"Dufan! Dufan! Dufan!"
"WE WANT DUFAN! WE WANT DUFAN!"
"Emang siapa yang ngajak ke Dufan, cih"
"Lho! Papah gak bisa gitu, dong?! Enak aja..."
"Iyelah, ni bapak-bapak dah tua kayaknya, mulai pikun..."
"Slompret kamu..."
"Abis Papah mah gitu. Orang janjinya ke Dufan kalo nilai kita bagus..."
"Kapaaaaaaaaan?????"
"Amnesia beneran ini orang..."
"Bukan amnesia tapi lansia..."
"Kampret kalian berdua..."
"Pah, jangan gampar Ares!"
Senna mengintip dari balik tembok melihat Ares yang bersembunyi dengan menjulurkan lidah kepada Sean. Pria itu tampak ingin memukul anaknya walaupun hanya bercanda.
Dia menghela nafas. Mamanya belum juga memaafkannya dan mereka sama sekali tidak bicara sampai saat ini. Melihat bagaimana Sean mengurusi anaknya, Senna melamun seketika.
Benar dia pernah menyalahkan Papa dan Mamanya atas kehidupan mereka yang mengakibatkan Senna menjual tubuhnya. Tapi, mungkin itu semua sudah mencapai batas maksimal orang tuanya. Senna tidak tahu dia harus bagaimana bicara kepada Mamanya untuk meminta maaf.
"Mbak, lo rayuin Papah dong tolong..." suara Ares mengejutkannya
Senna membalikkan tubuhnya kemudian mengintip kembali ke arah ruang tengah yang ramai karena Sean juga Febi yang mengatakan ingin ke Dufan. "Hm... Kata Papa kalian, Febi lagi sakit"
"Justru itu..." Ares mengacungkan telunjuknya dengan gemas, "Harus diturutin..."
"Ada-ada, aja..." Senna mengambil wajah Ares kemudian mengamati dengan teliti kembali, "Udah bener mukanya..."
Ares mendengus dengan kesal. Bahkan ketika Senna akhirnya berlalu meninggalkan dirinya dan beralih kepada bar table, anak laki-laki itu mengikuti Senna dengan mengekor pelan, "Mbak. Woy..."
"Res, sekali aja dengerin kata Bokap lo..." jelas Senna kemudian menuangkan milkshake untuk diberikan kepada anak cowok didepannya ini, "Nih, minum susu dulu..."
"Gila, lu. Kek bokap gue aja lama-lama..." gerutu Ares. "Mbak gue kasi tau demi kebaikan lo. Mending lo cabut setelah lo dapet duit yang cukup..."
"Anak kecil tau apasih..." Senna dengan santai membalas ucapan Ares. Dia tahu kalau anak-anak Sean tidak menyukai dirinya dan juga semua perempuan yang menjadi simpanan Sean. Sayangnya dia masih membutuhkan uang laki-laki itu
Ares menghela nafasnya. "Ye dibilangin juga ini orang. Umur gak menentukan segalanya mbak..." kemudian anak muda itu menggigit bibir gelasnya tanpa ada niat untuk meminum milkshake miliknya.
"Jangan khawatirin gue. Tenang aja, Res. Bokap lo itu sayang banget sama kalian berdua..."
...
"Sen, tolong cariin tiket buat penerbangan ke Singapura. Weekend besok..." kata Sean ketika mereka akhirnya memiliki waktu berdua
Perempuan itu mengernyitkan keningnya, "Se, kenapa gue? Lo kan punya asisten pribadi sendiri..."
Sean terkekeh kemudian mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu disana. Dia lupa masih ada Vita yang menjabat peran sekertaris pribadi dirinya. Semenjak ada Senna dan semua urusan dikerjakan perempuan itu, Sean sering lupa daratan.
"Weekend berarti gue free?" Tanya Senna setelah merapikan rambutnya yang selesai dikeringkan. Perempuan itu memutar tubuh dengan antusias menghadap Sean yang masih bertelanjang dada di depannya
"Hm..." Sean menganggukan kepala tanpa melihat ke arah Senna, setelahnya melemparkan ponselnya ke atas kasur lalu mendekati Senna meraih perempuan itu dalam dekapannya, "Hm. Gue males liat anak cewek ngambek kelamaan..." katanya kemudian membuka tali kaitan kimono Senna dan menyelipkan tangannya untuk menyentuh bokong Senna, "Jadi gue mau ngambil jatah gue malem ini..."
Perempuan itu menelan ludah ketika Sean menyeringai menatapnya. "Uh, Sean..." Senna menyingkirkan tangan besar itu kemudian menatap dengan kesal, "Kita masih di apartement..."
"Yah, gimana dong? Gue udah terlanjur on..." kata Sean sambil mengarahkan tangan halus Senna ke bagian intimnya yang sudah mengeras
Senna menelan ludah. Gila apa ini orang? Masa mengajaknya melakukan hal itu ketika mereka masih berada satu atap bersama anaknya.
Sean menarik tubuh Senna, membenamkan kepalanya dicerukkan leher perempuan itu dan kemudian menggigit pelan kulit Senna sampai perempuan itu menggeram. "Kamar mandi aja..."
"Gak mau..." Senna sekali lagi berusaha menolak keinginan Sean. Bisa bahaya kalau mereka tertangkap basah sekali lagi oleh kedua anak Sean. Sangat berbahaya. Apalagi sekarang anak Sean sudah sangat dekat dengan adiknya, Senna tidak mau adiknya tahu apa yang dirinya lakukan untuk mendapatkan uang.
Tapi tetap saja Sean itu lebih kuat dan menariknya paksa ke dalam kamar mandi milik pria itu. Sean beralih ke bathtub dan kemudian mengisyaratkan Senna untuk mengikutinya, "Nyalain dulu showernya..." lalu menepuk-nepuk pahanya dengan nakal, "Trus duduk sini..."
Senna menelan ludah. Dia memastikan sudah mengunci pintu kamar Sean tadi dan juga sekali lagi menoleh ke pintu kamar mandi. "Ih, kalo udah maunya ini laki susah amat sih ditolaknya..."
"Alah, udah sini. Berdiri depan gue dulu gue berubah pikiran..." kata Sean menarik lengan Senna dengan cukup kuat sampai perempuan itu terkejut karenannya
"Ngapain?!" Senna menjauhkan lengan Sean dari dirinya ketika pria itu mencoba membuka kimono miliknya. Tapi bukannya mendengarkan, Senna malah kembali menjadi korban atas kelakuan mesum Sean ketika pria itu malah membuang entah kemana kimononya, "Sean! Jangan aneh-aneh ya!" Senna memperingatkan ketika pria itu sudah membuka kedua pahanya
"Gak aneh, ini gak aneh..." Sean menyentuh bagian paling sensitif perempuan itu dengan jarinya, "Lo gak kangen lidah gue apa?"