Satya berusaha untuk tenang, meredam emosinya sendiri. Bagaimana bisa Anin tidak menyadari kalau Bima menyukainya. Padahal dari gelagatnya saja sudah jelas terlihat. Mungkin Anin memang terlalu polos untuk menebak dan mengerti perasaan seseorang, tapi apa dia benar-benar tidak bisa merasakan itu semua? Lalu apa yang dia bilang? Dia hanya menganggap Bima teman yang baik. Sungguh pemikiran yang amat polos menurut Satya.
Disisi lain Anin hanya menatap jalanan yang ramai, pedagang yang sibuk berjualan, orang-orang yang berjalan di trotoar. Tidak ada yang menarik memang, tapi percayalah Anin tidak sepenuhnya memerhatikan mereka semua, mereka hanya sesuatu yang Anin tatap namun otak dan perasaan entah melalang buana kemana. Terlalu banyak yang dipikirkan sampai ia sendiri bingung harus yang mana terlebih dahulu dilupakan.
Mana bisa dilupakan sekejap, kalaupun ada ramuan yang bisa menghilangkan kejadian tadi Anin akan meminumnya saat ini juga, tidak baik untuk diingat apalagi dipikirkan. Buang waktu dan memang seharusnya Anin tidak boleh merasakan itu semua. Namun Anin tetaplah perempuan, sebagaimana perempuan semestinya yang memiliki perasaan lebih sensitif dari pada lelaki. Mau bagaimanapun Anin berusaha melupakannya, Anin akan tetap teringat karna Satya sudah berhasil masuk kedalam perasaannya. Perasaan yang semestinya tidak tumbuh pada Anin.
Anin menghirup napas dalam dengan berat, kepalanya sedikit pening karna banyak menangis tadi. Kakinya juga masih terasa sakit, tapi dia abaikan begitu saja.
Satyapun sama diamnya, tidak bicara seperti tadi. Ia hanya fokus untuk mengemudi. Anin malah merasa seperti terkurung dikutub sekarang, suasana tidak bersahabat. Baik Anin maupun Satya tidak ada yang dahulu membuka suara, Anin memikirkan gengsinya. Mana mau ia bicara terlebih dahulu, toh dia tidak salah. Seharusnya Satya yang bicara karna melarang Anin berdekatan dengan Bima padahal Satya sendiri dekat dengan Nabila. Tidak adil namanya.
Ponsel Satya berdering, namun Satya mengabaikannya, Anin melirik ponsel itu dan tertera nama Dinar dilayarnya. Sampai ponsel itu berbunyi kembali dan Satya masih diam juga.
"berisik" umpat Anin, padahal ia sengaja berkata seperti itu agar Satya mengangkat telfonnya.
Satya meraih ponselnya, lalu menempelkan ponselnya pada telinga.
"Lo dimana?" Tanya Dinar to the point
"Jalan"
"Anin belum pulang dan ponselnya gabisa dihubungin, gue gabisa maafin lo kalo Anin sampe kenapa-napa" kali ini suara Adinda yang terdengar. Sedikit mengancam karena dia panik Anin belum sampai rumah.
Tanpa mendengar ucapan Adinda selanjutnya dan tanpa mengatakan apapun Satya menekan tombol merah, mematikan sambungan telfon itu.
Ia melirik Anin yang masih sibuk meneliti jalan. Matanya terlihat sembab namun nafasnya teratur. Mungkin sudah lebih tenang, pikir Satya.
"gua gak suka liat lo berduaan sama Bima" Satya berucap dengan kalimat yang sama.
Anin mendengus sebal, "dia temen yang baik" ucap Anin.
"jangan pernah berduaan sama Bima" ucap Satya tanpa menggubris ucapan Anin tadi.
Anin diam, bukan berarti ia mengalah dan mengikuti kemauan Satya yang menyuruhnya jauh dengan Bima. Karna selama ini memang Anin hanya menganggap Bima sebagai teman, walaupun ia tahu dari Adinda kalau Bima menyukainya. Tetap saja Anin tidak mengiyakan kalau ia juga punya perasaan yang sama dengan Bima. Toh Bima teman yang baik, buktinya ia merekomendasiin Anin menjadi sekretaris kelas, memberinya catatan pr, membantunya mengerjakan tugas, dan terbukti kalau Bima selalu ada ketika Anin sedih.
![](https://img.wattpad.com/cover/133328242-288-k783168.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DEJA'VU [TAMAT]
Teen Fiction[FOLLOW DULU AKUNKU, BARU BACA CERITANYA] [TAMAT] Bagi Satya jatuh cinta itu sulit, bahkan siswi disekolahnya ia abaikan gitu saja, namun seketika semua itu berubah ketika ia bertemu dengan gadis polos ditaman belakang sekolah. Dan bodohnya ia malah...