Tersiksa

7.7K 173 15
                                    

Mendung semakin menutupi langit, matahari tidak lagi menerangi bumi tengan pancaran panas yang menyengat. Sebuah telfon yang baru saja masuk membuat Karin terburu-buru kembali ke rumah orang tua Vano. tidak dia sangka suaminya tiba secepat itu. Kabar burung begitu cepat tersebar di penjuru kota.

Sebelum masuk rumah karin mondar mandir beberapa kali di halaman, mencari sebuah kata yang pas untuk menjadi alasan, dia kadang berfikir jujur akan lebih baik. Tapi bagaimana jika Leo benar-benar berani, karin semakin yakin ketika melihat beberapa bekas luka di pergelangan tangannya. Karin juga tau bahwa ayah leo lebih kasar dari ayah Vano.

Karin menunduk masuk ke ruang keluarga, ibu, ayah, paman, istri paman dan kedua anak pamannya dan juga Vano sudah duduk di sofa menunggu.

"Apa yang terjadi" kalimat pembukaan yang cukup mengerikan, Karin bahkan masih berdiri belum sempat duduk.

"Bisakah kita bicara berdua"

Vano menggeleng, "disini saja biar kita disini semua tau masalah apa yang sebenarnya terjadi".

Di sudut sofa Leo menunduk lesu, wajah ketakutan, tatapan memohon membuat Karin tidak mampu mengatakan yang sesungguhnya, terutama disana seluruh keluarga sedang berkumpul.

"Kenapa kamu diam"

Mungkin begini perasaan seorang tersangka di pengadilan "tidakkah lebih baik kita membicarakannya dulu berdua Vano"

"Apa yang kamu sembunyikan, jika kamu memang tidak berbuat salah apa sulitnya menjelaskan semuanya disini"

Ekspresinya sangat dingin, begitu menusuk seakan Karin ingin segera pergi. Anggota keluarga yang lain hanya diam, hanya ibu Vano yang berusaha berbicara.

"iya nak, bagaimana jika kamu bicarakan dulu bersama istrimu"

"Tidak ma.. apa salahnya disini, jika memang dia tidak melakukan kesalahan"

Hembusan nafas berat terus keluar "aku tidak bisa mengatakannya disini"

"Kenapa?"

"Tidak bisa"

Vano tidak puas dengan jawaban karin "kalau kamu bahkan tidak bisa menjelaskan itu artinya kamu memang bersalah"

"Aku tidak melakukannya"

"Kalau begitu jelaskan"

"Aku tidak bisa"

Vano mulai emosi, wajahnya memerah "tidak bisa menjelaskan atau memang tidak ada yang bisa kamu jelaskan"

Yang baru saja keluar terdengar bahwa Vano bukan menanyakan apa yang baru saja terjadi melainkan sebuah pengakuan hal yang sama sekali tidak Karin lakukan. "Kamu mempercayai kabar itu?"

"Ada bukti. Bagaimana denganmu? Kamu bisa menjelaskannya? Buktikan jika kamu tidak bersalah"

"Kamu tidak mempercayaiku. Aku berusaha menjelaskan aku hanya ingin kita berdua saja yang membicarakannya lebih dulu"

"Kamu itu hanya ingin lari dari masalah, mengulur waktu untuk mencari cara agar dirimu lolos"

Genangan air mata mulai berkumpul "kalau harus disini, di depan keluargamu aku hanya bilang (aku tidak bisa mengatakannya di sini)"

Vano bangun dari posisinya "kalau begitu artinya kamu mengakui"

"Terserahmu mau bilang apa"

"Dasar wanita jalang, berani-beraninya kamu...." bibir Vano bergetar dipenuhi rasa marah dan cemburu. Bagaimana bisa ditinggal beberapa hari, Karin bisa setega itu.

"Aku memang jalang terus kamu bisa apa? Hah?"

"Aku tidak akan bertahan denganmu"

Ibu Vano segera maraih tangan Vano agar tidak terlalu terbawa emosi namun Vano menepisnya, sang ayah hanya diam tidak bisa menjadi penengah.

"Lalu" tidak banyak yang bisa dikatakan oleh Karin

"Aku akan menceraikanmu"

Cukuplah wudah, air mata langsung mengalir.. Karin berbalik berjalan kearah pintu tanpa pembelaan, hujan turun dengan lebat tepat saat kakinya menyentuh tanah. Itu bukan lagi sebuah hambatan, karin berlari keluar ditengah derasnya hujan seorang diri.

Vano terduduk lemas, tante dan ibunya berusaha menyuruhnya untuk mengejar Karin, tapi dia enggan apa yang barusaja dilakukan Karin membuatnya sangat kecewa.

Karin terus berjalan menyusuri jalanan sepi, hanya ada beberapa mobil berlalu lalang. Sesaat air tidak mengenai tubuhnya, sebuah payung hitam melindunginya dengan seorang lelaki yang dia kenal.

"Ini semua salahku" Ed menatap Karin dengan iba.

"Aku tidak melindungimu, aku hanya melindungi anak paman"

Hujan masih sangat deras dengan tiupan angin kencang. "Jika kamu mau aku akan mengatakan yang sesungguhnya"

"Jangan berani melakukannya atau apa yang menimpaku hanya akan sia-sia, cukup kamu jaga Leo jangan sampai dia terkena masalah sama sepertiku"

Ed diam, memberikan kunci apartemennya "aku bisa tinggal dimanapun"

Karin menolak, itu terlalu beresiko. Ed menghentikan sebuah taksi dan memberitahu Karin untuk menginap di sebuah hotel milik teman dekatnya. "Setidaknya dia akan membantumu, agar wartawan tidak tau keberadaanmu, aku harap kamu tidak menolaknya"

Karin menerima ide itu, menelfon Tania yang mungkin bisa menjeputnya. Sebuah pesan masuk dari Vano, Karin hanya berani membaca dari atas yang berisi.

Surat cerai akan aku kirimkan besok pagi.

Adakah yang tau seberapa hancurnya perasaan karin saat ini?

Jangan lupa vote dan komennya..
Hal itu sangat bermanfaat bagi penulis

the imagination of naughty boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang