Karin berjalan di lorong gelap yang sepi, setelah membeli makan malam seorang diri, persediaan makanan di dalam kulkas terkuras habis.
"Gdoor" terdengar suara tong sampah terbentur.
Dia merasa ada yang mengikutinya dari belakang, perasaan was-was mulai membuat Karin semakin waspada hingga dia memilih berlari, benar saja, seseorang berpakaian serba hitam ikut mengejar dengan cepat lalu menyergapnya dari belakang.
"Siapa kamu?" Karin berteriak.
"Teganya kamu? Aku sering mengirimu surat dan hadiah untukmu.. tapi bagaimana kamu bisa menikah? Dan menghianatiku" ucap laki-laki paruh baya, sambil menarik-narik tangan Karin.
"Lepas.. tolong" karin terus berteriak
"Aku fansmu.. jangan takut.. aku tak akan menyakitimu" sambil tertawa layaknya orang gila "akhirnya aku bisa melihatmu dari jarak dekat"
Karin semakin takut. Tangannya gemetar hingga seseorang datang dan menghantam laki laki itu dengan sebuah balok kayu.
"Bruk"
Laki laki itupun tumbang"Berani beraninya kamu menyentuh istriku?"
Laki laki itu mulai mengeluarkan darah dari hidung ketika pukulan terus mengenai kepala, melihat itu Karin segera menarik Vano dan menyuruhnya berhenti. Namun vano tetap tak bergeming dan terus memukul laki laki itu hingga beberapa orang datang dan melerai mereka. Tak terima laki-laki paruh baya itu menggeret urusan mereka ke kantor polisi.
"Dia memukuli saya.. lihat ini.. saya luka semua" terang laki laki itu ke petugas polisi
Suasana disana mulai ramai terutama saat para wartawan datang dan memenuhi tempat.
"Apa benar anda memukulinya?"
"Dia menyentuh istri saya, dia itu penguntit" Vano kembali berdiri dari kursi.
Sontak karin kembali duduk di samping Vano dan memegang tangannya "sudah jangan memperumit masalah"
Mereka memutuskan untuk berdamai dengan beberapa kesepakatan, Vano sudah diperbolehkan pulang.
"Maaf mbak Karin.. boleh saya minta tanda tangannya?" Bapak polisi itu menyodorkan kertas poster kecil dengan foto karin.
Karin tersenyum dan langsung menandatanginya. Setelah itu dia segera kembali ke mobil untuk pulang.
Mereka duduk diruang tengah tanpa mengatakan apapun.
"Terimakasih" ucap karin
Vano menatap gadis itu "lain kali jangan keluar sendirian"
"Aku anggap kamu menyelamatkan nyawaku. Tapi bukan berarti aku sudah memaafkanmu" tambahnya lagi
Vano hanya mengangguk "dan pastikan kamu bisa sedikit menjaga emosimu di hadapan mereka, jangan seperti tadi" ucap karin
Lagi lagi vano mengangguk. Tatapan karin berhenti ketika melihat bercak darah di kursi yang baru saja vano duduki.
"Kamu terluka?"
"Aku?" Vano balik bertanya.
Karin membantu vano melepas jasnya, terlihat noda darah di kemeja tepat di lengan kanannya.
"Sepertinya aku terkena kawat saat mendorong laki-laki itu" ucapnya
"Dari tadi nggak sakit?"
"Entahlah, aku nggak terlalu mikirin itu"
Karin langsung mengambil kotak p3k dari lemari.
"Kemarilah biar ku obati"
Gadis itu langsung membukakan kancing baju kemeja yang di pakai Vano.
"Apa yang kamu lakuin" reaksi Vano sangat berlebihan. Dia memegang baju seakan hewan buas akan memangsanya.
"Gimana mau diobatin kalo gak buka baju?"
"Aku buka sendiri"
Vano berbalik dan membuka bajunya, gadis itu mengoleskan obat merah dan perban dengan perlahan.
"Gimana kamu bisa kayak gini? Harusnya kamu hati hati" oceh karin
"Aku hanya menghawatirkanmu"
Karin menatap wajah vano yang nampak serius itu, suasana mulai canggung kembali. Untuk menghindari itu karin kembali keluar ruangan dengan alasan menonton TV
KAMU SEDANG MEMBACA
the imagination of naughty boy
RomanceKarin dan vano terpaksa menikah karena beberap hal,semua terlihat begitu mudah saat dimulai.. Namun seseorang yang berwajah sama seperti suaminya datang dan merusak semua tatanan yang ada. Vano menikahi karin agar perusahaan orang tuanya tidak jatuh...