Semua bertahan dengan keegoisan masing masing. mempertahankan harga diri yang masih tersisa.
Di layar hp setidaknya ada belasan panggilan tak terjawab yang salah satunya dari ayahnya sendiri.
Tentu saja kepulangan Karin ke rumah ayah dan ibunya menimbulkan tanda tanya di mata publik juga keluarga besarnya. Ini sudah 4 hari semenjak karin tidak lagi pulang ke rumah.
Rasanya sunyi, senyap dan membosankan tinggal dirumah itu sendiri. Vano memilih berkumpul dengan teman-temannya di tempat karaoke, namun tempat itu hanya membuatnya semakin pusing.
Bahkan wanita-wanita cantik yang menemaninya sama sekali tidak menarik. Jika hanya cantik tentu karin jauh lebih cantik dimata Vano.
Rasa rindunya tidak mampu dia tahan lebih lama lagi, dengan terburu-buru Vano mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Tanpa dia sadari dia melaju melebihi batas, sehingga ketika ada orang yang menyebrang dari kejauhan dia langsung menginjak remnya kuat-kuat, namun itu tidak mampu untuk menghentikan laju kendaraan, dengan cepat vano membanting setir membuat mobil itu oleng dan menabrak tiang listrik di pinggir jalan. (ini bukan kesalahan tiang listriknya ya.. dan gak sampek di bawa ke rumah sakit juga)
Gadis itu berteriak dan segera mendekati mobil sport berwarna hitam.
"Kamu nggak paapa?" Sambil mengetuk ngetuk kaca
Vano masih sadar, dia tidak mengalami luka serius, hanya mobilnya nampak ringsek di bagian depan. kepala dan lengan kirinya sedikit terasa sakit.
Tempat itu cukup sepi, gadis itu kaget dan mengenali wajah vano, wajah yang sering terpampang diinternet dan koran.
Setelah memastikan gadis itu baik baik saja, vano kembali melajutkan mobil ke arah rumah Karin. Kedatangannya tentu membuat heboh keluarga Karin ditambah dengan kondisi mobil yang sedikit hancur.
"Aku perlu bicara dengan karin ma" ucapnya pada ibu karin.
Ibunya terlihat bingung tidak menyangka jika vano akan datang ke rumah secara tiba-tiba.
"Dia di kamar" ucap salah seorang pembantu dengan celemek hijau terang
Dengan kilat Vano berjalan menuju kamar Karin, tanpa sempat menyapa mertuanya. Dengan gegabah dia membuka pintu kamar itu, dilihatnya sang istri tengah duduk di samping kasur dengan setelan piyama merah lekat.
Sesekali karin mengucek mata memastikan, itu sebuah khayalan atau nyata.
"Ini aku" ucap Vano
Karin masih terdiam tanpa berani menatap langsung ke arah vano, tangannya nampak memainkan kuku.
"Aku minta maaf, aku cemburu, aku emosi tanpa sadar dengan ucapanku"
Gadis itu tetap tidak merespon dan juga tidak ada pergerakan kecilpun terlihat.
"Aku bodoh, aku minta maaf"
Vano masih berusaha, dia tidak tau apa gadis dihadapannya itu mendengarkan ucapannya atau tidak.
"Aku gagal membuatmu bahagia, dan kita selalu berakhir dengan pertengkaran.. ini semua karena ke kuranganku. Aku benar benar menyesal, kamu tau bukan itu maksudku"
Gadis itu masih diam, dan membuat Vano putus asa. Dia terlalu bodoh, merayu saja tidak bisa.
"Apa maafku di tolak?"
Hanya rasa dingin akibat AC ruangan yang kencang. Pertanyaannya benar benar tak di gubris, vano merasa tidak dibutuhkan saat itu. Dengan lemas dia berbalik, berjalan pelan keluar.
"Aku mencintaimu" suara itu terdengar pelan dan sayub. Namun vano mendengarnya dengan jelas, karena ruangan itu sangatlah tertutup.
Dia menoleh ke arah Karin yang masih duduk dengan wajah menunduk.
"Aku sangat mencintaimu" ucap karin lagi.
Vano bingung bagaimana cara menanggapinya, bibirnya tertutup rapat, Jantungnya berdegup kencang, bisa di bilang ini pertamakali vano mendengar kalimat itu.
"Tidak bisakah kamu membuatku sedikit terlihat lebih berharga? Kamu bahkan tidak pernah mengucapkan kata kata itu padaku" tambah karin, kali ini dia berdiri dan menatap langsung ke arah Vano
"Karena kamu sangat berharga, sehingga aku ada disini saat ini" jawab vano.
Karin tersenyum kecut "kamu mencintaiku?" Tanya karin dengan ekspresi tidak percaya diri.
"Karena itu.. aku berada disini saat ini" ulangnya
Yang ingin didengarkan oleh karin adalah pengakuan bukanlah kalimat ambigu. Sehingga dia merasa tidak puas dengan jawaban yang di berikan oleh Vano.
"Aku bukan gadis yang akan mengerti pribahasa dan kalimat ambigu" ekspresi kekecewaan muncul di wajah cantik tanpa make up saat itu.
"Haruskah mengatakannya dengan jelas? Tidakkah kamu bisa merasakannya?"
Karin menggeleng "aku tidak bisa merasakannya" nadanya mulai meninggi lagi
Vano menarik nafas dalam "Aku mencintaimu dan ingin menciummu saat ini"
Kalimat itu dengan kilat terdengar, alis karin terangkat Seakan tidak percaya dengan indra pendengarannya sendiri.
"A apa kamu bilang?"
Tatapan dari mata indah itu benar benar membuat Vano terpesona. Dia tidak akan ragu lagi, untuk melakukan semua yang dia inginkan.
Tangan kanannya meraih tangan kiri karin, sembari memberikan belayan lembut di jari jemarinya.
Dengan cepat vano maju dan mendekatkan wajahnya membuat hembusan nafas lawannya terasa. "Aku mencintaimu.. istriku" setelah kata kata itu bibir mereka beradu. Menikmati alunan nafas hangat, rasanya waktu terhenti selama beberapa waktu
"Krek" terdengar bunyi pintu "nyonya ini cucian...." suara itu terhenti
Vano segera menjauh dari Karin, pembantu karinpun terdiam "aku tidak melihat apapun, silahkan dilanjutkan" ucap pembantu itu sembari menggaruk kepala "oh aku masih punya banyak pekerjaan" tambahnya sambil berlari dari tempat itu.
Sungguh vano merasa malu, begitu juga dengan Karin.
"Pembantumu sangat tidak sopan.." ucap Vano
"Dia lupa jika aku sudah memiliki suami.. dia sudah terbiasa seperti itu" jelas karin.
"Kalau begitu mau pulang kerumah?"
Karin mengangguk sambil tersenyum. Melihat anaknya mulai akur tentu ibu dan ayah karin bahagia. Sebelumnya ibu karin mengira pernikahan anaknya akan hancur, dan bahkan dia sempat memarahi suaminya karena menjodohkan karin dengan vano yang awalnya sama sama tak memiliki perasaan apapun pada anaknya
KAMU SEDANG MEMBACA
the imagination of naughty boy
RomanceKarin dan vano terpaksa menikah karena beberap hal,semua terlihat begitu mudah saat dimulai.. Namun seseorang yang berwajah sama seperti suaminya datang dan merusak semua tatanan yang ada. Vano menikahi karin agar perusahaan orang tuanya tidak jatuh...