Satya

552 46 6
                                    

Susan berulang kali menegur sikap Satya kepada Nabila dirumah sakit tadi, namun Satya hanya diam mendengarkan ocehan mamanya itu. Jika sudah menyangkut dengam Nabila, mamanya itu selalu bawel. Mengatakan kalau Nabila ini lah itu lah, mengatakan kalau Satya perlu jaga Nabila. Toh Nabila sudah besar dan Mandiri tidak perlu di jaga layaknya anak kecil, pikir Satya. Susan juga sering mengatakan bahwa Nabila cantik, pintar, baik dan lain sebagainya, Satya tentu saja tahu maksud Susan itu. Pasti agar Satya menyukai Nabila.

"kamu itu ga boleh gitu ke perempuan, hati dia itu lembut jangan kamu sakitin" ucap mamanya.

"kalo dibaikin nanti ngelunjak mah" ucap Satya santai.

"kamu itu kalo ngomong ga pernah dijaga" ucap Susan mengingatkan Satya. Namun lihatlah Satya sekarang, ia malah tetap santai mengemudi. Ia bukan tidak ingin mendengarkan mamanya itu, namun semakin ia mengikuti kemauan mamanya, semakin ia merasa tertekan, seakan tidak ada ruang untuk menentukan apa yang Satya mau. Satya merasa sudah besar dan tidak perlu selalu diingatkan, karna Satya yakin, mau sebandel apapun dia, Satya akan selalu ingat ucapan mamanya. Setidaknya selama ini ia sudah mengikuti apa yang mamanya mau. Dekat dengan Nabila, contohnya.

Namun semakin kesini, Satya justru ingin keluar dari zona itu. Satya ingin punya pilihan sendiri, tentunya jauh dari Nabila. Karna dalam hidupnya Satya berprinsip bahwa kesalahan tidak bisa diulang dua kali dalam hidup, kesalahan pertama dijadikan pengalaman agar ia terhindar dari kesalahan yang sama.

Satya berpikir, kalau dia selalu seperti ini kepada Nabila, yang ada kesalah pahaman sewaktu masa SMP akan terulang lagi. Satya tidak mau itu terjadi.

"Satya itu udah besar, Satya bisa tentuin sendiri buat suka sama perempuan" ucap Satya.

"lho, emangnya kamu gak suka sama Nabila?" tanya Susan.

"Satya udah punya pilihan sendiri, dan mama gabisa paksa buat Satya suka sama Nabila"

"jadi kamu sudah ada pacar?" seperti halnya ibu-ibu kebanyakan, Susan berubah menjadi manusia super kepo untuk urusan percintaan anaknya.

Satya mengangguk mantap, walaupun sebenarnya ia belum yakin akan keterima atau tidak, yang jelas hatinya sudah meyakinkan pada satu nama. "nanti Satya kenalin ke mama" ucapnya.

Disini Susan sadar, bahwa selama ini dia egois, dia hanya mementingkan dirinya, perasahabatannya dengan Tania—maminya Nabila, keinginannya untuk menjodohkan Satya dan Nabila ketika dewasa. Seharusnya ia sadar akan hal itu, bahwa Satya memang tidak menyukai Nabila.

Disatu sisi, Satya diam menunggu ucapan mamanya. Ini pertama kalinya Satya membicarakan soal perasaan kepada mamanya. Ia biasanya membicarakan hal serius seperti prestasi, proses belajar, masalah kuliah dan lainnya diluar masalah pacar. Namun menurut Satya, malam ini adalah hari yang tepat untuk mengatakan ini, setidaknya Satya berharap Susan akan mengerti perasaannya ini. Satya berharap setelah ini Susan tidak akan menjodoh-jodohkan Satya dengan Nabila.

"maafin mama nak, mama cuma mau yang terbaik buat kamu, tapi mama salah, karna setiap hati tau meletakkannya dimana dan itu ga bisa di paksakan sesuai kemauan orang lain" ucap Susan.

Satya menggenggam tangan Susan. "mama ga salah, Satya yang gak pernah cerita soal beginian ke mama" ucap Satya.

"mama mau kenal sama perempuan yang udah buat anak mama jatuh cinta" kata Susan seraya tersenyum.

Satya mengacungkan jempolnya pada Susan, kali ini ia merasa yakin untuk nantinya mengenalkan Anin kepada Susan. Ya Anin lah yang sudah membuat dirinya jatuh cinta untuk pertama kalinya.

*

Hari ini Anin kembali untuk tidak masuk sekolah karna demamnya belum juga turun, sepertinya Anin memang butuh banyak istirahat. Banyaknya tugas sekolah yang harus ia kerjakan ditambah lagi tugasnya semakin menumpuk belakangan ini karna ia ikut eskul PMR, buktinya baru terkena hujan seperti itu saja ia sudah sakit seperti ini.

DEJA'VU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang