Acara makan malam?
Yang benar saja?
Tapi kenapa Langit harus membawaku ke tempat di mana semua keluarganya berkumpul? Aku bahkan hanya sekretarisnya saja. Bagaimana jika keluarganya Langit mengira bahwa aku ini adalah kekasihnya? Sebenarnya jika aku tidak memiliki Samuel, aku pasti sedang jatuh cinta pada keparat ini. Tapi ini beda cerita, maksudku, apakah Langit tidak berpikir panjang dulu sebelum mengajakku bertemu keluarganya?
Dan, aku bahkan tidak berani untuk berbicara jujur pada Samuel. Aku hanya mengatakan padanya bahwa aku harus menemani Langit di acara makan malam. Aku merasa bersalah, sungguh. Aku merasa aku seperti jalang. Tidak seperti itu juga, tapi apakah kalian sadar? Jika aku terlalu dekat dengan banyak pria? Jeff, Langit, Sam dan terakhir Ronald. Tapi aku tidak pernah merasa dikelilingi banyak pria seperti ini sebelumnya. Kehidupanku sangat datar sebelum Sam datang. Tapi, kenapa setelah Samuel kembali, justru banyak sekali pria yang mengelilingiku? Bukankah kalian menyadarinya?
Aku menahan gugupku saat mobil Langit memasuki sebuah rumah besar dengan pilar menjulang tinggi. Jantungku berdebar dan keringat dingin mulai bercucuran di seluruh tubuhku. Aku harap rasa gugupku ini tidak mempengaruhi riasan di wajahku.
"Dengar, aku mengajakmu bertemu keluargaku karena di sana ada Ayahku. Aku ingin dia mengira bahwa aku memiliki kehidupan cinta yang normal." Jelasnya tiba-tiba sebelum akhirnya mobil ini berhenti tepat di halaman parkir.
"Tapi kenapa kau mengajakku? Bukankah seharusnya kau lebih baik mengajak model itu? Pamela kalau aku tidak salah,"
"Itu karena aku tidak menyukainya. Dia sangat menyebalkan di setiap waktu. Dia cerewet dan aku tidak suka wanita cerewet."
Oh?
"Jadi, apa itu artinya kau menyukaiku karena aku tidak cerewet?" Aku menaikkan alisku dengan menggoda. Sekarang aku bisa lihat bahwa Langit bersemu. Sungguh? Apakah dia benar menyukaiku?
"Tidak. Itu karena kau sekretarisku, dan juga aku tidak memiliki banyak teman wanita." Balas Langit dengan membuang muka ke arah lain.
"Oh? Seperti itu, eh? Lalu apa yang harus aku lakukan di dalam? Berpura-pura sebagai kekasihmu?"
"Semacam itulah." Dia mengedikkan bahunya dengan santai.
"Bagaimana jika keluargamu tahu kalau aku ini sekretarismu?"
"Tidak masalah. Yang terpenting adalah aku mempunyai wanita untuk aku tunjukkan pada Ayahku kalau aku bukan anak dengan hobi yang aneh seperti dituduhkannya."
"Memang apa hobimu? Mengkoleksi celana dalam waria?"
"Tidak."
"Lalu apa?"
"Tidak penting jika kau tidak berniat untuk menjadi objek dari hobiku."
"Apa maksudnya?"
"Kau hanya ingin tahu. Tapi tidak ingin terlibat."
"Aku tidak mengerti, umm—"
"Sudahlah, ayo turun." Langit membuka pintu mobil dan dengan langkah kaki cepat seperti dia adalah seorang Flash, dia sudah ada di sisi yang lainnya dan membuka pintu untukku. Terlihat romantis. Tapi bagiku itu terkihat sedikit aneh.
Err—
Langit memintaku untuk menggandeng lengannya. Aku menurut saja karena setidaknya dia sudah bersikap baik di beberapa jam terakhir ini. Lagi pula anggap saja aku sedang membantunya karena dia memang butuh pertolongan dariku.
Oh, soal pakaian yang Langit berikan padaku itu ternyata pakaian yang cukup mahal. Aku mungkin akan berpikir seribu kali untuk membelinya. Aku tidak tahu jika Langit bahkan sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan rinci. Dia juga meletakan sepasang anting dan cincin di dalam kotak itu. Pakaian yang aku pakai sekarang adalah dress A-line berwarna putih dan renda hitam di bagian bawah. Dan juga aku memakai stiletto milikku dengan warna senada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness (Sequel- PRECIOUS)
General FictionMenunggu seseorang selama sepuluh tahun utuh? Apa ada yang bisa sesanggup dia? Setia bercumbu dengan pahitnya waktu panjang dalam ajang menunggu Sang Pujaan? Semua yang dia lalui tak ayal hanya untuk menjemput waktu agar bisa bersama selamanya. Ber...