Aku Sudah Tidak Perduli Dengan Nyawaku.

930 96 32
                                    

Jeff point of view.

Aku sudah tahu dia akan menangis setelah keluar dari kamar pria sialan itu. Karena Ezra memberitahu Paul saat Lika sudah naik ke lantai atas, dia bilang kalau Ivy—aku tidak tahu itu siapa, tapi yang pasti Ivy itu adalah nama dari seorang wanita— ada di kamarnya Sam. Pria itu memang bajingan, bagaimana pun juga aku tidak bisa terus diam melihat Lika menangisi pria sialan seperti Samuel. Lika tidak pantas mendapatkan rasa sakit hati terus menerus selama dia bersama pria itu. Dia sama sekali tidak pantas mendapatkan Lika. Bukan berarti aku pantas, aku juga justru berharap Lika mendapatkan pria yang lebih baik dariku. Aku tidak yakin bisa membuatnya bahagia, karena di sisi lain, aku tahu aku tidak bisa bersama dengan Lika selamanya.

Baiklah, kalian belum mengerti apa maksudku, 'kan? Aku akan menjelaskannya nanti jika penulis ini mengizinkanku untuk kembali melihat dari sudut pandangku lagi. Ada banyak rahasia yang belum kalian tahu tentangku, tapi kali ini aku akan memberitahu kalian tentang bagaimana cara meninju wajah seorang bajingan seperti Sam.

Tapi tunggu, aku harus mengantar Lika untuk sampai dengan selamat ke apartmennya.

Dia terus diam dan sesekali aku mendengar dia menyedot cairan di hidungnya. Dia masih bersandar di punggungku bahkan ketika aku sudah sampai di halaman parkir apartmennya. Aku tahu punggungku memang terasa nyaman, tapi hei! Bukan seperti ini, Lika. Aku tidak ingin melihatmu menangis. Sungguh, ada bagian dari diriku yang ikut tersakiti jika melihat Lika sakit. Aku bisa merasakannya.

"Lika, kita sudah sampai." Kataku pelan.

"Oh, maaf Jeff—" Lika terkekeh dan mengangkat kepalanya dari punggungku. Sebenarnya aku ingin lebih lama lagi dengan posisi seperti ini, tapi apa boleh buat? Suasana dan kondisinya benar-benar tidak mendukung. Lika bisa saja membenciku jika aku meminta dia bersandar di punggungku lebih lama.

"Kau tidak harus minta maaf, Lika. Tunggu, biar aku membantumu." Aku membuka helmet terlebih dulu dan turun di atas kakiku. Percayalah, ini adalah perasaan luar biasa saat aku membantu Lika turun dari Ducatiku. Di mana aku bisa mengangkat tubuhnya dengan sangat mudah. Oke, baiklah, bukan maksudku untuk berpikir mesum. Tapi aku berusaha untuk jujur pada kalian.

"Thanks, Jeff." Ucapnya canggung dan aku hanya tersenyum sebagai balasannya.

"Kau ingin aku mengantarmu sampai ke atas?"

"Ya, tentu. Aku juga punya sesuatu untukmu."

Oh? Apa itu?

"Oh, aku harap itu bukan sesuatu yang membuatku terkena serangan jantung."

Dan, Lika tertawa pelan. Syukurlah, setidaknya itu bisa menguranginrasa sedihnya.

"Tentu saja itu bukan. Tapi mungkin kau akan terkena seranan jantung ringan. Mungkin stroke?"

Sial! Dia paling bisa menyembunyikan luka.

Dan kami melangkah ke arah lift yang membawaku dan Lika ke lantai atas. Aku bisa saja menciumnya sekarang jika melihat kondisi di lift ini hanya aku berdua saja dengan Lika. Tapi aku bukan pria brengsek. Aku menghargai Lika seperti aku menghargai Ibuku. Aku tidak akan menyentuhnya. Kecuali jika Lika yang meminta.

Astaga, ayolah. Aku tetap saja pria normal. Terlebih Lika adalah tipe wanita idamanku—mungkin semua pria di dunia. Lika sabar, penyayang, setia—kau bisa bayangkan bagaimana tegarnya dia menunggu Samuel selama sepuluh tahun— dan yang terpenting, dia wanita sederhana dan memiliki tubuh mungil. Ini bisa menjadi alasanku untuk mengangkat tubuhnya di waktu yang tepat.

Lika membuka pintu dan aku berdiri dengan menyandarkan sikutku di ambang pintu. Dia masih memunggungiku saat Lika berusaha mencari saklar lampu. Dan ketika dia berbalik, aku bisa melihat wajahnya yang basah dan matanya yang merah. Aku tahu dia menangis di sepanjang jalan tadi. Mungkin jika aku adalah wanita, aku juga akan melakukan hal yang sama. Dan aku bertaruh kalau jaketku basah karena air matanya.

Madness (Sequel- PRECIOUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang