Jam berapa ini sekarang?
Oh. Jam sembilan kurang lima belas-
Apa?
Sial!
Aku kesiangan!
Dengan langkah cepat, aku bergegas ke kamar mandi dan membersihkan diriku secepat kilat. Memakai baju apa saja dan yang terpenting aku harus sampai di kantor tepat waktu.
Kenapa aku bisa kesiangan seperti ini, sih?
Pasti karena semalam aku bermimpi tentangnya lagi. Dia menelfonku dan bilang akan kembali dalam waktu dekat. Itu tidak mungkin, 'kan? Maksudku, dia menelfonku? Yang benar saja. Sepertinya aku harus ke dokter untuk memeriksakan kesehatan jiwaku. Bisa saja ini efek samping karena terlalu berharap pada seseorang yang mengakibatkan aku jadi sulit membedakan mana mimpi dan mana kenyataan.
Tapi persetan dengan itu.
Setelah aku siap dan memakai riasan tipis, aku langsung pergi ke kantor sebelum memesan taksi online dari ponselku. Jeff pasti sudah berangkat lebih dulu karena dia pasti menungguku lama sekali.
Tidak lama kemudian, mobil hitam berhenti di depanku saat aku menunggunya di lobby apartmen. Segera mungkin aku masuk ke dalam sana dan menyuruh supir tersebut untuk mempercepat laju kendaraannya.
Walaupun aku tahu, itu sia-sia. Karena, ya, aku pasti sudah telat sekalipun aku menggunakan telepati.
Oh, lupakanlah.
Langit pasti akan marah dan langsung memotong gajiku bulan ini. Aku bahkan belum genap sebulan dan sudah terlambat kerja? Ya Lord. Ini benar-benar mengecewakan. Jika Langit memotong gajiku secara tidak manusiawi, aku tidak bisa membayar sewa apartmenku. Karena sekarang Mona sudah tidak lagi tinggal bersamaku. Dan aku harus membayar apartmenku secara full. Biasanya, 'kan setengah harga karena harga sewanya dibagi dua dengan Mona.
Gimana, dong?
Duh.
^^^^^
Aku berjalan setengah berlari untuk sampai menuju lift. Dan kalian mau tahu kesialan apa lagi yang aku dapati sekarang?
Liftnya mati.
Para teknisi mesin sedang membetulkannya.
Dan sialan! Triple sialan!
Lift di kantor ini hanya ada satu. Dasar pelit! Seharusnya Langit menambahkan selusin lift lagi. Aku tidak percaya harus melakukan ini, tapi Langit akan melemparku dari atap gedung jika aku tidak cepat-cepat menyetor wajahku dalam lima menit.
Akhirnya...
Aku memutuskan untuk naik tangga darurat untuk sampai ke lantai....aku akan menangis sebentar lagi. Aku akan menangis, Ya Lord!!
Aku seperti orang idiot tolol! Aku baru sadar kalau kantorku ada di lantai 25.
Apa kabar dengan tumitku?
Seharusnya aku membeli stilleto dengan per di bawahnya, agar aku bisa melompat untuk bisa sampai ke lantai 25 dengan sekali hentakan.
Aku benar-benar tidak percaya.
Pagi ini, aku benar-benar kacau. Padahal semalam aku baru saja mendapatkan mimpi paling indah di hidupku.
Paru-paruku nyaris meledak, tubuhku penuh dengan keringat yang membuat bedak di sekujur wajahku luntur, serta betis kaki yang seakan-akan mengalami keram dan membuatku hendak mati-karena percayalah, keram di betis adalah; a painfull truth. Dan aku ingin sekali menertawakan diriku saat ini, kesialanku hari ini bertambah saat Langit bersandar di ambang pintu tangga darurat sambil melipat tangannya di dada. Aku-yang detik ini sedang menenteng stilleto dan segala tetek bengek laporan di pelukanku pun memejamkan mataku erat-erat seperi pencuri yang tertangkap basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness (Sequel- PRECIOUS)
General FictionMenunggu seseorang selama sepuluh tahun utuh? Apa ada yang bisa sesanggup dia? Setia bercumbu dengan pahitnya waktu panjang dalam ajang menunggu Sang Pujaan? Semua yang dia lalui tak ayal hanya untuk menjemput waktu agar bisa bersama selamanya. Ber...