cerita

7.8K 163 8
                                    

Menunggu adalah hal yang sangat mengerikan, setidaknya untuk hari ini. Hanya dengan menggunakan sweter tipis, Karin dengan kencang mengendarai mobil miliknya seorang diri tanpa mengajak siapapun.
Dengan berbekal informasi dari salah satu adik temannya dia berhasil menemukan alamat Leo.

Seorang satpam memberhentikan laju kendaraannya tepat di depan pagar rumah yang cukup megah.

Dengan tergesa-gesa karin keluar meninggalkan mobil yang masih menyala, diikuti panggilan satpam.

"Tok tok" menggendor pintu tanpa jeda.

"Kak karin?"

"Apa vano beneran pulang? Apa dia sudah naik pesawat kemarin? Lalu apa kamu sudah mendapat kabarnya?"

Leo sedikit terperangah dengan cercaan pertanyaan, hingga kemudian tersenyum. "Kak Vano baik-baik aja dia ketinggalan pesawat"

Karin menghela nafas perlahan, sedikit lega. Walaupun rasanya belum puas jika belum melihat Vano. Karin menunggu hingga matahari terbenam, vano yang sedang membeli hadiah untuk ayah dan ibunya tak kunjung datang.

"Aku akan mencarinya" membuat keputusan setelah menunggu cukup lama.

2 jam mengelilingi area yang berbeda, mobil karin mulai kehabisan bensin, begitu juga dengan baterai ponsel.

Di sebuah gang sepi dan kecil tepat di seberang jalan dia melihat seorang laki laki berkemeja yang nampak seperti Vano. Karin keluar memanggil hingga laki laki itu melirik ke arahnya.

"Karin? Apa yang kamu lakukan disini?" Dengan sedikit berteriak.

Karin mendekat dengan berlari kecil kemudian memeluk vano "Bagaimana denganmu?"

Vano tercengang "Aku tersesat, dan aku kehilangan dompet dan ponsel milikku. tidak bisa memesan taksi bahkan mencari lokasi" berusaha menjelaskan situasi.

Dari arah samping, di kejauhan terlihat sekitar 8-10 orang mendekati vano. Karin mengenal salah satu diantara mereka, yaitu David. Belum sempat bertanya 10 orang itu langsung menyerang Vano diantara gelapnya malam.

Karin hampir tidak bisa melihat jelas wajah mereka satu persatu. Sementara vano terus berteriak bahwa karin harus menjauh dan berusaha mencari bantuan. Tapi yang pasti Karin tau bahwa Vano tidak akan mampu mengatasi semua yang terjadi seorang diri. Walaupun dia mampu mengalahkan 3 orang pada akhirnya dia terjatuh saat sebuah pisau tajam menancap di perutnya.

Melihat darah berceceran 10 orang laki laki itu berlari pergi, meninggalkan vano yang terjatuh di pinggir jalan. Karin berteriak, berlari dan langsung mendekap tubuh vano.

"Vanooo...."

Vano masih membuka matanya, menekan tangannya di area luka untuk menutup pendaharan. Tetapi luka itu terlalu dalam, keringat dingin dan bibir pucat yang terlihat, kalimat panjang tidak mudah untuk diucapkan.

Karin tidak bisa meninggalkan Vano begitu saja sembari mencari bantuan, dia hanya bisa menunggu Leo yang sudah dia hubungi sebelum kehabisan batre ponsel dan berhasil mengirim lokasinya berada.

"Bertahanlah leo akan datang, bertahanlah sebentar lagi.."

Vano sadar dengan apa yang dia rasakan saat ini. Rasanya mustahil walaupun dia berusaha sekuat mungkin. "Kamu...." kalimatnya terputus disela sela tarikan nafas berat di bibirnya "mengapa hanya menggunakan sweeter?"

"Apa?" Tidak yakin dengan apa yang di dengan.

Vano berusaha mengambil jeda untuk bernafas "dingin.. malam ini sangat dingin"

"Ini bukan waktunya mencemaskan hal sepele seperti ini"

Vano berusaha tersenyum "tidak ada yang sepele..." pembicaraannya kembali tertahan "yang menyangkut dirimu"

Sementara air mata di pipi karin tidak mampu lagi dibendung. Apa yang dia lihat saat ini membuatnya kembali takut.

Dengan susah payah tangan kiri vano membelai pipi karin, dan menatap gadis itu dengan sayu "dengarkan aku..." suara vano terdengar semakin berat "jika sesuatu yang buruk terjadi... yang hidup harus tetap menjalani kehidupan sebagaimana mestinya".

Karin semakin tersedu sedu "berhentilh berbicara, bertahanlah jika kamu bertahan aku akan menerimamu, aku tidak akan meninggalkanmu.. jadi bertahanlah" dari arah berlawanan mobil yang dikenali karin mendekat. "Leo sudah datang, kamu akan baik2 saja"

Leo sangat tercengang melihat kakaknya tergolek lemas berlumuran darah. Dalam 5 menit ambulans datang dari rumah sakit terdekat.

Semakin lama vano semakin lemas, dia kehabisan banyak darah.

"Maafkan aku"
Suara itu terdengar sayu.

"Berhentilah berbicara.. aku yang bersalah, aku bersalah hanya terus memikirkan diriku" ucap karin sambil terus menangis.

Suara nafas Vano semakin berat, tangan kirinya menggenggam erat sebuah kunci kecil. Diperjalanan mulut Vano mulai mengeluarkan darah, karin terus mendekap vano.

Ambulans berhenti ketika sampai dirumah sakit, tapi disana vano sudah tidak menunjukkan reaksi apapun.

"sorry, he was beyond help"

Tubuh karin terkulai lemas. Semua terasa seperti mimpi. Dadanya terasa sesak, terasa begitu sangat sesak. Air mata terus menetes tanpa satupun kalimat yang mampu terucap.

Part tambahan akan ada 1 part lagi mengenai penjelasan beberapa hal yang ada di part terakhir ini

the imagination of naughty boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang