Bonus Ep III : Cukup

5.1K 358 26
                                    

[▶️] Bruno Mars - Count On Me

Randy

Pertama kali gue ketemu Mahes adalah waktu kami sama-sama masih bayi. Belum bisa ngomong, belum bisa jalan. Tapi karena rumah kami tetanggaan, nyokap sering bawa gue buat sekedar ngegosip sama nyokapnya Mahes. Alhasil, sejak bisa lari-lari, gue ngabisin waktu gue maen dan berantem sama Mahes. Rebutan jajan lah, rebutan mainan. Herannya, meskipun sering rebutan kita nggak pernah musuhan. Malah makin lengket. Dari masuk TK selalu sekelas. Pas masuk SD juga sekelas. Di mana ada gue, di situ ada Mahes.

Tapi semuanya berubah saat kami duduk di bangku sekolah dasar. Ada anak perempuan di kelas kami yang nggak suka main masak-masakan. Kulitnya putih, rambutnya coklat. Anak-anak lain memanggilnya bule.

Gue waktu itu belum hapal betul nama-nama temen sekelas gue selain Mahes. Alhasil gadis kecil itu pun gue label sebagai si bule juga di kepala gue.

Interaksi pertama kami bertiga dimulai saat jam istirahat hari Rabu di minggu awal sekolah. Si bule duduk di pinggir lapangan, nontonin anak-anak cowok maen sepak bola. Emang dasar gue sama Mahes kepo, kami pun nanyain dia kenapa nggak maen sama anak cewek yang lain. Dia bilang nggak seru maen masak-masakan, dia maunya maen bola. Tapi sayangnya anak-anak cowok yang lain nggak mau maen bola sama cewek.

"Maen polisi-polisian yuk!" Ajak si bule begitu melihat bola kasti di tangan Mahes.

Dia pun menjelaskan cara maennya. Simpel, maen polisi-polisian ala anak SD cuma lari-larian terus pengganti pistolnya bola kasti. Jaman gue, bocah segitu maennya emang agak keras-keras.

Meskipun demen maen keras-keras, kalo jatuh masih nangis kok.

Gue yang pertama kali tertarik sama ide si bule. Mahes pun ngikut. Di awal permainan, kami berlari dengan riang sambil melempar bola kasti ke arah siapapun yang menjadi penjahat saat itu. Tapi naasnya, permainan nggak berlangsung lama saat gue nggak sengaja mecahin jendela salah satu ruang kelas. Alhasil, orang tua kami bertiga dipanggil ke sekolah.

Dari situlah akhirnya gue tau nama si bule. Velona Katherine. Cewek tomboy yang suka banget warna biru dan hijau tapi malah punya barang dengan warna kuning lebih banyak ketimbang dua warna tersebut.

Semenjak itu nama Velona selalu melekat di kepala gue. Semenjak itu pula Velona jadi sering main dengan kami. Dan taraaa.... tanpa direncanakan kami malah bersahabat hingga SMA. Dia bahkan sangat akrab dengan keluarga gue dan Mahes sampe-sampe dianggap anak sendiri oleh orang tua kami berdua. Apalagi semenjak ibu kandungnya meninggal dunia.

"Cuk! Lo udah bikin PR Kimia Bu Marheni?" Tanya Mahes membuyarkan lamunan gue.

"Udah kemaren. Nape? Mau nyontek lo?" Tawar gue.

"Mager njir. Tanggung 5 menit lagi masuk kelas," tolaknya santai.

"Ya terus ngapain nanya bege," heran gue.

Mahes menunjukkan cengiran begonya. "Kali aja lo mau senasib sepenanggungan gitu sama gue. Tau sendiri kan kalo Bu Marheni doyan banget nyuruh murid nguras WC kalo nggak bawa PR."

"Itu sih gue males. Lo kuras aja sendiri, ntar gue bantu doa!" Ujar gue setengah meledek.

Nggak lama kemudian bel masuk pun berbunyi. Velona yang baru tiba langsung duduk di kursinya, yaitu di sebelah gue. "Gila ya, hampir aja gue telat!" Tuturnya ngos-ngosan.

"Nape lo?" Tanya gue.

"Bangun kesiangan, semalem gue begadang nonton Harry Potter di TV," jelasnya.

Suara sepatu hak terdengar mendekat. Sosok wanita pendek berambut hitam dan ikal muncul di kelas kami. Dia lah Bu Marheni, salah satu guru killer di sekolah ini. Pembawaannya tegas, murid badung pun pasti salim sama dia.

"Yang nggak bawa PR, maju ke depan." Dari caranya ngomong aja udah bikin kami takut.

"Anjir gue lupa ada PR Kimia!" Velona menepuk jidatnya. Mahes yang duduk di belakang kami langsung menyentuh pundaknya dan berbisik, "Selaw, Vel. Gue juga."

Kedua bocah ini pun langsung tos, dan tertawa senang. Mereka berdua dengan pedenya maju ke depan. Selain mereka berdua, nggak ada murid yang maju lagi.

Tangan gue yang sedari tadi memegang buku PR, memasukkan buku tersebut ke dalam tas. Gue bangkit dari tempat duduk gue lalu menghampiri kedua sahabat gue.

Mahes menatap gue heran.

Ketika di tanya, saat kami bertiga sedang menguras WC murid di lantai 2 gedung sekolah kami, gue cuma menjawab, "Biar kompak."

Padahal, Hes, bukan itu alasannya.

***

"Si Adip, masih ngejarin lo, Vel?" Tanya Mahes saat kami lagi makan bakso di kantin. Harusnya sih balik ke kelas abis nguras WC, tapi laper.

Gue melirik ke arah Velona yang asik mengunyah bakso di mulutnya. "Masih. Nggak percayaan banget gue bilangin kalo gue masih pacaran sama Devan," ujar Velona.

"Lagian lo kenapa masih betah aja sih LDR? Cowo di sini banyak kali," tanya gue iseng.

"Kenapa mesti gak betah? Mau LDR atau nggak juga hidup gue gini-gini aja. Meskipun Devan di sini, waktu gue bakal tetep abis sama kalian, kampret," jawabnya.

"Lo sayang nggak sih sama Devan?" Tanya gue lagi.

"Devan sayang sama gue."

Gue sama Mahes juga sayang sama lo, Vel. Tapi kenapa harus Devan?

"Dan gue jadi terbiasa membalas sayangnya dia ke gue. Itu kali yang namanya gue sayang sama dia." Velona mengedikkan bahunya.

Vel, lo mungkin nggak akan pernah tau alasan gue nggak pernah kumpul PR meskipun gue bawa. Gue cuma mau ngabisin waktu sama lo. Kalo cuma Mahes doang yang nggak bawa PR, gue pasti bakal tetep kumpulin PR gue. Tapi karena lo.

Karena orangnya adalah lo, gue rela nguras WC, nyapu halaman sekolah, mungutin sampah satu gedung demi bisa bareng lo terus.

Dan selamanya bakal gue pendem perasaan gue ini. Dari semua pilihan yang ada, gue lebih milih nggak memiliki lo sebagai wanita gue daripada nanti harus kehilangan lo sebagai sahabat gue.

Karena gue tau, hidup gue nggak bakal seseru ini kalo nggak ada lo di dalemnya.

Biar lah gue mencintai dan menyayangi lo sebagai sahabat yang udah gue anggap saudara sendiri. Itulah peran gue dalam hidup lo.

Gue sadar peran pria yang mengisi hati lo udah dipegang oleh Devan. Meskipun gue nggak ngerti dinamika hubungan kalian, tapi gue tau lo serius sama dia. Dan itu udah cukup buat gue.

Cukup buat gue memutuskan untuk mundur dari peran itu dan tetap pada peran awal gue.

*end*

Eeeaaa rahasia Randy kebongkar.

Beautiful Sin [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang