Seperti Jeff, atau aku.
Seperti Jeff, atau aku.
Atau aku.
Atau aku?
Apakah itu artinya Langit...
Tidak...tidak mungkin Langit menyukaiku. Dia hanya berusaha untuk membuat mataku terbuka agar aku tidak terus berada di posisi seperti ini dengan Sam. Apa yang Langit sukai dariku? Jelas aku bukanlah tipe wanita idamannya. Jika memang iya, dia menyukaiku, lantas kenapa sikapnya jauh berbeda dari Jeff yang selalu memperlihatkan perasaannya itu padaku? Langit justru terlihat sangat menyebalkan dan memang, di beberapa waktu, dia terlihat menaruh perhatian lebih padaku. Tapi aku pikir itu hanyalah bentuk perhatian umum dari seorang bos kepada karyawannya.
Lagi pula, ada apa dengan jantungku yang seakan ingin melompat keluar saat dia mengatakan itu? Demi Tuhan! Aku tidak menyukai Langit atau pun Jeff. Semua murni karena aku menganggap mereka adalah rekan kerjaku. Cintaku hanya untuk Samuel, dan itu adalah suatu kemutlakan yang tidak bisa diganggu gugat.
Semua masalah perasaan dan hati ini benar-benar terus menggangguku. Terlebih saat momen di mana Samuel akan menjelaskan kesalah pahaman tempo hari. Dan sekarang aku berharap dia datang ke tempatku untuk melanjutkan apa yang tadi siang dipotong dengan sangat sengaja oleh Si Pirang.
Hati kecilku selalu menyuruhku dengan lantang agar aku menelfon Sam. Tapi rasa egoku agaknya lebih mendominasi karena aku masih berharap dialah yang datang lebih dulu padaku. Tapi nyatanya, sampai detik ini, di mana kantuk mulai menyerang, Sam belum juga mendatangiku. Dan juga, tentang sikap Langit yang seolah menantangnya tadi siang dengan cara luar biasa memelukku amat posesif. Aku berani bertaruh kalau Samuel justru yang sedang marah padaku.
Mungkin aku harus pergi tidur sekarang. Ini sudah hampir tengah malam dan aku harus pergi bekerja besok. Aku melangkah untuk kembali ke kamar. Dan aku terhenyak saat suara telfon yang terpasang di unitku menggema di seluruh ruangan. Aku lantas menjwab panggilan yang aku tebak, ini pasti dari resepsionis di lantai bawah.
"Selamat malam, Nona Zulika." Suara berat dari sebrang telfon terdengar di telingaku.
"Ya?" Jawabku singkat.
"Ada seorang pria mencari Anda dan mengatakan bahwa dia ingin menemui Anda di atas."
Pikiranku terjun bebas dan aku menebak bahwa itu adalah Samuel.
"Dia bertato?" Itulah pertanyaan umumnya. Aku nyaris tertawa pada diriku sendiri.
"Ya. Dan dia sedikit kacau, Nona."
"Kacau?"
"Ya, dia seperti habis berkelahi karena wajahnya benar-benar babak belur."
Oh, itu aku sudah tahu. Aku melihatnya tadi siang.
"Ya, aku tahu tentang itu. Biarkan dia naik."
"Baik, Nona."
Telfon terputus dan akhirnya Samuel mempunyai keberanian untuk datang ke sini. Aku sudah siap mendengarkan segala sesuatunya. Jika memang Sam sudah melakukan itu dengan Ivy, maka aku akan memaafkannya dan mencoba untuk membuka lembaran baru. Yang artinya adalah, aku dan Samuel berakhir.
Tidak lama kemudian, Samuel datang.
Aku benar-benar terkejut setengah mati saat melihat kondisi Samuel yang nyaris tidak bisa berjalan sempurna menerobos ambang pintu apartmenku. Dia hampir saja terjatuh jika aku tidak membantunya berdiri dan membawanya ke atas sofa.
Astaga,Lord!
Apa yang bahkan sebenarnya terjadi pada pria ini? Dia terlihat seratus lebih kacau dari terakhir aku melihatnya siang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness (Sequel- PRECIOUS)
General FictionMenunggu seseorang selama sepuluh tahun utuh? Apa ada yang bisa sesanggup dia? Setia bercumbu dengan pahitnya waktu panjang dalam ajang menunggu Sang Pujaan? Semua yang dia lalui tak ayal hanya untuk menjemput waktu agar bisa bersama selamanya. Ber...