ini sampai besok?" Langit memerintah sementara aku terhenyak. Setengah mati. Jantungku seakan merosot jauh ke dasar lembah neraka. Dia memintaku memesan kamar di Alf's Hotel? Aku tidak peduli tentang hotelnya di mana secara teknis, aku pernah bekerja di sana. Tapi di sini yang aku cemaskan adalah, dia memintaku memesan kamar di sebuah hotel? Untuk apa?!
"Kau ingin bermalam di sana, Pak?" Tanyaku spontan.
"Yes." Jawabnya acuh sementara matanya tak luput dari layar ponsel.
"Dengan wanita itu?" Aku kembali bertanya tanpa mengetahui bahwa Langit ternyata lantas menoleh ke arahku dengan tatapan horornya.
"Apa itu penting?" Dia menatapku sinis. Aku tidak tahu apa yang Si Pirang ini alami tapi dia seratus kali lebih menyebalkan dari yang biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness (Sequel- PRECIOUS)
General FictionMenunggu seseorang selama sepuluh tahun utuh? Apa ada yang bisa sesanggup dia? Setia bercumbu dengan pahitnya waktu panjang dalam ajang menunggu Sang Pujaan? Semua yang dia lalui tak ayal hanya untuk menjemput waktu agar bisa bersama selamanya. Ber...