22

14.2K 1.2K 30
                                    

Gila. Gila benar-benar deh Papanya itu. Febi sudah di depak dari rumah karena terlalu sering bohong soal sekolahnya dan tidak diijinkan kemanapun sampai dia benar-benar masuk ke dalam sekolah lalu bertingkah laku seperti pelajar pada umumnya.

Alhasil, seharian ini dia menempel seperti anak kembar siam kepada Ares. Matanya tidak peduli kalau semua anak perempuan di sekolahnya menatap nyalang kepada Febi. Memangnya kenapa sih? Mereka kan saudara. Dasar anak perempuan kelebihan hormon.

"Auh! Sakit! Kejedot nih, Feb!"

Bukannya melepaskan dan menanyakan keadaan Ares, Febi malah mengeratkan pegangannya pada adiknya, "Duh, jajanin gue cepetan. Ini kalo gak diginiin lo bakalan ilang dari pandangan gue, Res. Kan lo tambang berlian gue hari ini..."

"Wah..." Ares mengeluarkan dompetnya dengan kesal. Sikunya masih berdenyut karena sikutan antara dirinya dan tembok sekolah secara tidak sengaja tadi. "Nih, lo ambil nih..."

"Gue maunya tiga ratus ribu, Aressss. Bukan lima puluh ribu. Gue dapet apaan ini, gak cukup jajan statbucks..."

"Astaghfirullah... Pantes aja Papah nyita semua kartu sama uang jajan lo, yak... Makan doang boros benerrrr"

Febi melayangkan tatapan tajamnya tidak terima. "Eh kutil! Salah siapa gue suka jajan banyak?! Lo sendiri kan yang kalo makan suka minta dibayarin gue?! Hah! Dasar lintah darat lo!"

"Auh! Ah! Sakit, Feb! Feb! Aduh! Sakit goblok!" Ares meringis sekali lagi ketika dia merasakan tulang keringnya menerima tendangan kakak kembarnya itu

Sandy yang kebetulan melewati mereka berdua, mengernyitkan kening dengan bingung.

"Woy! Woy! Sandy tolongin gue!!!!!" Ares meronta melepaskan diri dari cengkraman kakaknya lalu berlari menuju Sandy yang notabene badannya lebih tinggi

"Minggir!" Bentak Febi dengan kencang, meraih seragam adiknya tapi sayang sudah lolos karena Sandy memalingkan tubuh, "Ish! Resek abis lo! Ares!"

"Udalah Feb, gue kasih duit ya? Duit. Inih, nih..." Ares menyerahkan lembaran ratusan ribunya kepada Sandy, "Tolong lu kasih mak lampir depan lu, aduh badan gue cedera deket dia mulu..."

Sandy tidak banyak bicara dan melalukan apa yang Ares minta padanya. Cowok itu sedikit bingung melihat Febi yang lebih beringas dibanding Ares. Gila. Kalau Ares saja sudah berandalan, dan takut ke cewek di depannya. Bagaimana beringasnya cewek di depannya ini. Sandy menelan ludah.

"Awas lo, ya! Gue aduin ke Mama biar lo dilepehin ke saturnus, Res!" Tunjuk Febi dengan kejam kemudian mendongak kecil melihat Sandy, "Thank you, Sandy..."

Ares melirik dari belakang Sandy, "Pergi lu jauh-jauh lampir..."

Febi menyentak kakinya mengancam sampai Ares berjingkat mundur. Adiknya itu, mulutnya persis dengan sang Papa. Untung saja dia masih butuh adiknya sebagai bank berjalan. Jika tidak, sudah dari tadi pagi dia mutilasi adiknya.

"Thank you, San..." Ares menghela nafas lega. "I guess, kita bisa jadi temen sekarang... Wkwkwkwk, oke deh. Bye..."

Baru saja Ares akan meninggalkan anak lelaki itu, Sandy sudah memanggilnya, "Lo suka motor, Res?"

Ares berdecak, "You don't say, Man..."

...

"Perasaan gue tinggalnya sebentar deh, kenapa isi kulkas udah kosong?" Senna mengecek kotak-kotak yang sudah dia siapkan di dalam kulkas yang sudah berkurang jumlahnya sekarang

"Febi bolos sekolah, makan mulu sama Ares. Untung aja tadi dia mau sekolah..." Sean menjelaskan sambil meneguk jusnya dan kembali berkutat dengan laptopnya

Perempuan itu hanya mengedikkan bahu. "Belanja lagi, deh. Gue suka laper tengah malem..."

Sean menurunkan kacamatanya, menyipit memperhatikan Senna, "Gak hamil kan lo? Beneran?"

"Ya, enggaklah. Gila aja lo..." Senna sudah mulai mencatat apa saja yang harus dia beli hari ini. "Gue udah suntik KB kok, udah ke dokter juga. Santai..."

"Untung, deh. Gue bisa dipancung sama dua anak gue kalo gue kasih mereka adik..." Sean kembali berkutat pada pekerjaannya, "Oh, iya. Febi itu kayaknya mau dateng bulan. Kerjaannya cari ribut mulu sama sodaranya. Lo bawa dia ke supermarket buat beli kebutuhannya..."

Senna sebenarnya agak canggung dengan keberadaan Febi. Anak perempuan itu terlihat tidak terlalu menyukainya bahkan tidak berusaha ramah kepadanya. Beda jauh dengan Ares. "Ares juga?"

"Oh, boleh. Dia juga dibawa aja, dia nyetir sekalian suruh angkatin barang. Gue mau selesaiin laporan ini banyak banget..." jelas Sean kepada Senna sambil terus memperhatikan laptopnya

"Oke, deh..." Perempuan itu mengambil duduk di sebelah Sean, "Papanya gak mau dibawa kemana gitu?"

Sean menolehkan kepalanya kepada Senna, menyipit curiga kepada perempuan yang sudah memainkan mata kepadanya. "Get out, bitch. Masih banyak kerjaan ini..."

Senna tertawa dengan cukup keras kemudian menganggukkan kepalanya. "Oke deh, Se. Gue pergi sama anak-anak lo dulu..."

"Gih, sanaaaaa. Abisin aja uang gue sepuas kalian..."

IFMJIYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang