"Hei, ini tempat umum. Kita bisa melakukannya lagi nanti." suara berbisik dari pria yang sedang aku peluk terdengar lembut menyentuh daun telingaku. Oh, aku lupa. Aku masih ada di tengah keramaian. Ini bukan Amerika. Berpelukan dengan gaya seperti ini masih dianggap tabu bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Aku pun melepaskan pelukanku dengan sangat terpaksa.
"Aku...maaf...aku tidak bisa menahannya." aku bergumam dan menyingkap rambutku ke belakang telinga. Wajahku pasti sangat idiot. Aku merasa seperti jalang. Pertemuan ini tidak seperti ekspetasiku, di mana aku berharap Sam datang dengan segala kejutan yang ia buat dan aku memakai baju bagus juga riasan yang membuatku tampak lebih cantik. Aku pasti akan sangat tersanjung sekali. Tapi justru aku berada di posisi di mana penampilanku sedikit menyeramkan karena aku tidak bisa menyembunyikan wajah lelah, letih, dan rambutku sudah berantakan sekaligus bau matahari.
"Aku tahu," dia menyisir rambut yang menutupi dahiku dengan telunjuknya, mengecup keningku di sana dan menatap mataku lalu bibirnya tersenyum kecil.
Ya, Lord!!
Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi! Aku tidak tahan untuk tersenyum lebar dan bersalto saat ini juga. Tapi itu akan sangat memalukan. Maka aku bersikap seperti gadis remaja yang baru mendapatkan ciuman dari lawan jenis yang saling jatuh cinta. Wajahku bersemu merah dan aku malu. Ya, ampun. Ini benar-benar menyenangkan bisa melihatnya lagi.
Aku menatap wajahnya yang sedang menautkan alisnya dengan heran. Dia melihat ke arah belakangku. Aku mengikuti ke mana matanya tertuju, dan Langit berdiri tepat tiga langkah dari tempat kami berdiri.
Aku menggigit bibir dan mengambil napas. Aku pikir pertemuan mereka akan seperti seorang teman pada umumnya, tapi aku salah. Mereka saling bertatap mata untuk waktu yang cukup lama. Aku melempar pandangan pada ke dua pria di sekelilingku.
"Kau bersamanya?" tanya Sam melirikku bergantian.
Aku berdeham untuk mengontrol rasa gemetarku karena baru saja menumpahkan seluruh rasa rinduku padanya.
"Ya, dia bosku. Aku pikir aku tidak perlu memperkenalkannya lagi, karena kau temannya, 'kan?"
Sam lantas menoleh ke arahku dengan tajam.
"Dia..bosmu?"
Kenapa dia terlihat terkejut sekali? Bukankah mereka memang berteman?
"Sup? Lama tidak bertemu, Sam." Langit melangkah mendekat dan mengulurkan tangannya. Dengan gerakan kaku, Sam menjabatnya dan mengangguk kemudian.
Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka? Kenapa aku merasa situasi ini sangat canggung dan aneh sekali?
"Ya. Lama tidak bertemu."
Sam mengangkat sudut bibirnya. Memaksa untuk tersenyum kecil walaupun samar. Mereka saling menautkan tangan mereka dan aku sadar bahwa Sam dan Langit saling menusuk dengan tatapan masing-masing.
Aku membuang napas, "eum, kurasa aku harus pulang. Kalian bisa berbincang lagi lain waktu, 'kan?"
Mereka praktis menatapku. Lalu Sam melepas tangannya dari Langit dan bersikap kikuk.
"Ya. Kau benar. Kalau begitu hati-hati, Zulika. Aku akan menjemputmu besok." Langit kembali menjadi Langit yang seperti biasa. Tapi tidak dengan Sam. Raut wajahnya tegang dan sangat kaku sekali.
"Oke. Sampai jumpa."
Langit mengangguk dan melirik Sam sedetik kemudian sebelum akhirnya menyimpan ke dua tangannya ke saku celana dan melenggang pergi meninggalkan kami.
"Kau kenapa?" aku memecahkan lamunan Sam, dan dia terlihat terkejut saat aku mencari manik matanya dengan sedikit menunduk.
"Tidak. Aku tidak apa-apa. Kau sudah makan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness (Sequel- PRECIOUS)
General FictionMenunggu seseorang selama sepuluh tahun utuh? Apa ada yang bisa sesanggup dia? Setia bercumbu dengan pahitnya waktu panjang dalam ajang menunggu Sang Pujaan? Semua yang dia lalui tak ayal hanya untuk menjemput waktu agar bisa bersama selamanya. Ber...