masalah

48.9K 882 5
                                    

Sinta langsung mencium bibir vano dengan mesra sambil melingkarkan tangannya di leher laki laki itu.

Brak!! Sebuah tas jatuh kelantai berhasil menghentikan kegilaan yang dilakukan Sinta, terlihat karin menjatuhkan tas yang dia pegang.

Karin juga terlihat kaget "apa yang kalian lakukan disini?"

"Ka karin.. ini.." bibir Vano terasa berat dan sulit untuk mengeluarkan sebuah kalimat.

Belum selesai berbicara Karin berlari sambil menjinjing gaunnya.

Vano berusaha mengejar namun Sinta menghentikannya "jangan mengejarnya"

Sejenak vano bimbang dan bingung, namun akhirnya dia melepas tangan Sinta dan berlari mencari Karin keluar gedung.

Dia menatap area gedung yang luas, dia juga mendapati supir dan mobilnya tidak ada pertanda gadis itu sudah pergi.

"Vano" terdengar panggilan seorang laki-laki tua

Ayahnya terlihat berjalan cukup cepat kearahnya dengan sang ibu.

"Apa yang kamu lakukan pada istrimu..? Hingga gadis itu menangis?"

Vano tidak menyangka bahwa Karin juga akan menangis "Dia salah faham ayah"

"Jangan bilang ini ada sangkut pautnya dengan sinta" tanyanya

Vano hanya diam tak bergeming, dia tidak melawan ataupun menjawab, dia memang salah.

Plak!
Tamparan keras dia terima, bahkan sang ayah tidak puas dengan hanya menampar anak pertamanya, dia juga ingin menendang Vano namun sang ibu menahannya.

"Anak bodoh.." ucap ayahnya sebelum pergi.

Vano harus segera pulang dengan mencari taksi. Saat tiba dia bingung dan terus mondar mandir di depan rumahnya sendirk. Bingung apa yang harus dia lakukan dan bagaimana caranya menghadapi Karin.

Dia memberanikan diri untuk masuk, ruang tengah nampak sepi kemudian dia masuk kedalam kamar. Disana Karin juga tidak ada akhirnya dia keluar lagi dan tepat mereka berpapasan.

"Karin"

"Buatin aku kamar disini" sambil menunjuk lantai.

Rumah Vano memang sangat luas, hanya saja rumah itu didesain untuk menyediakan satu kamar karena sejak awal vano tidak berniat menikah setelah patah hati.

"Kamar? Bagaimana kata ayah nanti"

"Bilang aja buat tamu"

"Kenapa tiba-tiba?" Tanya vano

Karin mendengus "aky udah lama mikir, dan gimana aku bisa satu kamar sama cowok yang suka nyiumin cewek sesuka hatinya?"

Sindiran itu cukup keras dan cukup mudah dicerna oleh Vano.

Vano memegang bahu Karin perlahan "Ini nggak seperti yang kamu lihat" berusaha menjelaskan.

"Kamu nggak bisa hargai aku?"

"Apa maksudmu? Aku bisa jelasin"

"Jelasin apaan? Setidaknya jangan buat aky malu.. gak sabar nahan kangen? Lakuin aja dihotel supaya gak ada yang tau.. apa perlu aku yang nyiapin semuanya?" Batas kesabaran karin sepertinya sudah habis.

"Jadi kamu kayak gini karena malu? Dan takut ketahuan orang?"

Karin balik bertanya "Jadi maumu?"

Vano menarik nafas dalam-dalam dan perlahan menghembuskannya menahan kesal.

"Oke lain kali aku pesen hotel. Tenang aja.. gak perlu buat kamar, aku bisa tidur di hotel tiap malam" jawaban yang keluar dari bibir Vano tidak sepenuhnya serius, dia hanya sedikit kecewa dengan jawaban Karin.

Vano langsung mengambil jaket dan membawa hp beserta kunci mobil.

Karin membiarkan laki laki itu pergi hatinya terasa sakit tanpa alasan pasti. rasanya dia mau marah dan menangis sekaligus bersamaan





the imagination of naughty boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang