Apakah Aku Akan Menduduki Wajahmu Lagi?

959 82 22
                                    

"Aku lapar, Lika. Sebaiknya kita makan dulu sebelum ke butik." Ucap Jeff mengusap perutnya dengan penuh perasaan. Aku juga sedikit lapar, jadi aku pikir itu tidak ada salahnya. Lagi pula ini sudah jam tujuh dan waktunya untuk makan malam. Aku terjebak macet di daerah Semanggi, Jeff lantas memutar VW nya untuk masuk ke Plaza Semanggi. Aku mengirim pesan pada Samuel untuk langsung ke apartemenku dan menungguku pulang. Dia bilang kalau ada yang ingin ia bicarakan padaku dan itu penting.

Soal Gio? Aku tidak menanggapinya serius. Dia mungkin sedang depresi atau habis terkena penyakit demam berdarah. Jadi mungkin saja dia hanya berhalusinasi atau apalah itu. Aku sama sekali tidak berharap dia jatuh cinta padaku apa lagi memikirkan untuk bersama-sama pada akhirnya.

"Apa yang ingin kau makan?" Tanya Jeff membuka menu yang diberikan oleh pelayan.

"Aku ingin, nasi goreng dan teh."

"Itu saja?" Jeff mencoba meyakinkan dan aku mengangguk sambil mengulum senyuman.

"Baiklah, pesananku sama seperti pesanan dia." Ujar Jeff pada pelayan.

Sambil menunggu pesanan kami datang, Jeff dan aku berbincang dengan obrolan ringan seputar pekerjaan atau gosip yang ia baca di akun Instagram. Jeff lebih up to date ketimbang diriku yang tidak terlalu suka membaca berita gosip atau semacamnya.

"Dokumen untuk pasportmu sudah siap?" Tanya Jeff saat pelayan mulai menghidangkan pesanan kami di atas meja.

"Ya, aku sudah menyiapkannya."

"Bagus, bagaimana jika kita pergi ke kantor imigrasi besok saja? Aku akan meminta izin pada Langit, lagi pula acaranya sudah dekat, 'kan?"

"Kau yakin Langit akan memberikan izin?"

"Tenang saja, biar aku yang mengurus Si Pirang itu." Dia tertawa kecil dan aku menggeleng pelan lalu lantas menikmati makananku yang masih mengepulkan asap panas.

Selang beberapa waktu kemudian, makanan di atas meja sudah habis tak bersisa. Agaknya aku dan Jeff benar-benar kelaparan saat ini. Tidak heran karena aku melewatkan makan siangku hari ini. Tadi saat Langit mengajakku bertemu pacarnya itu di restoran, aku hanya memesan segelas air dengan es dan tidak memesan makanan sama sekali, karena rasanya tenggorokanku sulit sekali menelan makanan saat aku melihat Langit dan pacarnya sedang berpacaran.

Aku tidak cemburu, sebenarnya aku hanya iri karena aku jarang sekali mempunyai quality time dengan Samuel. Kami hanya bertemu saat dia menjemputku di kantor, atau saat Sam berkunjung ke apartemenku. Dia tidak pernah mengajakku makan malam romantis atau pergi ke bioskop seperti yang dilakukan pasangan pada umumnya. Sebenarnya aku tidak berharap Samuel bersikap romantis padaku, sih. Aku cukup sadar bahwa Samuel memang bukan tipe pria yang romantis. Hanya saja....ya sudahlah. Tidak perlu dibahas lagi. Aku hanya sedang kesal tanpa alasan dengan bosku Si Pirang itu.

"Sudah aku duga itu kau!" Aku tersentak saat suara nyaring memecahkan keheningan diantara aku dan Jeff. Saat aku mencari sumber suara yang berasal dari arah belakangku, aku melihat anak kecil yang tempo hari aku temui di resto bersama Samuel.

Ya, sayang sekali. Itu Iko.

Aku tersenyum canggung dan anak kecil itu berjalan dengan angkuh ke arahku.

"Iko? Apa yang kau lakukan di sini?" Aku bertanya dengan lembut dan mataku mengedar ke sekeliling untuk mencari apakah anak ini datang bersama ibunya atau tidak. Karena sejujurnya saja, aku belum siap untuk bertemu dengan Amel. Entahlah, aku hanya belum siap saja.

"Sama sepertimu, makan. Tapi bedanya aku sedang tidak membohongi seseorang, tidak sepertimu." Jawabnya sarkastik. Aku melirik Jeff yang terlihat bingung sampai menggigit sudut bibirnya.

Madness (Sequel- PRECIOUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang