Tarik napas.....embuskan....
Tarik napas....embuskan....
Sejujurnya saja, rasa ini lebih menyakitkan dibanding dengan menunggu Samuel selama sepuluh tahun. Aku melihat mereka berbincang dan membayangkan sedekat apa mereka di belakangku. Aku terus meremas jemari Jeff dengan kuat. Aku yakin itu pasti sakit, tapi Jeff mencoba untuk menahannya dan membiarkan aku meremas jemarinya sekuat mungkin.
Air mata nyaris saja terjun dari kelopak mataku. Bayang-bayang saat mereka sedang menjalin hubungan terus menggerayangi otakku dan itu membuatku sangat sakit sekali.
"Jeff?" Ucapku gemetar. Dan Jeff mengusap telapak tanganku dengan Ibu jarinya.
"Ya, Lika?"
"Apa aku harus menghampiri mereka atau aku pergi saja dari sini?" Tanyaku dengan pandangan yang masih memaku pada mereka berdua.
"Tunggu saja sampai Sam yang menghampirimu."
"Baiklah," jawabku dengan suara tercekik. Ya, aku merasa ini sangat menyesakkan. Kalian harus tahu bagaimana perasaanku. Terlebih Ivy yang datang ke kantorku hanya untuk bertanya informasi soal diriku. Itu menjawab semuanya. Karena aku tebak, wanita itu masih mencintai Samuel. Aku bisa lihat dari caranya menatap Sam. Caranya sama seperti saat aku menatap Sam.
Selang beberapa menit kemudian, akhirnya Sam mengedarkan pandangannya ke arah kantorku. Dia tersenyum lebar dan melambaikan tangannya ke arahku. Wanita itu pun hanya melihat dan tersenyum dengan sinis. Andai saja aku bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Tapi sekarang aku tahu bahwa wanita itu berpamitan dengan Sam dan berjalan keluar dari area kantorku. Sementara Sam mulai menyebrang dan menghampiriku. Aku masih tidak bergeming bahkan saat Sam sudah berdiri di depanku dan memerhatikan telapak tanganku yang saling bertautan dengan Jeff.
"Oh—umm, Sam perkenalkan ini Jeff, temanku. Jeff ini Sam." Aku melepaskan diri dari Jeff dan mencoba untuk mencairkan suasana hatiku yang mendadak sangat kacau.
Mereka saling berjabat tangan dan melempar senyum satu sama lain.
"Baiklah, Lika. Aku pulang duluan, ya. Sampai jumpa besok." Jeff tersenyum padaku dan akhirnya pergi menuju Ducatinya yang ia parkir di halaman depan kantor.
"Kalian terlihat sangat dekat?" Sam mencoba membuka obrolan.
"Kau juga."
"Kau juga apa?"
"Kau terlihat sangat dekat dengan Ivy. Lagi pula apa yang dia lakukan di kantorku?" Tanyaku sinis. Aku harap kau sadar bahwa aku sedanga marah padamu, Sam.
"Dia bilang kalau dia ingin bertemu seseorang di sini. Aku juga terkejut saat melihat dia datang ke kantornu." Sam mengedikan bahunya.
"Kau salah. Dia ke sini untuk mencari tahu tentang diriku."
"Benarkah?"
Aku memutar bola mataku dengan malas. Sejujurnya saja, aku masih dalam mode cemburu pada Samuel. Jadi, aku memutuskan untuk bersikap dingin. Semoga saja pria ini sadar kalau aku sedang marah.
"Sudahlah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia hanya kurang kerjaan. Kau mau ikut aku tidak?" Apa-apaan? Apa Sam merasa ini bukanlah suatu hal yang penting? Ini bisa saja menyangkut keselamatanku.
"Ke mana?" Tanyaku dingin.
"Aku ingin memperkenalkanmu dengan seseorang."
Mataku praktis melotot seketika dan rasa penasaran membumbung tinggi begitu saja. Seseorang? Siapa? Apakah itu keluarganya? Ibunya? Dan jika kalian ingin tahu, kecemburuanku sirna begitu pikiran tentang Sam yang akan memperkenalkanku dengan seseorang yang aku harap adalah keluarganya. Aku senang. Dan aku membuat simpul manis pada bibirku sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness (Sequel- PRECIOUS)
General FictionMenunggu seseorang selama sepuluh tahun utuh? Apa ada yang bisa sesanggup dia? Setia bercumbu dengan pahitnya waktu panjang dalam ajang menunggu Sang Pujaan? Semua yang dia lalui tak ayal hanya untuk menjemput waktu agar bisa bersama selamanya. Ber...