Satya

646 49 9
                                    

Satya bangun lebih pagi, tidak biasanya memang. Biasanya ia akan bangun setelah Susan memarahinya, biasanya ia akan bangun ketika Sarah sudah menganggunya dan berakhir dengan disiram air oleh Sarah. Sarah memang terlihat kejam, tapi ia memang senang mengganggu abangnya itu.

Setelah mandi dan menggunakan seragam, ia memilih sepatu yang akan ia gunakan kesekolah hari ini. Pilihannya jatuh kepada sepatu berwarna abu-abu dengan tanda ceklis. Lalu ia menuruni anak tangga.

"pagi mah" sapanya.

Susah terlonjak kaget, bagaimana tidak ia melihat Satya yang sudah rapi sepagi ini. Susan memicingkan matanya,  ia aneh melihat Satya yang sangat ceria pagi ini. Entah siapa yang membuatnya seperti ini.

"ada yang perlu Satya bantu?" tanyanya seraya mendekat kearah mamahnya itu.

Belum sempat mendekatkan dirinya, Susan sudah memerintahkan Satya untuk tidak mendekat. "gausah, nanti kamu bau bumbu" ucapnya.

Satya tetap mendekat, bukan untuk membantu Susan melainkan hanya untuk mencium pipi Susan sekilas. Setelahnya Satya kembali ke meja makan menunggu sampai sarapan itu jadi.

Sarah yang baru saja menuruni anak tangga, melihat ada keanehan dipagi hari ini. Bagaimana tidak, sepagi ini ia melihat abangnya itu sedang duduk dengan sambil memainkan ponselnya. Sesekali Satya tersenyum.

"kesambet apa bang?" tanya Sarah keheranan.

Satya menengadah dan tersenyum melihat Sarah.

Aneh ucap Sarah dalam hati.

"mah abang kesambet apa si?" tanya Sarah sedikit teriak agar terdengar Susan yang berada di dapur.

"hust! Adek ngomongnya ga boleh gitu" ucap Susan yang sedang membawa sarapan paginya.

Setelah makan, Satya pamit untuk berangkat sekolah, lagi-lagi Sarah memicingkan matanya. Abangnya itu memang benar-benar aneh. Biasanya Satya akan berangkat lima menit sebelum jam 7. Padahal Sarah sudah yakin bahwa itu sudah telat. Pagi ini Sarah malah melihat abangnya itu berangkat jam enam pagi.

Satya pasti sudah gila, pikir Sarah.

Satya menyalimi tangan mamanya itu, lalu ia menjulurkan tangannya pada Sarah. "salim" perintahnya, lalu Sarah menurut saja untuk menyalimi abangnya itu. Walaupun dalam hati ia malas sekali salim kepada abangnya itu.

*

Semburat matahari masuk lewat jendela, perlahan Anin membuka matanya. Ia masih ingin tertidur rasanya, tidur semalam tidak nyenyak baginya. Bagaimana Anin bisa tidur sedangkan ada hal yang ia pikirkan.

Pertama, ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya beberapa hari belakangan ini. Pertemuannya dengan Satya, berkenalan, dan bodohnya Anin memeluk Satya hanya karna takut petir. Jika mengingatnya Anin jadi malu sendiri.

Kedua,  soal Bima yang mengatakan bahwa Anin terpilih menjadi tim medis sekolah. Seharusnya siswa lain akan bangga dengan itu semua, menjadi suatu kehormatan dipilih oleh pihak sekolah. Tapi tidak bagi Anin, bukannya senang Anin malah ingin menolaknya. Lagipula kenapa pihak sekolah tidak mengajukan eskul PMR saja. Kenapa harus ada nama Anin daftar itu?

Ketiga, karna Satya akan menjemputnya pagi ini. Lagipula sebenarnya tidak penting untuk dipikirkan, toh juga Anin tidak percaya kalau Satya akan menjemputnya.

Mengingatnya, sontak membuat Anin mengubah posisinya menjadi duduk bersila. Melihat jam, masih jam 6 pagi. Lalu ia beranjak, menuju kamar mandi. Berkali-kali ia katakan dalam otaknya, tidak mungkin Satya menjemputnya. Tapi semakin ia mengelak itu semua, malah semakin membuatnya resah sendiri.

DEJA'VU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang