#2 cerita dibalik hujan

197 18 0
                                    

"Yaah hujan..."

Fuuchan nyimpen telapak tangannya diantara rintikan air yang turun dari genteng. Salah sendiri sih dia kelamaan di ruang pmr setelah rapat tadi.

"Gimana ini pulangnya..." rutuknya lagi. Inget kalo dirinya enggak bawa payung padahal kalo naik angkot jurusan dia pulang musti jalan dulu ke perempatan, dan itu jaraknya lumayan dari gerbang sekolah sementara hujan sejak setengah jam lalu belum berhenti.

"Ngapain masih disini?"

Fuuchan noleh, ngeliat Miru yang masih pake seragam olahraga. kayanya abis latihan cheers.

"Nungguin hujan reda." Jawab Fuuchan.

"Yah gue gabisa anterin nih soalnya masih ada latihan..." ucap Miru.

"Lagian siapa yang minta dianterin?"

"Hehehehe inisiatif dong, kan pdkt lagi."

"Ngehe banget sih." Ucap Fuuchan kesel pas inget Miru ini keukeuh ngajak balikan.

"Eh! Gue inget! Tunggu disini bentar ya!!"

Miru langsung lari dari gerbang, masuk lagi ke lingkungan sekolah. Fuuchan ngantepin aja, lagian gak mau mencoba peduli sama mantannya itu, soalnya selalu ada perasaan kesel yang tiba-tiba muncul kalo ada Miru disekitar dia.

Beberapa menit kemudian Miru datang dengan membawa sebuah payung lipat, entah punya siapa soalnya Miru maen ambil aja dari ruang latihan.

"Ayo gue anterin ke perempatan!" Ajak Miru sambil buka payung.

"Ha? Ngapain?"

"Anterin lo pulang tapi cuma nyampe perempatan. Mumpung hujannya udah mulai reda. Kuy!"

Mau gak mau Fuuchan nurut, hujan juga lumayan reda meskipun masih terlihat deras laju rintiknya (kalo orang sunda namanya hujan kerep).

Tanpa Fuuchan dan Miru sadari, dibalik pintu dari kelas yang kosong tak jauh dari posisi mereka berdua Saeppi menggenggam payung yang rencananya mau dia pinjamkan ke Fuuchan. Melihat Miru bela-belain nyari payung dan nganterin Fuuchan pun membuat nyalinya jadi ciut untuk mendekat.

Apalagi percakapan Miru pada Fuuchan terdengar begitu peduli.

"nyerah udah lah." Kata-kata Ruririn pun kembali terngiang-ngiang diotaknya.

***

Keduanya berdiri di perempatan, deket lampu merah sambil nunggu angkot. Berasa romantis karena cuma ada mereka berdua dibawah payung ditengah derasnya hujan.

"Ntar payungnya bawa aja." Ucap Miru ditengah keheningan.

"Lah? Lo gimana?"

"Gapapa... kan pas turun nanti lo musti jalan lagi, kalo gapake payung pasti keujanan."

"Tapi--"

"Tuh angkotnya!" Potong Miru, sambil ancang-ancang nilep (?)  payung biar bisa dibawa Fuuchan. Berhubung angkot kosong dan Miru udah ancang-ancang melambai cantik berhentiin angkot, Fuuchan pun akhirnya nurut juga, dan payung pun beneran dia bawa.

Medadak hujan kembali deres, Fuuchan jadi gaenak pas angkot mulai jalan, bahkan pas ngeliat Miru lari-lari balik ke sekolah sementara payungnya dia pegang.

***

"Woy! Darimana kak?" Seru Momorun yang kebetulan keluar dari ruang latihan cheers. "Dicariin kak Akarin tuh!"

"Kenapa nyariin gue?"

"Tadi bawa payung biru kan?"

Miru mengingat-ngingat. "Iya deh. Kenapa?"

"Hahahahaha sana di cariin kak Akarin tuh. Jelasin."

Miru pun tanpa bertanya lagi langsung keruang latihan.

***

"Boljug payung gue itu! pantesan gue cari gada." Keluh Akarin setelah mendengar cerita Miru yang berkorban demi Fuuchan. "Ini gue balik gimanaaaa!!"

Miru cuma cengengesan. "Yaela tinggal lari doang lu dari gerbang perumahan ntar juga nyampe."

"tetep basah lah bego kalo ujannya deres kaya gini, lo gak liat tuh hujan segede biji jagung? Hadeh gak guna kalo deketin Fuuchan lagi tapi enggak modal."

Miru cuma ketawa abis itu. "Lagian kok payung nyender sendirian di pojokan ya gue pake."

"Seterah lu dah! Ini gue balik gimana? Mana musti pake angkot. Gapunya duit gue ini buat pesen gojek."

"Gue juga lagi boke."

"Hadeh lo sih."

Akarin masih kesel sama Miru, tapi ya gimana mau marah tapi ya gitu. Hujan juga mana gamau berhenti, mau nebeng Miru juga gak bisa karena jas ujannya egois.

Sore pun sudah menjelang, latihan pun sudah selesai. Para murid yang menyelesaikan eskul mulai bubar dengan tertib, keluar dari tempat berkumpulnya masing-masing. Beberapa ada yang langsung pulang menaiki angkot meski hujan belum sepenuhnya reda, beberapa nerobos hujan bermodal jas hujan seperti Miru.

Akarin masih betah nunggu hujan sedikit reda, berdiri sendirian ditengah murid-murid yang mulai berkurang.

"Ngapain dia sendirian disana..." gumam Keicchi melihat mantannya berdiri digerbang. Dirinya pun selesai eskul volly, meskipun cuma ngumpul doang karena hujan enggak mau berhenti.

"Belum pulang neng? Mau ikut abang dangdutan?" Tanya Keicchi pada Akarin, dengan nada khas abang-abang yang godain perawan.

"Ya menurut ngana?"

"Mau pulang juga ya? Ayok nebeng sama gue aja."

"Lah?"

"Jas ujannya 2 kok, yang biasanya dipake lo, kasian nganggur mulu tuh jas ujan semenjak kita putus." Ucap Keicchi enteng. "Eh tapi nunggu hujan redaan dikit lah."

Akarin melongo mendapat tawaran Keicchi yang terdengar peduli (?) semenjak mereka putus dan insiden instagram itu. Dadanya kembali berdesir, sumpah ya dia tuh mau mup on niatnya tapi kalo sikap Keicchi kaya gini?! Apa dia bisa?!!

serba serbi SMA NambaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang