Bagaimana Jika Dua Piring Omelette?

618 32 11
                                    

Pagi harinya, aku terbangun.

Ya, aku memang tidur di ranjang yang sama dengan Zulika semalam. Lagi pula ini bukanlah yang pertama kalinya aku dan dia tidur di satu ranjang yang sama. Tapi kali ini berbeda, dia memintaku untuk memeluknya sampai ia terlelap tidur. Aku yakin kalian tidak percaya jika aku mengatakan itu, kan? Tapi sungguh, itulah yang terjadi semalam. Bahkan aku tidak bisa tidur seperti sebelumnya. Tubuhku seolah kaku dan aku menjadi sulit untuk mengatur napasku. Astaga, melihat wajah Zulika yang terlelap di pelukanku adalah hal yang paling mendebarkan. Sebenarnya biasa saja kalau aku tidak punya perasaan padanya, tapi aku cukup sadar dan tidak bisa membohongi perasaanku bahwa aku memang menyukai Zulika.

Oh, soal Samantha? Aku memang menyukainya juga. Tapi aku cukup tahu diri bahwa dia sudah mempunyai tunangan dan akan menikah sebentar lagi. Kalian ingat di mana saat aku mengajaknya makan malam bersama? Dia memberitahuku tentang itu. Jadi aku tidak mungkin memaksa Samantha hanya untuk keegoisanku semata. Lagi pula aku baru menyadari sesuatu, aku tidak mungkin bersama dengan seseorang yang mana adalah kembaran dari manusia yang aku benci setengah mati. Bagaimana bisa? Aku bahkan sekarang sedang berharap pada kekasih dari manusia yang aku benci setengah mati itu.

Saat aku terbangun, aku tidak mendapati Zulika di kamar ini. Apakah dia pulang? Sendirian? Benarkah? Tapi telingaku menangkap suara dari arah dapur. Suaranya berisik seperti orang yang sedang masak. Tidak ada yang pernah masak di dapurku. Jadi jika tebakanku benar, itu pasti Zulika.

Aku melangkah pelan dan mengikat rambutku menjadi satu kesatuan. Melihat Zulika sedang memasak entah apa di dapurku yang sekarang lebih terlihat seperti kapal pecah.

"Apa yang kau lakukan di dapurku?" Tanyaku yang membuat Zulika sedikit terkejut dengan kedatanganku yang mendadak ini.

"Oh, ya, maaf, aku membuat sarapan."

Oh ya?

"Tidak perlu repot-repot, aku biasa memesannya di bawah."

Dia terkekeh, "siapa yang bilang aku membuat sarapan ini untukmu? Aku membuatnya untuk diriku sendiri."

Aku mendengus tak percaya, beraninya dia berkata seperti itu pada bosnya sendiri.

"Aku bercanda, astaga, ini makan omelette-mu. Aku membuatnya sebagai bentuk terimakasih-ku karena semalam kau sudah menjemputku di Swill House."

"Sungguh? Jadi rasa 'terima kasih-mu' itu hanya dihargai dengan serpiring omelette?" Aku tertawa seraya mengejek.

"Bagaimana jika dua piring omelette?"

Aku memutar bola mata, "aku tidak tertarik bahkan jika kau memasak seratus piring omelette sekali pun."

Ku lirik dia mengerucutkan bibirnya dan berbalik menyimpan penggorengan di atas mesin cuci piring. Orang gila mana yang akan membuat seratus piring omelette hanya untuk sebuah permintaan maaf?

"Lagi pula aku tidak memintamu untuk menjemputku, seingatku aku menelfon Jeff. Tapi kenapa kau yang datang?"

"Bukankah sudah jelas? Itu karena Jeff tidak bisa." Kataku singkat sambil memakan omelette di depanku.

Enak juga.

"Memang dia kemana?"

Otakku berpikir cepat mencari alasan terbaik untuk membohonginya.

"Dia sedang kencan dengan seseorang,"

Matanya memicing tak percaya, "kau bohong."

"Untuk apa aku bohong?" Jawabku mengelak.

"Tidak perlu menaikkan nada bicaramu seperti itu, aku hanya bertanya." Ujarnya sinis sambil membereskan dapurku yang sudah ia buat berantakan itu. Jika dilihat saat ini, Zulika sangat tidak seperti orang yang sedang patah hati seperti semalam.

Madness (Sequel- PRECIOUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang