Max update!!
Lapak baru, masih sepi banget.
Gak apa, max tetep lanjutin cerita ini walaupun kamu nggak pernah konen atau vote juga.
Oke, enjoy reading semuaaaaah.
.
.
.
.
Setelah bersitegang dengan Lucy beberapa saat lalu, aku langsung pergi menuju tempat pertemuanku dengan Mona. Aku mungkin akan mencari apartmen baru yang lebih murah besok, karena semua fasilitas akan aku kembalikan pada Gio. Tidak mungkin, 'kan aku masih memakai fasilitasnya sementara aku sudah tidak bekerja dengannya lagi.
Memarkirkan mobilku di halaman parkir cafe, aku pun melenggang masuk dan langsung menaiki anak tangga untuk sampai ke lantai dua. Aku sudah melihat Mona duduk di sudut cafe-tempat biasa yang selalu kami tempati setiap datang ke sini- sambil mengaduk es kopi di gelas panjang.
Mona sedang melamun ketika aku mengejutkannya. Aku duduk di depannya dan langsung meminum es kopi yang sedang dia aduk-aduk.
"Katakan padaku bahwa kau sedang tidak kerasukan, Lika!" dia memekik dan matanya melotot hampir keluar. Sementara aku terkekeh geli setengah meringis.
"Aku keluar dari pekerjaanku."
"Apa?! Kenapa? Apa kau di PHK karena menggelapkan uang perusahaan? Atau kau menggoda Gio dan kau bertengkar dengan Lucy?"
Aku memutar bola mataku. Kenapa aku mempunyai sahabat bermulut jahanam seperti Mona?
"Aku dipindahkan ke Macau dan aku tidak mau. Jadi aku mengundurkan diri dari hotel. Cukup bijak, 'kan?"
Mona menganga. Dia pun terkesiap sampai tidak dapat berkata-kata.
"Macau? Kau dipindahkan ke Macau dan kau menolak lalu memilih untuk menjadi pengangguran? Apa yang terjadi dengan otakmu?"
Aku mendesah.
"Kau tahu, aku tidak akan meninggalkan Negara ini sampai dia kembali." suaraku tercekat tiba-tiba.
Mona menghembuskan napasnya dengan gemas.
"Kau benar-benar bodoh. Sumpah demi apa pun, Lika. Kau rela meninggalkan pekerjaan yang sudah bertahun-tahun kau emban demi seorang pria yang kau saja tidak tahu dia berada di mana. Ini sudah waktunya kau bangun. Sadar kalau yang kau kerjakan selama ini adalah sia-sia."
Aku menutup wajahku dengan telapak tangan. Ya Lord, Mona benar-benar tidak tahu tempat. Ucapannya dengan suara menggelegar itu membuat beberapa pengunjung mengalihkan perhatiannya pada kami.
"Lucy yang menyuruh Gio untuk memindahkanku dari sana, jadi jabatanku bisa jatuh ke tangannya."
"Tapi, 'kan kau bisa menerima perpindahanmu ke Macau, Lika. Kau tidak harus mengundurkan diri."
"Aku tidak bisa, Mona."
"Dasar keras kepala!" bibirnya mencebik. "Lalu apa yang kau lakukan? Kau bahkan tidak akan dapat pesangon."
"Aku masih punya tabungan. Tidak perlu khawatir. Aku akan mendapatkan apartmen murah dan segera mendapatkan pekerjaan lagi." aku memanggil pelayan cafe untuk menghampiri mejaku.
"Pasti kau akan meminta bantuanku untuk mencari-cari apartmen yang murah, 'kan?"
"Hanya kau yang aku punya," aku membalik halaman buku menu dan memilih untuk memesan capuccino dingin serta beberapa makanan ringan pada pelayan pria yang berdiri di sebelahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness (Sequel- PRECIOUS)
Fiksi UmumMenunggu seseorang selama sepuluh tahun utuh? Apa ada yang bisa sesanggup dia? Setia bercumbu dengan pahitnya waktu panjang dalam ajang menunggu Sang Pujaan? Semua yang dia lalui tak ayal hanya untuk menjemput waktu agar bisa bersama selamanya. Ber...