Kembali di kota kelahiran membuat Karin sedikit lega, tinggal hanya berdua bersama Vano sangat membosankan karena diwarnai dengan petengkaran yang terus membuat Karin merasa kecewa.
Kali ini Karin keluar seorang diri menemui 3 orang teman bernama olive, tania dan raisa. Mereka sudah menunggu tanpa memesan apapun di kafe sunyi diujung pusat kota.
"Kebiasaan lama" cetus raisa yang langsung membuka menu untuk memesan minum
Karin duduk di sofa kosong bagian tengah "sorry, kenapa gak pesen daritadi aja?"
Olive memberikan aba-aba kepada pelayan. "Tania tuh, setia nunggumu ngelarang kita pesen padahal Raisa udah dehidrasi tau nggak"
Karin tersenyum tipis sambil melirik Tania, ada sesuatu yang membuat Karin dan Tania menjadi canggung yang tentu saja tidak diketahui oleh kedua temannya yang lain.
"Thai tea, taro, coffelatte, dan esteh" olve mengeja pesanan kepada pelayan.
Tania, Karin dan Raisa tertawa bersamaan, hal itu selalu terjadi saat memesan minuman di tempat manapun. Dari ratusan list minuman yang pernah dipesan mereka saat nongkrong di berbagai cafe yang tidak pernah berubah adalah pesanan Olive.
"Berhenti ketawa, selera orang beda-beda" teriak olive
Tapi seperti biasa mereka kembali tertawa. "Oke stop ketawanya, sekarang aku mau ngasih sesuatu buat magnae (sebutan orang termuda dalam grup) kita yang lebih awal menikah" Raisa mengeluarkan toteback berwarna putih polos.
Tania juga memberikan sebuah kotak kecil yang diberikan kepada Karin "maaf kemarin aku dan Raisa gak bisa dateng, kita lagi UAS kemarin"
"Iya ngerti.. kalian gak perlu repot begini"
"Kata siapa kita repot? Ini mah aku mungut di jalanan" jawab Raisa.
Setelah itu pelayan datang membawa minuman yang mereka pesan. Olive langsung menjadi orang pertama yang mengambil es faforitnya.
"Gimana rasanya? Es teh di warung mbak tin pas SMA seharga 2000 dengan disini?"
Olive memejamkan mata beberapa detik "ternyata es teh dan Ice tea memiliki rasa yang sama. Fix perbedaan nama bisa mengubah harga"
Raisa menatap Karin dengan lekat "apa perlu aku ganti namaku jadi Karin biar dapet suami ganteng kayak Vano kan nama bisa mengubah harga"
Karin hanya tersenyum paksa, tidak ada yang bisa mengerti apa yang sebenarnya dia lewati dalam pernikahan.
Cukup menyenangkan, bersama mereka Karin cukup terhibur dan sejenak melupakan masalah yang terjadi kemarin, hingga tiba saat temannya harus kembali pulang. Olive dan Raisa pulang bersama karena arah rumah mereka searah.
"Aku duluan" Tania berpamitan.
"Kamu naik apa?"
"Taxi"
Sopir Karin tiba dengan mobil berwarna hitam pekat "masuklah, kita kan searah"
"Tidak apa-apa aku naik taxi aja"
Karin langsung menarik pergelangan tangan tania dan menariknya ke dalam mobil. Karin kembali tersenyum "kita kan searah, kita juga sahabat jadi jangan sungkan"
Tania mengangguk pelan. Disepanjang jalan Karin terus mencoba mengajak Tania untuk mengobrol dengan maksud agar mereka bisa sedekat dulu. Hal yang terjadi terakhir kali saat mereka bertemu sudah Karin lupakan, dia hanya ingin kembali memiliki sahabat dekat seperti dulu.
"Terimakasih untuk tumpangannya"
"Siap" mobil kembali berjalan menuju rumah Karin, tapi rasanya sangat malas untuk pulang. Karin memilih untuk duduk dulu seorang diri di taman tempat dia biasa berolahraga.
"Hai gadis, apa yang kamu lakukan disini sendirian?" Seperti dejavu, karin kembali bertemu seseorang yang terlihat seperti suaminya.
Karin masih tak terbiasa dengan wajah reno yang persis seperti vano. Namun dia mulai bisa membedakannya dari gaya rambut dan gaya berbicara mereka.
"Mencari udara segar"
"Kakakku pasti sangat bahagia, memiliki istri sepertimu. Sesungguhnya aku dulu pernah berhayal ingin menjadikanmu sebagai istriku".
"Apa?"
"Aku dulu menonton film pertamamu.. akting yang bagus"pujinya.
Karin tersenyum. "Jadi sekarang kamu ingin siapa yang jadi istrimu?"
"Tetap dirimu"
Karin membelalakkan matanya mendengar itu.
"Jantungku masih berdetak cepat saat ini"
Reno adalah orang yang sangat berterus terang. Itu yang membedakan dirinya dan kakaknya, Vano sangat cuek dan kaku.
Tetesan air mulai jatuh di sinar matahri yang masih terabg, karin sudah bersiap-siap untuk berlari.
"Mau kemana?" Tangan karin di cegat oleh Reno. Tiba tiba payung hitam terbuka lebar.
"Kamu bawa payung?"
"Aku udah liat ramalan cuaca hari ini"
Sempurna pikir karin
Reno mengantarnya ke rumah sementara hujan terus semakin deras bunyi petir terdengar cukup keras, nampaknya hujan akan berhenti cukup lama.
"Disini aja dulu, hujannya masih sangat deras"
"Kalo kakak tau dia pasti marah"
"Ah nggak paapa dia masih kerja jam segini"
Reno tersenyum lalu masuk ke rumah mewah itu. Karin segera membuatkan kopi hangat dan meletakkannya di meja tepat di hadapan lelaki itu.
"Terimakasih" sambil menyerut kopi.
Karin tersenyum sambil mengambil buah dan memotong dengan ukuran sedang kemudian meletakkannya dalam wadah putih.
"Jadi kamu nggak akan main film lagi?" Tanya Reno
"Masih.. aku hanya beristirahat sementara"
Hp Reni berbunyi, reno tertawa sendiri seperti melihat hal lucu. Penasaran karin mendekati laki-laki itu.
Melihatnya karin ikutan tertawa, itu adalah foto vano yang sudah diedit menyerupai babi, ya tentu saja fanboy Karin akan sangat membenci vano.
Perasaan Reno saat ini cukup senang, bisa berada cukup dekat dengan wanita sempurna seperti Karin. Seakan tidak ingin kehilangan moment apapun, Reno langsung mengecup bibir Karin dengan cepat membuat gadis itu tidak sempat berkutik dan membatu.
Setelah itu tangan Reno membelai rambut Karin "aku pulang dulu.. hujan udah mulai reda"
Reno langsung berlari keluar sesudah mencium Karin yang belum sempat mengatakan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
the imagination of naughty boy
RomanceKarin dan vano terpaksa menikah karena beberap hal,semua terlihat begitu mudah saat dimulai.. Namun seseorang yang berwajah sama seperti suaminya datang dan merusak semua tatanan yang ada. Vano menikahi karin agar perusahaan orang tuanya tidak jatuh...