"Nenek apa kabarnya?"
"Gak usah mengalihkan pembicaraan, brengsek. Gara-gara lo gak balik, gue yang kena serangan kapan kawin"
Lutfi terbahak seketika. Dia memang menghindari pulang ke rumah neneknya karena setiap kali dia pulang, semua keluarga besarnya menanyakan hal yang sama berulang-ulang. Tentu saja Lutfi ingin menikah, tapi nanti kalau dia sudah mendapatkan pasangan yang tepat. Bukan perempuan penggila harta dan tidak beriman seperti yang banyak bertebaran akhir-akhir ini. Tampak di sosial media saja yang alim, ternyata pengetahuannya minim. Lutfi juga tidak mau mendapatkan yang seperti itu, dia mau yang terbaik.
Sean yang sedang berbaring di sofa sepupunya itu hanya bisa menelungkup sambil menggerutu mengenai pertanyaan menikah yang masih berputar di kepalanya.
"Kalo lo sih, emang waktunya kawin, Se..."
"Matamu!" Sean menghentakkan kakinya dengan kesal ke udara. Mendengar kekehan sepupunya, Sean semakin menenggelamkan diri di sofa. "Kintil banget gue mesti kawin sekarang. Masih banyak dedek gemes butuh belaian Sean..."
"Ck, lo cari cewek jangan mainan grup anonim gitulah. Yang bener dong, ke masjid, pengajian, cari tuh yang beneran imannya..."
"Bacot..." Sean menyampingkan tubuhnya, menatap Lutfi yang masih saja menyantap nasi padang. Laki-laki satu ini memang lama kalau makan, bisa sampai berjam-jam. "Tapi Lut, aplikasi yang baru ini bagus... Gue dapet perawan"
Lutfi menghentikan suapannya, meletakkan sendoknya dengan serius menatap adik sepupunya, "Oh, iya? Kok bisa?"
Sean mengangguk mantap. "Gue iseng sih. Ngetik yang butuh uang gitu. Eh, banyak yang respon. Ada anak kuliahan, kemaren kayaknya anak sma deh. Nah, gue ambil aja yang fast respon. Taunya virgin..."
"Demi? Enak gak?"
Sean berbaring kembali dan menopangkan satu tangannya untuk menyangga kepalanya menatap Lutfi, "Enak. Rapet. Anak sekarang jago Bj btw. Nah, besoknya gue dapet yang baru dipake sekali"
Lutfi mengerjap. "Anjir, beruntung amat sih lo. Terus? Namanya apa? Gue mau download..."
"Download aja. Bagus. Abis 24 jam, pos lo ilang..."
"Gak ada bukti dong"
Sean menaik turunkan alisnya sambil tersenyum. "Enak, rapet. Jago-jago..."
"Ck. Pelan-pelan kalo ngomong, kedengeran pegawai gue nanti gue bisa ditegor atasan gue kayak kemaren..." Lutfi menyuapkan kembali makanannya dan bersandar menunggu sepupunya itu bicara lagi
"Tapi yang virgin gue bayar mahal anjir. Mahal banget, padahal kalo gue ke Mami paling bayarnya cuma sembilan..."
Lutfi mengangguk mendengar nada Sean yang menyesal tapi bahagia, "Yah, kenapa lo kasi banyak kalo gitu..."
"Mulutnya rapet. Atas bawah..." Sean memandang dengan sedih kepada Lutfi, "Enak..."
"Taik..." Lutfi meneguk air mineralnya
"Kalo gue ketemu lagi mau gue piara..." Sean terduduk kemudian terkekeh karena Lutfi melotot kepadanya
"Eh, gila! Kawin sono, maen piara aja. Lo ini gak ngehargain cewek banget. Dinikahin Se yang bener! Lagian itu duit kalo dikumpulin lumayan juga, kayak mahar anak perawan buat dijadiin bini, kayaknya duit lo yang pake bayar cewek itu uda bisa buat biaya nikah..."
Sean melambaikan tangannya, "Iya, bayar anak perawan orang buat dijadiin bini. Tapi kan cuma bisa nyolok di situ-situ aja..." dia menaikkan kedua tangannya seolah bertanya, "Tapi kalo dipake dengan bijak kayak gue kan bisa nyolok banyak, bisa tambah uang jajan dedek gemes..."
"Bener juga lo..." Lutfi mengangguk setuju,
"Fi gue mau sesuap..." Sean sudah menganga di depan saudaranya sementara Lutfi melirik dengan tajam
"Gak. Beli aja. Beli sendiri. Sekalian warung padangnya berhubung lo tajir..." Lutfi mengambil piringnya dengan posesif kemudian kembali melirik tajam adik sepupunya
Sean berdecak, "Eek, lo. Gak gue bagi nama aplikasinya. Biar aja lo jajan sembarangan sampe kena STD..."
"Dafuq..." Lutfi mengumpat dengan kesal kemudian melirik ke luar ruangannya yang tidak transparan sama sekali. "Ya, udah. Duit mana? Gue bilangin sekertaris gue biar beli..."
"Pantes lo miskin, Fi. Sama sodara aja perhitungan. Padahal nasi padang doang..."
"Mau makan gak?"
"Mau..." jawab Sean dengan cepat dan merogoh kantongnya. Menemukan lembar uang lima puluh ribuan dan kemudian menyerahkan dengan cepat kepada Lutfi.
Sepupunya berjalan menuju meja kerja dan menekan sebuah tombol pada gagang telpon di mejanya. "Senna..." panggil Lutfi dengan nada agak manja, "Ke ruangan saya ya, mau minta tolong..."
Tidak ada jawaban. Sean kembali melirik Lutfi yang berjalan ke sofa dan menyuapkan nasi padangnya. Beberapa saat kemudian menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba saja terbuka
"Iya, pak..."
Sean diam. Memandang dari ujung kaki sampai atas perempuan yang baru saja membuka pintu ruangan sepupunya.
Lutfi yang kemudian berdiri dan menyerahkan uang kepada Senna yang menatapnya kemudian berkata, "Beliin nasi padang satu lagi, ya? Eh, dua apa. Sean?!"
Senna mengikuti arah pandang Lutfi dan terdiam seketika. Sempat menganga tidak menyangka ternyata cowok itu juga orang kantoran yang Senna kira hanya anak kuliahan.
Sean menyeringai seketika. "Kamu aja yang dibungkus boleh gak?"
"Hah?" Lutfi melongo seketika