Episode 6: Different Kisses

11K 689 74
                                    

[]  Halsey - Castle, The Rain - Dengar Bisikku, Bunga - Kasih Jangan Pergi, Secondhand Serenade - Goodbye 

Draco

Kesabaran gue udah hampir habis menunggu balasan dari Velona. Seminggu lebih dia nyuekin gue. Telepon gak diangkat, sms gak dibales, maunya apa coba? Dulu aja dia terus bilang ke gue buat jangan lari, jangan menghindar. Tapi sekarang malah dia yang terkesan menghindar. Is she having a second thought about this? Ha! You wish!

She wants to get married? Fine. We'll get married and I'll make her life a living hell. That's for sure.

Gue yang udah kehabisan ide untuk menghubunginya pun akhirnya menghubungi Bahar, bosnya. Agak sungkan awalnya mengingat gue yang udah hampir dua minggu ini belum ada ikut andil lagi dengan proyek kami. Tugas gue di kantor dialihkan ke salah satu bawahan gue, gue gak tau mereka bilang apa ke pihak Bahar tentang keabsenan gue. Bahar yang waktu itu agak kaget mendapat telepon dari gue, akhirnya memberikan alamat rumah Velona ke gue. Dia sempet nanya buat apa gue nyari Velona. Gue cuma bilang urusan pribadi, setelah itu dia gak nanya-nanya lagi.

Dan di sini lah gue sekarang. Di depan sebuah rumah kontrakan di daerah Kampial. Rumahnya gak besar, tapi gak kecil juga. Setelah gue memarkir mobil gue, gue pun menghampiri rumah tersebut.

Gue ketok pintunya beberapa kali. Gak tau gue di rumah ada orang apa nggak. Bahar cuma bilang kalau kebetulan hari ini Velona libur, jadi kemungkinan besar dia ada di rumah.

Gak lama kemudian pintu terbuka. Hal pertama yang gue sadari saat pintu terbuka adalah wajahnya yang pucat. Bibirnya agak kering dan ada lingkaran mata di sekitar matanya. Dia gak ngomong apapun. Cuma menatap gue datar. Udah gitu aja.

"Lo mau kita ribut di depan pintu gini?" tanya gue memecah keheningan di antara kami.

Dia gak nyahut, tapi membuka pintu rumahnya lebih lebar dan memberi tanda pada gue untuk masuk.

Setelah dia menutup pintunya, gue langsung membalik badan dan menatap dia penuh amarah. Ini amarah gue udah tertahan selama seminggu lebih. Pengen meledak rasanya. "Lo ngomong apa aja ke Rose?"

"Mostly lies," jawab dia singkat.

"Are you fucking kidding me?!?!" bentak gue.

Dia diam dan menatap gue, matanya hampir gak menunjukkan apapun. Gue bener-bener gak bisa membaca dia.

"Lo bikin dia benci gue tau gak!" seru gue lagi.

Dia bahkan gak merasa bersalah sedikit pun saat mengatakan, "Lo emang pantes dibenci."

Gue sampai gak tau mau bilang apa. Wanita di hadapan gue ini benar-benar one of the worst women I have ever met. "Lo se-desperate ini ya pengen nikah sama gue? Lo mau jadi personal whore gue? Hidup bergelimang harta gitu sepanjang hidup lo, makanya lo nolak tawaran-tawaran gue kemarin?" cecar gue.

"I'm not a whore," ujarnya.

"You are! You threw yourself at me at Velvet, remember?" seru gue. Dasar cewe gak tau malu. Gak inget apa dia yang godain gue waktu itu?

"It was a scheme gone wrong."

What? Dia ngomong apa barusan?

"Gue pengen nunjukin aja ke lo kalo gue bisa kasi yang lo butuhin dan berpikir kalo itu bakal bikin lo setuju buat nikahin gue. Tapi ternyata, it didn't work, yeah? I regretted it. I was and still am ashamed of what I did," jelasnya. Gue masih cengo, masih berusaha mencerna penjelasannya.

Dia bertindak sejauh itu biar gue nikahin dia? Sampe nurunin harga dirinya gitu?

Gue memejamkan mata gue kemudian memijit pelipis gue. Gue dibikin pusing sama cara mikir ni cewe. Serius.

Beautiful Sin [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang