Setia

10.2K 180 6
                                    

Sebuah luka yang reda membuktikan betapa berartinya sebuah arti bahagia. Bukan hanya kesetiaan yang bisa memperkuat hubungan, pengertian, ketulusan dan kebijaksanaan dalam mencari sebuah solusi menjadi hal wajib yang bisa membantu seberapa lama hubungan bisa di lanjutkan.

Liburan panjang telah lama dilewati oleh Karin, kini waktunya dia kembali berkarir di dunia hiburan. Disatu sisi perasaan takut akan beberapa hal mulai menghantui benak Karin.

"Jika ingin kembali berkarir, aku tidak akan melarang, aku yakin kamu tau mana yang pantas dan tidak pantas untuk dikerjakan, aku percaya"

Kalimat yang keluar dari Vano membuat hati Karin menjadi lega. Beruntung memiliki suami yang mau mengerti akan keinginannya.

Karin langsung memeluk Vano dengan erat. "Terimakasih Vano"

Vano membalas ucapan itu dengan belaian lembut di rambut karin. Dia juga merasa lega bisa membuat karin bahagia walau dengan sesuatu yang sederhana. Dia kembali ingat dengan kondisi perusahaan yang sedang dalam goncangan, dia harus segera pergi keluar negeri untuk membujuk salah satu investor terbesar yang menarik kembaki uangnya secara mendadak.

"Ada yang harus kukatakan"

"Iya?"

"Perusahaan sedang dalam masalah"

Karin mengangguk, bersedia mendengarkan suaminya menjelaskan.

"Aku harus berangkat keluat negeri setidaknya 2 mingguan"

Dahi karin mengkerut, artinya dia akan ditinggal selama beberapa hari kedepan. "Aku mengerti aku akan menunggu" memaksa senyuman agar Vano tidak khawatir.

"Aku akan segera kembali, aku akan berangkat besok pagi"

Karin mengangguk sambil kembali memeluk Vano.

"Hati2 jaga hati jangan menyakitu" saran Vano

Karin mengangguk

-----

ESOK HARI

Karin ikut mengantar Vano bersama ayah dan ibu Vano ke bandara, akibat kesehatan yang kurang baik ayah Vano harus tetap berada si kota demi kebaikan, hanya beberapa staf khusus yang pergi bersama Vano ke luar negeri.

Sebenarnya tidak pasti berapa minggu suaminya akan pulang, semua tergantung kapan masalah itu akan selesai.

"Tinggallah bersana kami dulu hingga Vano kembali" ajak ibu Vano

Karin merasa nyaman jika dirumah sendiri, menolak rasanya tidak sopan, dia hanya mengangguk perlahan.

Tanpa membawa baju ganti Karin langsung ikut kerumah keluarga besar vano yang terdiri dari kedua orang tua Vano, paman, dan anak pamannya yang masih SMA.

Dia tidur di kamar yang dulu dipakai Vano sebelum memiliki rumah sendiri, sebuah buku dan beberapa majalah tersusun rapi. Di dalam lemari masih ada beberapa baju Vano saat masih SMA. Aroma khas suaminya masih tertinggal di kasur dan bantal yang ada di kamar.

"Ma aku akan keluar sebentar untuk membeli sabun wajah"

"Pakek punya mama aja, eh lupa mama pakek yang buat orang tua hehehe"

Karin tersenyum, memasang sepatu dan berjalan santai keluar. Di depan gang dia melihat anak dari paman Vano yang bernama Leo ditarik oleh beberapa gerombolan orang yang lebih dewasa.

Dengan tergesa-gesa karin mengikutinya dari belakang, perasaannya mulai tidak nyaman ketika Leo dibawa masuk ke diskotik tempat karin pernah kesitu bersama 3 sahabatnya.

Seorang anak SMA belum mencukupi umur untuk masuk kedalam diskotik. karin berniat menelfon mama Vano namun lupa membawa HP dan hanya membawa dompet. Terpaksa dia masuk ke dalam diakotik tanpa masker.

Suara alunan musik keras dan lautan manusia yang berjoget layaknya zombie membuat ruangan terasa sesak. Satu satunya petunjuk keberadaab leo hanyalah 1 sendal yang terlepas di depan pintu khusus VIP.

Dengan ragu Karin membuka pintu, dia sadar apa yang dia lakukan bisa menimbulkan masalah. Pintu terbuka lebar, beruntung pintu tidak terkunci namun dia melihat apa yang seharusnya tidak dia lihat.

Leo menatap Karin dengan sendu dan takut. "Apa yang kamu lakukan padanya?" Suara lantang keluar begitu saja.

4 orang laki laki dewasa sontak menatap kearah Karin. "Kalian keluarlah" teriak seorang lelaki yang meminta 3 orang lainnya termasuk Leo untuk keluar.

Ya! 1 orang yang tersisa adalah orang yang dikenal karin, yang memiliki pekerjaan yang sama. "Karin, aku tidak menyangka kita akan bertemu disini"

"Iya aku juga tidak menyangka, akan melihat dirimu yang sebenarnya dibalik topeng ramah yang selalu kamu perlihatkan"

Laki laki itu bernama Ed seorang artis yang dikenal sangar sopan, dan sering menyumbangkan uangnya untuk amal sehingga disukai banyak orang bahkan dikalangan orang tua sekalipun. Ed mendekati Karin, "begini, apa yang kami liat saat ini aku harap kamu melipakannya"

Karin menghela nafas "kamu tau, leo adalah keluarga suamiku"

"Aku tidak tau, jika aku tau aku akan memilih orang lain, jadi bisakah kita lupakan saja"

"Tidak, aku akan menuntumu"

Ed langsung menarik Karin kearah sofa dan mengunci pintu dari dalam. "Apa yang kamu lakukan ed"

"Aku berusaha berbicara dengan baik, tapi kamu yang memaksaku"

Ed membuka sedikit kancing kemeja karin dengan paksa dan menjatuhkan dkrinya ke sofa sambil menarik karin sehingha mereka terjatuh di posisi karin diatas Ed, denga kasar Ed meraih kepala Karin dan menekannya hingga bibir mereka bersentuhan, tangan kanan Ed sehera memotret dirinya sendiri bersama karin seakan karin sedang menciumnya.

Karin mendorong Ed sekuat tenaga, dan menampar dengan kuat. "Berani beraninya kamu" dengan air mata menetes

"Kamu yang membuatku mengambil cara ini, jika kamu berani berbicara dengan siapapun, foto ini akan tersebar luas, kamu akan dianggap pelacur oleh semua orang termasuk bagi penggemarmu sendiri"

Jangan lupa vote dan koment. Semakin banyak komentar kalian, autor akan semakin bersemangat untuk melanjutkan cerita..

Vote dan koment kalian akan sangat berguna untuk author..

the imagination of naughty boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang