Author's point of view.
Langit memberikan waktu setidaknya tiga hari untuk Lika menenangkan pikirannya di Surabaya. Pria itu bahkan berharap Lika bisa kembali secepatnya. Rasanya aneh mengingat Lika berada jauh dari sisinya saat ini. Langit bahkan hanya bisa mengingat wajahnya saat Lika tertidur pulas di ranjangnya semalam. Si Pirang itu benar-benar tidak bisa tidur sama sekali, dia hanya menatap Lika dengan jantung yang berdetak dengan tidak normal. Langit tidak pernah baik-baik saja jika berhadapan dengan Lika. Dia hanya bisa membentengi dirinya dengan bertingkah menyebalkan di depan Lika, tetapi sesungguhnya Langit benar-benar perduli pada perempuan itu.
Ya, tidak bisa dipungkiri bahwa Langit memang menyukai sekretarisnya. Tapi dia cukup sadar untuk tidak membagi perasaannya pada siapapun. Karena dia tahu, sahabatnya, Jeff, lebih menginginkan Lika dari apapun. Melihat kondisi Jeff yang sedang sakit membuat Langit menurunkan sebagian besar ego-nya. Dia menganggap kebahagiaan Jeff lebih penting karena dia tahu, Jeff mungkin tidak akan selamat dari ini kecuali ada seseorang yang cocok dengan rela mendonorkan ginjalnya untuk Jeff. Sudah sejak Jeff divonis dengan penyakit yang membuatnya tidak bisa terlalu lelah ini, Langit berusaha mencari pendonor untuk menyelamatkan nyawa Jeff. Tapi sudah cukup lama, Langit benar-benar belum menemukannya.
"Hei, bruh!" Jeff terkesiap penuh harapan saat melihat Langit datang.
"Hei, bagaimana kabarmu?"
"Well, same old same old. Aku menelfon Lika beberapa kali tapi dia tidak menjawabnya. Apa yang terjadi? Apa wanitaku itu baik-baik saja atau sesuatu yang buruk telah terjadi? Kau menemukan Lika semalam bukan? Bagaimana keadaannya saat itu?" Jeff memborbardir Langit dengan pertanyaan yang cukup membuat keningnya sakit. Dia bahkan belum sempat duduk.
"Dia tidak baik-baik saja. Dia bertengkar dengan Sam," jelas Langit sambil menarik kursi dan duduk di atasnya.
"Apa....sangat buruk sampai Lika harus pergi ke klub malam?"
"Sangat buruk. Jadi dia meminta izin untuk cuti beberapa hari demi menghindari Sam."
"Ke mana dia pergi?" Tanya Jeff tampak khawatir.
"Dia ke Surabaya. Menemui ibunya."
Jeff sedikit lega. Langit menceritakan semua yang terjadi pada Lika. Tapi tentu saja dia harus menyimpan baik-baik saat Lika dan dirinya tidur di satu ranjang yang sama. Dia sadar harus menjaga perasaan Jeff saat ini. Jadi itu lebih baik Langit menikmati kejadian itu untuk dirinya sendiri.
"Oh, baguslah... Setidaknya aku tahu kalau Lika baik-baik saja dan berada di tempat yang tepat."
Langit tersenyum kecil pada ujung bibirnya. Si Pirang itu tidak membalas ucapan Jeff dan memilih untuk sibuk membereskan nakas yang terlihat berantakan dan membuang beberapa sampah yang dibiarkan oleh Jeff berada di sana semalaman.
"Apa dokter sudah memperbolehkanku pulang?" tanya Jeff di sela-sela kesibukannya memainkan gawai.
"Kau akan diperbolehkan pulang besok sore. Tapi sampai waktu yang aku tentukan, kau harus tetap di apartemen-mu dan tidak boleh datang ke kantor."
Jeff memutar bola mata, "Oh, ayolah. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Aku sudah merasa lebih baik sekarang, dan aku tidak akan melewatkan agenda cuci darahku selanjutnya. Aku berjanji."
Langit menghembuskan napasnya dengan berat, "aku ingin merokok dahulu sebentar."
Jeff hanya memasang wajah datar dan melihat-lihat kabar berita di gawainya, sementara Langit melenggang keluar untuk bersantai menikmati beberapa batang rokok di area merokok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness (Sequel- PRECIOUS)
General FictionMenunggu seseorang selama sepuluh tahun utuh? Apa ada yang bisa sesanggup dia? Setia bercumbu dengan pahitnya waktu panjang dalam ajang menunggu Sang Pujaan? Semua yang dia lalui tak ayal hanya untuk menjemput waktu agar bisa bersama selamanya. Ber...