Anin melangkahkan kembali kakinya menuju kelas, diotaknya saat ini masih terbayang sikap Satya hari ini. Anin merasa Satya seperti orang yang berbeda. Banyak berubah jadi Satya selama satu minggu ini, dan Anin sangat menyadari itu semua.
"Nih kotak p3knya" ucap Anin seraya menyodorkan kotak itu kepada Nando.
"ya obatin dong Nin, kita mana ngerti ginian" ucap Nando.
Anin mendenguskan napanya dengan gusar, tapi ia berusaha untuk tenang dan tidak terbawa emosi. Apalagi sekarang ia sedang berada dimasa menstruasi, bisa-bisa saja amarahnya meledak-ledak. Anin mengambil beberapa kapas untuk membersihkan sisa darah diujung bibir Bima. Lalu mengoleskan obat merah pada wajah Bima yang babak belur itu.
"kalo mau jadi jagoan bukan dengan berantem" ucap Anin mengakhiri kegiatannya itu. Ia menutup kotak p3knya dan langsung pergi dari hadapan Bima saat itu juga.
Ini demi lo Nin, demi lo!! Bima berucap dalam hati, kalau bukan karna ia menyukai Anin mana mungkin ia mau mengotori tangannya ini dengan adu jotos dengan Satya, bukan Bima sekali rasanya main tangan seperti itu. Biasanya Bima bisa menahan emosinya namun tadi benar-benar menjadi puncak amarahnya. Karna ia lihat sendiri bagaimana sikap Anin selama satu minggu ini, seperti bukan Anin yang ceria seperti biasanya. Bima lebih sering melihat Anin murung dikelas, setiap pagi matanya bengkak sudah dipastikan pasti efek nangis semalaman, kadang bengong sambil menatap jendela. Itu semua benar-benar membuat Bima marah dan tak bisa lagi menahan emosinya.
"udah?" tanya Adinda ketika melihat Anin sudah duduk dibangkunya.
"kata Dinar, Satya baik-baik aja kok" lanjut Adinda.
Jelas sudah baik-baik saja, toh sudah dirawat oleh Nabila. Anin juga lihat sendiri tadi.
"Nin" panggil Adinda seraya menyenggol lengan Anin.
Yang ditanya bukannya menjawab, Adinda justru melihat air mata yang jatuh tiba-tiba saja, membasahi pipi Anin yang mulus itu.
Anin sedari tadi memang menahan tangisnya, melihat Satya dengan Nabila membuat rasa sesak didalam dadanya. Dadanya seperti terhimpit benda berat sampai rasanya susah untuk bernapas.
Anin meremas rok abunya dengan kuat, menahan semua perasaan yang saat ini ia rasakan. Marah, kesal, sedih, kecewa semuanya menjadi satu kesatuan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Adinda yang lagi-lagi melihat itu semua merasa kasian juga, ia langsung memeluk Anin dengan erat. Membiarkan Anin menangis didalam pelukannya, berharap beban dan kesedihan yang sahabatnya alami saat ini dapat berkurang. Sesekali ia mengelus bahu Anin, menenangkan.
"ada gue disini, lo gak sendiri Nin. Lo bisa cerita sama gue apa yang lo rasain" ucap Adinda. "lo bisa jadiin gue pelampiasan amarah lo" lanjutnya. Apapun akan ia lakukan untuk sahabat satunya itu.
"gue harus apa Din?" tanya Anin sambil terisak "apa kesalahan gue gak bisa dimaafin?"
"hei denger yaa" ucap Adinda seraya memegang kedua bahu Anin "jangan pernah nyalahin diri lo dalam masalah, lo berdua yang salah" ucapnya.
"Satya jahat Din" ucap Anin.
"iya Satya jahat"
"Satya berubah" lagi-lagi Anin berucap kali ini sambil tertunduk. "pasti Satya kecewa sama sikap gue"
Adinda membiarkan Anin meluapkan semuanya dari pada harus Anin tahan. Adinda membiarkan Anin untuk berbicara semuanya, Adinda membiarkan Anin menangis sekencang-kencangnya. Tak peduli dengan teman yang lainnya.
"udah lebih tenang sekarang?" tanya Adinda, cukup lama menunggu sampai Anin benar-benar tidak menangis lagi. Sampai kelas yang tadinya ramai sudah sepi tanpa penduduk. Hanya tinggal mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEJA'VU [TAMAT]
Teen Fiction[FOLLOW DULU AKUNKU, BARU BACA CERITANYA] [TAMAT] Bagi Satya jatuh cinta itu sulit, bahkan siswi disekolahnya ia abaikan gitu saja, namun seketika semua itu berubah ketika ia bertemu dengan gadis polos ditaman belakang sekolah. Dan bodohnya ia malah...