4-Satya

755 55 5
                                    

Malam hari Satya diam dimeja belajar, buku yang sudah dibuka bahkan tidak ia baca sama sekali. Bayangan wajah gadis itu masih memenuhi otaknya. Ia sangat penasaran dengan gadis itu, padahal ia baru bertemu dengan gadis itu dua kali.

Satya mengambil sebuah kotak didalam laci meja belajarnya. Ia tersenyum melihat isi kotak itu. Foto,sapu tangan, dan gelang, semua kenangan satu persatu bermunculan dalam otaknya. Tapi ada satu yang ia benci, ia benci perpisahan.

Ketukan dipintunya tidak menyadarkan dirinya, "bang" Sarah-adiknya,memanggil abang laki-lakinya itu. Yang dipanggil malah diam. Tidak menyadari bahwa ada Sarah didepan pintu sana.

Sarah berjalan mendekat kearah Satya. Alisnya saling bertaut, bingung melihat abangnya itu yang sedang hanyut dalam lamunannya.

Kebiasaan umpatnya.

"bang sat" panggilnya lembut seraya menepuk lembut bahu abangnya itu.

Satya menoleh, namun memicingkan matanya. Sarah yang mengerti itu langsung nyengir menampilkan giginya yang rapi.

"maksud gue, abang Satya" ucapnya membenarkan.

"kenapa?" ucap Satya sedikit sinis. Bukan, bukan sinis seperti orang marah. Tapi Satya memang seperti ini ketika Sarah memanggilnya dengan sebutan yang tidak ia suka.

"makan malam udah siap" ucap Sarah. "kata mama suruh kebawah" lanjutnya.

Satya hanya diam, lalu beranjak dari duduknya. Tak lupa ia menaruh kembali kotak itu kedalam laci. Lalu Ia berjalan tanpa berkata apapun,Sarah yang mengikutinya dari belakang menghentak-hentakkan kakinya, sebal.

Satya berhenti dan berbalik badan, ia melihat Sarah yang sudah memajukan bibirnya beberapa centi. Ia tersenyum. Tanpa aba-aba ia langsung menggendong adiknya itu ala bridal style. Sarah yang seperti mendapatkan serangan dengan tiba-tiba, tentu saja kaget dan merengek minta dituruni.

"bang Sat turunin gue sekarang" ucapnya. Ia memukul-mukul bahu Satya. Namun semakin Sarah memukul dan meminta turun, Satya justru semakin cepat membawanya menuruni tangga.

Susan-ibunya, sedang menyiapkan makan malam. Ia menggelengkan kepalanya ketika melihat kelakuan dua anaknya itu. Sudah biasa melihat pemandangan seperti itu, jadi tidak aneh baginya.

Pernah suatu ketika ia memarahi Satya karna telah menggendong Sarah seperti itu. Dan melihat Sarah yang menangis itu makin membuatnya marah. Akhirnya Satya kena marah dan berjanji tidak mengulanginya lagi, namun hanya bertahan beberapa hari dan kejadian seperti itu bahkan terulang hampir setiap hari. Serta selalu berujung dengan tangis Sarah.

"dasar cengeng" ucap Satya seraya menuruni Sarah. Sarah memajukan bibirnya-lagi, makin sebal dengan Satya. Dan jika sudah melihat Sarah seperti itu Satya akan memeluk Sarah, "maafin abang ya" ucapnya.

Padahal kalau dipikir-pikir Sarah lah yang pertama kali membuat Satya marah dengan memanggilnya dengan sebutan "bang Sat", tapi tetap saja Satya yang selalu minta maaf, siapa lagi kalau bukan karna Susan yang berada didepannya saat ini.

Mereka duduk bersebelahan, didepannya hanya ada mamanya. Satria-papanya, sedang tidak ada dirumah karna ada urusan pekerjaan di luar kota. Bahkan papanya itu lebih banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaannya diluar kota daripada dirumah.

"abang mau kuliah dimana nanti?" tanya Susan.

Satya tampak berpikir sebelum menjawab,sebenarnya ada beberapa pilihan kampus tapi dia sudah menetapkan satu pilihan kampus "Belanda mah" ucapnya.

Sarah menoleh, ia kaget. Ia tau betul Satya seperti apa dan apa yang Satya rasakan. Ia yakin ini bukan hanya soal pilihan kampus terbaik tapi juga ada sesuatu yang ia ingin temui disana. Sarah tau itu.

DEJA'VU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang