bersikap baik

43.4K 640 7
                                    

Mereka memarkir mobil barunya di parkiran restoran. "Pastikan kamu nyetir dengan benar" ancam karin

Dia tidak ingin sang suami kecelakaan lagi seperti sebelumnya.

Mereka kembali berkumpul, ibu karin memintanya untuk makan bersama.
"Mama udah makin tua loch"

Ucapan ibu karin membuat karin dan vano kembali meletakkan sendok yang berisi potongan daging.

"Iya ayah sudah semakin tua juga" tambah sang ayah

Ini sebuah tanda, sebuah peringatan, yang hampir ditakuti semua pasangan yang usianya yang masih sangat muda.

Memiliki seorang cucu mungkin menjadi idaman semua ibu dan ayah yang anaknya sudah menikah. Kehadiran anak kecil di rumah mungkin bisa merubah beberapa hal menjadi lebih ramai, indah dan tentram.

Sesekali vano menelan ludah, jangankan memiliki seorang anak. Menyentuh karin saja rasanya tak pernah.

"Apa perlu mama beliin obat manjur? Yang dulu diminum ayahmu?"

Vano tersedak mendengar ucapan mama karin. Nampaknya kedua orangtua karin tidak mau mengalihkan pembicaraannya sama sekali.

"Ngomongin apaan sih ma.. vano itu lemah.. dikasih obatpun percuma.. liat tuh gara-gara mama ngomongin cucu terus dia sampek keselek makannya"

Jawaban karin bukannya membantu vano tapi malah semakin menyudutkan. Vano hanya membalas ucapan karin dengan senyum walau sebenarnya sangat menjengkelkan. Dia masih mampu bertahan hingga semua selesai makan dan membawa karin pulang ke rumah.

Dengan nafas berat karin membaringkan tubuh di kasur empuk yang sangat dia sukai. Rasanya berbeda dengan kasur yang ada di rumah.

"Ini nggak bakal berhasil deh" karin membuka pembicaraan

"Apanya?"

"Kamu tau ayah sama mamaku tiap hari ngomongin cucu mulu.. pusing kepalaku" sembari memijat mijat kepalanya sendiri

Vano hanya tersenyum, dia tidak bisa membayangkan gadis seperti Karin membesarkan seorang anak sementara sikapnya sendiri masih kekanak kanakan.

"Nggak usah di pikirin.. iyain aja"

Karin menghampiri vano yang mengeluarkan beberapa kertas dari dalam tas. "Nanti mereka nagih terus"

"Terus mau gimana.. mau buat?"

Mata karin seketika berhenti berketip, apa yang diucapkan vano mempu membuat imajinasinya pergi melayang setinggi tingginya.

"Buat apa..? aku nggak ngerti.. masih polos aku" sembari pergi keluar dengan membawa handuk.

Setidaknya vano bisa tidur nyenyak hari ini. Dia akui, seharusnya sejak kemarin dia tidak perlu bertengkar hanya karena cemburu.

Vano beranjak kedapur untuk sekedar mengambil air di kulkas yang kemudian dia minum dengan cepat. Terik matahari di jalanan memang sangat menyengat setiap kulit yang terkena sinarnya.

Setelah selesai mencuci muka Vano segera kembali ke kamar, pintu yang tidak tertutup membuat vano melihat dengan jelas saat istrinya memakai tanktop ketat dan celana pendek sepaha.

Perlahan tanpa suara vano maju mendekat. Tanpa karin sadari tangan laki laki yang ada di belakang sudah melingkar dia pinggangnya.

Karin kaget dan tidak bergerak sedikitpun, tidak adanya penolakan membuat vano semakin berani, dia memeluk tubuh mungil itu semakin erat.

"Kamu kenapa?" Tanya karin

Vano meletakkan dagu di bahu gadis itu dengan pipi yang menyentuh rapat dengan sang istri. "Kamu tau? Berapa lama aku ingin memelukmu?"

"Kamu bisa melakukannya" ucap karin.

Vano tersenyum, karin bebalik menghadap laki laki yang tengah berdiri di depannya.

"Bagaimana jika aku ingin menciummu" tanya vano

"Lakukanlah"

"Bagaimana jika aku ingin memelukmu setiap saat" tanyanya lagi

"Lakukanlah"

"Lalu bagaimana jika aku...." vano tidak mampu mengucapkannya "aku... menginginkan tubuhmu saat ini" vano benar benar berusaha percaya diri dan sudah pasrah jika gadis di hadapannya marah.

"Maka.." ucapan itu terhenti sejenak "lakukanlah"

Mulut vano menganga lebar "kalo tau segampanh ini udah dari dulu aku mintanya"

"Kalo dulu kamu berani minta..."

"Kenapa"

"Udah gak idup dari sekarang"

Vano tersenyum sambil mendekap Karin

the imagination of naughty boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang