Satya

366 33 0
                                    

Adam benar-benar seperti orang yang kehabisan napas, hanya duduk diam sambil selonjoran. Makanan yang dia pesan ia habiskan dengan terpaksa, padahal perutnya sudah ingin meledak rasanya. Apalagi sherina juga memesan banyak dan terpaksa Adam yang harus menghabiskan.

Sedangkan Adinda punya siasat agar makanannya tidak mubazir terbuang, dia memberikan 3 piring makanannya untuk anak kecil yang mengamen ketika mereka makan. Yang penting makanan abis dan ia tidak kena hukum cuci piring.

Anin hanya diam setelah selesai makan batagor, itupun rasanya sudah kenyang. Tapi kalo untuk traktir ice cream seperti biasanya masih cukup tempat.

"mau makan apalagi biar aku pesenin?" Satya menyikut lengan Anin pelan.

Anin menoleh. "gausah, aku kenyang"

"eh sumpah gue gak bisa bangun nih" keluh Adam seraya memegangi perutnya.

"makanya ilangin tuh sifat serakah lo,  gacuma makanan soal pacar juga kurang-kurangin" Adinda berucap ketus.

Sherina mengacungkan dua jempol "setuju pake banget"

"gue diem, gak ikut-ikutan" Dinar menyambar.

"tuh Sat dengerin, gausah mentang-mentang cakep bisa punya pacar banyak dimana-mana" Adam melimpahkan pada Satya.

Satya yang pada saat itu sedang diam sambil menatapi mereka semua langsung menatap Adam tajam. Bisa-bisa temannya yang satu itu mencari teman ketika sedang diserang perempuan.

"Yang ada cewek dimana-mana yang mau jadi pacar gue"

"tengil lo" umpat Adam seraya melempar gulungan kertas.

Pada saat yang bersamaan Adam menoleh kepada Anin yang sedang senyum-senyum melihati mereka. Ah selama ini kan Anin memang selalu seperti itu, irit bicara. "Nin, lo pendiem banget si"

"hah? Kenapa kenapa?"

"lo kenapa diem aja?" tanya Adam.

"ah gapapa, bingung aja mau bales ucapan kalian gimana"

"Anin ini kalo banyak ngomong paling ke gue, kalo enggak sherina. Dan sekarang ke Satya" ucap Adinda. "iyakan Nin?"

"iya-in" Anin membalas singkat.

Mendengar ucapan Anin membuat Adinda manyun.

Suasana hening, hanya terdengar suara hiruk piruk antara pedagang dan pembeli yang mulai memenuhi kawasan ini. Ditambah alunan musik khas pengamen yang menemani suasana sore, terasa nyaman sambil lesehan seperti ini. Apalagi ditambah cuaca Kota Bandung yang dingin menambah betah untuk berlama-lama disini.

Adinda sedang ngobrol bersama Dinar. Sambil tertawa-tawa entah apa yang sedang mereka obroli. Adam dan Sherina juga sibuk main ponselnya masing-masing dan sesekali saling mengobrol.

"oiya Nin, abis ulangan semesteran lo jadi calonin wakil ketua osis kan dampingin Bima?"

Anin menoleh, ah kenapa juga Dinar membahas masalah itu didepan Satya. Padahal Anin sendiri tidak ingin ambil pusing soal itu, soalnya dari awal Anin memang tidak berminat mencalonkan untuk jadi wakil ketua osis.

Anin sebenarnya malas untuk ikut-ikutan organisasi atau apapun itu kegiatan berkelompok. Terbukti waktu dia masuk pmr saja harus dipaksa Adinda dulu. Menurut Anin kalo sudah menjadi bagian dari organisasi harus meluangkan waktunya untuk kegiatan organisasi, bisa saja hari libur dipakai rapat dan sebagainya. Sebenarnya Anin sendiri tidak siap. Apalagi terkadang anggota organisasi harus merelakan waktunya terbagi antara belajar dan organisasi, dan menurut Anin itu berat. Sama saja kaya merelakan nilainya menjadi bahan taruan.

DEJA'VU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang