Jadi gini ya non, aku tuh bener" sibuk banget di beberapa bulan terakhir, aku kerja dan kerjaan aku itu buanyaaaak banget. Kadang mau sempetin tidur aja susah apa lagi nulis ya Allah kasian bgt dah gw 😂😂😂
Nah semoga ini sedikit meringankan rindu kalian deng cerita Madness. Mungkin, dan ini mah udah pasti kalian udh lupa sama cerita ini. Dan kayaknya max bakalan gerak cepet untuk lari ke arah ending. Tapi tenang aja, max bakal mulai nulis lagi Sekarang non...
Selamat membaca!!
.
.
.
.
.
.
.
.
"Jadi Gio mengakui perasaannya padamu?!" Mona terkejut saat aku bercerita tentang apa yang Gio ucapkan padaku beberapa waktu lalu. Aku sedang membuat roti lapis dengan telur mata sapi dan beberapa tambahan letuce di atasnya. Sementara Mona terlihat bersemangat sampai dia mengikutiku ke mana pun kakiku melangkah.
"Yeah, Gio mengatakan itu padaku." Aku menjawabnya sambil menggigit roti lapisku yang begitu menggiurkan.
"Oh, aku penasaran bagaimana wajahnya." Mona melipat tangannya di dada dan terlihat sedang berpikir keras membayangkan wajah Gio.
"Dia terlihat sangat serius, jika kau penasaran." Aku terkekeh pelan dan mengelap sudut bibirku.
"Satu hal, dia pasti bersungguh-sungguh kali ini, Lika. Kau harus tahu bahwa Gio bisa saja jadi perusak hubunganmu dan Sam."
Aku terdiam sejenak.
"Kau bisa saja benar, tapi aku tidak perduli. Aku dan Sam sudah dewasa, jadi kupikir Gio bukanlah sesuatu yang harus aku khawatirkan."
"Kau sangat naif, kau tahu?"
Aku meminum segelas susu rendah lemak dan bergumam atas ucapan sahabatku.
"Jadi, apa rencanamu hari ini? Ini akhir pekan, kau seharusnya pergi ke suatu tempat dengan Sam." Mona kembali berceloteh.
"Ah, kau salah. Aku akan berangkat ke Sepang malam ini. Dengan Jeff." Aku mengulum senyum.
"Seriusan?! Dengan Jeff? Hanya berdua saja? Ke mana perginya kekasih bertatomu itu? Apa dia bahkan mengizinkanmu pergi dengan Jeff? Dia gila jika benar-benar mengizinkanmu." Mona terlihat seribu kali lebih terkejut dari sebelumnya. Aku memang belum bercerita tentang rencanaku yang akan pergi ke Sepang dengan Jeff pada Mona. Aku sangat sibuk belakangan ini, ketika aku pulang dari kantor, wanita hamil ini sudah tidur dan ketika pagi harinya, aku sudah berangkat sementara dia masih tidur. Bahkan aku belum bertemu dengan Samuel semenjak dia berlibur ke Bali bersama Iko dan Amel. Aku benar-benar harus menyelesaikan pekerjaanku sebelum aku mengambil akhir pekan dan menepati janjiku pada Jeff.
"Yeah, aku sudah berjanji akan memberikan Jeff hadiah jika dia menang balapan waktu itu. Aku tidak mempunyai ide tentang hadiah apa yang akan aku berikan pada Jeff. Tapi ternyata, aku pikir memberikannya sebuah tiket balapan MotoGP di Sepang adalah ide bagus, bukan?" Aku menyeringai menahan tawa. Semoga saja Mona tidak mengejekku.
Tapi, Mona justru menatapku aneh dan mengerutkan dahinya. Dia seperti memahami, meresapi apa yang aku ucapkan barusan sementara seringai di wajahku mendadak sirna karena aku merasa Mona berdiam dan terus menyelam ke dasar mataku.
"Hei!" Aku mengagetkannya dan dia sedikit tersentak.
"Oh—uh, ummm, aku mengerti sekarang. Lakukan sesuatu yang menyenangkan di sana bersama Jeff. Dia layak mendapatkan itu." Mona tersenyum penuh dan menepuk bahuku lalu memutar badannya dan pergi begitu saja. Meninggalkan seribu tanda tanya pada diriku yang mendadak idiot. Apa-apaan maksudnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness (Sequel- PRECIOUS)
General FictionMenunggu seseorang selama sepuluh tahun utuh? Apa ada yang bisa sesanggup dia? Setia bercumbu dengan pahitnya waktu panjang dalam ajang menunggu Sang Pujaan? Semua yang dia lalui tak ayal hanya untuk menjemput waktu agar bisa bersama selamanya. Ber...