Diam Atau Aku Gigit Kakimu.

998 88 35
                                    

Search; Hadiah yang tepat untuk seorang teman pria.

Dompet.

Ikat pinggang.

Sepatu.

Tiket konser.

Etc..

Ini tidak membantu. Sama sekali. Semuanya terlalu biasa. Aku ingin memberikan Jeff hadiah yang lain dari biasanya. Aku ingin membuat dia terkesan karena aku sudah berjanji akan memberinya hadiah yang istimewa. Tapi aku bahkan belum menemukan hal yang tepat untuk itu. Mungkin aku harus bertanya pada Samuel nanti tentang ini.

Oh, aku baru selesai mandi setelah memasak untuk makan malamku bersama Sam. Dia sudah menelfonku dan memberitahu bahwa dia sudah dalam perjalanan dan akan sampai kurang dari lima belas menit lagi. Aku sudah memakai baju terbaikku dan menyemprotkan minyak wangi ke bagian tubuhku. Bukan maksudku ingin menggodanya, aku hanya ingin tampil sempurna di hadapan priaku, Samuel.

Selang beberapa lama, Samuel datang. Dia sangat wangi sama sepertiku. Mengenakan kaos hitam seperti biasa dan jaket kulit yang ia genggam di tangannya. Sial! Kenapa aku merasa sedang kencan dengan anak remaja yang berandalan? Samuel sama sekali tidak berubah secara fisik. Dia tetap terlihat seperti bad boy. Padahal kenyataannya Sam sudah menjadi seorang Ayah.

"Bagaimana kabarmu, Lika?" Tanya Sam dan langsung masuk begitu aku membuka pintu. Dia lantas merebahkan dirinya di sofa dan meletakan tangannya di atas dahinya. Apa ada yang salah? Apa dia lelah atau....entahlah.

"Aku baik-baik saja, Sam. Kau terlihat lelah." Aku melangkah menuju dapur dan menuangkan air ke gelas panjang. "Ini," kemudian memberikannya pada Sam dan duduk di sebelahnya saat dia beranjak untuk duduk.

"Yea, aku sedang banyak pikiran." Ucapnya tanpa menoleh ke arahku.

"Kau bisa menceritakannya padaku, Sam."

"Tidak," katanya tegas dan dia menatapku dengan tatapan sedikit menakutkan. "Dengan siapa kau pulang tadi sore?" Tanya Sam tajam dan itu membuatku terkejut. Jujur saja, aku merasa takut sekarang. Apakah itu artinya dia melihatku  pulang dengan Ronald?

"Oh, yea kau pasti melihatku bersama pria lain tadi. Aku diantar oleh Ronald, kau ingat?" Aku menaikkan alisku sementara Sam mengerutkan dahinya dengan bingung.

"Ronald? Ronald siapa? Mantan pacarmu?"

Aku tertawa renyah, yang benar saja.

"Aku tahu kau pasti tidak akan mengenalinya. Itu karena dia operasi plastik." Sambungku lagi dan aku beranjak dari sofa. "Kau ingat, 'kan? Ronald, yang bekerja dengan Ayahmu dulu. Sepuluh tahun lalu. Dia yang mengantarku pulang saat kau melemparku dengan piring sate."

Sam membuka matanya dengan lebar. Dia terlihat sangat terkejut saat mendengar penjelasanku. Tatapan matanya berubah menjadi tak terbaca. Sam mengalihkan pandangannya ke gelas kosong yang sedang ia genggam. Beberapa saat dia melamun dan tidak mengatakan apa pun. Itu membuatku bertanya-tanya, sungguh. Bukankah seharusnya dia senang? Ronald bilang padaku dulu kalau Samuel sudah seperti adiknya, 'kan? Kenapa Sam terlihat shock sekali saat tahu bahwa Ronald mengantarku pulang?

"Apa dia mengatakan sesuatu padamu?" Tanya Sam.

"Tidak," aku mengedikan bahuku dan mengambil makanan yang sudah aku masak tadi. "Kami hanya mengobrol seperti layaknya seorang teman. Oh, dia bertanya tentangmu juga. Dan dia terlihat senang saat tahu kau masih hidup."

Sam terkesiap, "Astaga, Lika! Apa dia mengantarmu sampai ke sini?!"

"Hanya sampai lobby. Ada apa, sih? Kau sepertinya takut sekali." Tanyaku penasaran. Sam terlihat lebih dibanding saat dia tahu bahwa Langit adalah bosku.

Madness (Sequel- PRECIOUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang