Satya

205 23 7
                                    

Dari kejauhan mata memandang Anin bisa melihat Adinda sedang berjalan kearahnya dengan gusar, jelas terlihat sorot kesal dari wajahnya. Dari kejauhan Anin sudah bisa menebak kalau Adinda pasti sedang ada masalah entah dengan Dinar atau bukan, Karna jika mereka sedang marahan Adinda selalu cerita kepada Anin dan berujung memaki Dinar yang padahal Anin sendiri tidak tahu letak salahnya Dinar dimana.

Semakin dekat Adinda kearahnya, Anin semakin merasakan aura horor dari wajah Adinda.

Anin menghela napas dalam sebelum akhirnya tersenyum manis menyambut kedatangan Adinda, senyum yang Anin berikan hanya untuk mencairkan suasana hati Adinda yang mungkin saja sedang tidak baik.

Tepat didepan Anin, Adinda berdiri menjulang dengan tangan dipinggang.
Lho kenapa jadi kaya marah sama gue? Tanya Anin dalam hati.

"jelasin!" katanya sambil tetap memasang wajah kesal atau bahkan semakin kesal dan seperti orang marah.

"jelasin apa sih?" tanya Anin bingung, apa yang perlu dijelaskan ketika Anin sendiri tidak tahu dimana letak salahnya.

Adinda tersenyum miring, plis Anin sangat benci senyum itu saat ini "masih belum sadar?"

Anin yang semakin bingung hanya menatap Adinda tanpa dosa, berharap kalau Adinda cepat mengatakan dimana letak salahnya.

"gue gak ngerti lagi sama lo Anindya Shamira" ucap Adinda gemas sendiri sampai ia meremas roknya sendiri.

Mendengar namanya di sebut dengan lengkap oleh Adinda membuat Anin bergidik ngeri, sudah Anin katakan kalau level marah tertinggi adinda adalah ketika sudah menyebut nama dengan lengkap, tapi disini Anin tidak tahu letak salahnya dimana.

"Gausah main teka-teki deh sama gue, gue salah apa?" tanya Anin to the point malas bertele-tele.

Adinda mengembuskan napasnya gusar, lalu mengeluarkan ponsel dari kantung rok abunya. Anin melihati gerak-gerik Adinda sampai akhirnya ia terperangah dengan apa yang ia lihat di ponsel Adinda.

"maksudnya apa?" tanya Adinda

Anin diam, masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat atau lebih tepatnya seperti tertangkap basah dan melakukan kesalahan fatal.

"Anindya Shamira lo gak tiba-tiba bisu kan?"

Anin meneguk salivanya dengan susah payah, sebelum akhirnya ia memberanikan diri membuka suara.

"itu semua gak seperti yang lo pikir Din"

"terus maksudnya gimana? Malem mingguan sama cowok lain dan gak angkat telfon dari cowok lo sendiri?" tanya Adinda berbondong-bondong tanpa henti. "gitu Nin?" sekali lagi ia bertanya.

"itu bukan malem mingguan kaya orang pacaran Adinda"

"lo bisa bohong sama Satya dengan bilang lo ketiduran, tapi plis jangan bohongin gue. Lo gamau kan foto ini sampe ditangan Satya?"

Anin menggeleng, harus digaris bawahin kalau Anin tidak menginginkan itu terjadi, karna Anin tau konsekuensi yang akan terjadi nantinya.

"gue gak bisa bantu lo kalo lo berantem sama Satya karna gue gatau apa-apa" kata Adinda.

Anin menghela napas dalam sebelum akhirnya cerita kepada Adinda

Flashback on

Hari jum'at sebelum jam istirahat kedua, Anin berjalan sendirian dikoridor yang siang itu masih sepi sehabis dari ruang osis untuk menyiapkan beberapa berkas rapat sore nanti.

Langkah kakinya terhenti ketika ia melewati lapangan indoor yang pintunya sedikit terbuka, Dari jarak yang tidak terlalu jauh Anin bisa mendengar suara pantulan bola basket yang beradu dengan lantai lapangan dengan rasa penasaran kakinya melangkah mendekat kearah pintu, mengintip sedikit lewat celah pintu yang terbuka sedikit. Tanpa ia sadari badannya semakin mendekat dan matanya berbinar ketika melihat permainan bola basket seseorang didepan sana, jujur ia seperti melihat Satya.

DEJA'VU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang