Mama dan Papa Lutfi adalah orang tua yang selama ini bertindak sebagai wali Sean. Semenjak keluarga Sean melepaskan tanggung jawab untuk mendidik anak laki-laki yang mereka miliki satu-satunya. Mama dan Papa Lutfi yang bertanggung jawab membesarkan Sean.
Maka dari itu ketika Lutfi mengatakan tentang Sean yang sepertinya ingin menikah, mereka dengan antusias menanyakan seperti apa gadis yang sial mendapatkan lamaran Sean.
Papa Lutfi hampir saja terbahak mendengar penjelasan anaknya itu karena jelas sekali menjelaskan mengenai keadaan sepupunya. Lutfi bilang kalau bibit-bibit 'butuh dan tidak ingin lepas' itu sepertinya akan semakin merambat ke hati Sean. Jika dibiarkan berlama-lama makan akan menimbulkan perasaan yang terlewatkan seperti lagu Adera melewatkanmu atau lagu Sheila on 7 berjudul yang terlewatkan.
Mama juga sama saja, mendengar penjelasan anaknya, wanita itu tertawa mengejek keponakannya yang meringis sepanjang makan siang.
Tapi setelah mendengar penjelasan lebih lanjut dan bertemu langsung dengan kedua orang tua Senna, kedua orang tua Lutfi mengerti. Mereka sadar bagaimana Sean menjadi pengecut seperti itu.
Keponakan mereka, tidak pernah jatuh cinta. Boro-boro jatuh cinta. Lihat contoh orang jatuh cinta saja tidak pernah. Soal pernikahan, Sean sepertinya terlalu banyak melihat drama kehidupan di keluarga mereka.
Papa Sean Datu Rahdian Kartodiningrat adalah playboy. Pria itu bahkan punya anak yang diagung-agungkan dari istri kedua yang tidak diketahui publik. Sementara ibunda Sean tampaknya tidak banyak peduli dengan suaminya. Ketika Sean melakukan kesalahan, mereka akan bertengkar dan menyinggung aib masing-masing.
Di usia yang sangat muda, Sean menjadi orang tua dan membuatnya tidak pernah mengerti untuk menyayangi orang lain. Dipikiran Sean adalah bekerja dan senang-senang. Bekerja untuk kedua anaknya dan senang-senang sebagai hiburan.
Seiring dengan bertambahnya usia Sean, dia ingin membuat keluarga kecil untuk dirinya. Pernah dia ingin mengajak ibu dari anak-anaknya karena mereka sudah lama bersama, sayangnya perempuan itu dijodohkan dengan pria lain ketika mereka masih kuliah. Setelah itu, wanita pertama yang dia ajak, menolak Sean karena Sean sudah memiliki anak. Wanita berikutnya tidak direstui keluarganya untuk menikahi Sean. Wanita berikutnya ternyata tidak direstui keluarga Sean. Pada titik itu, Sean menyerah dan tidak ingin mencoba kembali.
Dan akhirnya saat ini, tiba-tiba Sean ingin meminang seseorang. Tentu saja setelah mendengar ceritanya sebagai orang tua, Mama dan Papa Lutfi marah. Tapi kemudian mereka bergegas menggeret Sean untuk melamar sore itu juga demi kebaikan bersama.
"Belum terlambat ternyata, Sean..." Omnya tertawa dengan cukup kencang kemudian, "Oh, Eyangnya Sean pasti suka banget sama kamu..."
Sean mendengus. "Nanti akan saya kabari, Om, Tante, soal acara lamaran resminya..."
Tantenya kemudian menatap Senna dengan lembut, "Boleh bicara sama Senna? Berdua?"
Senna melirik Mamanya, wanita itu tersenyum dan mengangguk. Dia menghela nafas dan kembali menatap wanita paruh baya di depannya. "Ke kamar saya, Tante..."
...
"Kaget, ya? Keponakan saya tiba-tiba dateng kesini, lamar kamu..."
Senna mengangguk dengan kaku. Sejujurnya dia bingung harus bagaimana. Menemukan Sean disaat kehidupannya sudah mulai stabil dan pria itu melamarnya. "Dia bilang dia gak..."
"Oh..." Mama Lutfi tersenyum kemudian, "Senna, kamu apa juga gak cinta tapi udah terbiasa sama Sean?"
"Eh?" Senna mengernyit. Dia menelan ludah kemudian menghela nafas menundukkan pandangannya, "Bukan, sih. Cuma..."
"Senna, ada orang yang menikah karena mereka sama-sama sudah tahu mereka mencintai..." Wanita itu tersenyum, "Tapi untuk kaum pria, mereka lebih banyak berlogika..."
"Maksudnya?"
Dengan sabar, Mama Lutfi menjelaskan kembali, "Kalian memang cuma sekedar nyaman satu sama lain. Sean memilih kamu karena dia nyaman sama kamu. Terlebih karena kamu tau keadaan dia sama masa lalu dia. Dia percaya sama kamu. Setelah denger semua cerita soal kalian, saya tau kalo dia peduli sama kamu..."
Senna menganggukkan kepalanya mengerti, "Iya..." pikirannya kembali melayang dengan bagaimana Sean memperlakukannya selama ini. Bersikap apa adanya kepada Senna dan tidak pernah menganggu urusan pribadinya.
"Kamu juga sama, kan? Walaupun kamu sama dia gak saling sayang, tapi yah seenggaknya kalian punya dasar-dasar prinsip sebuah hubungan..." Mama Lutfi menyadari dia sebenarnya asal bicara, hanya saja, keponakannya tidak boleh gagal menikah hanya karena si perempuan ragu-ragu. "Sebuah pernikahan itu punya kepercayaan. Buktinya Sean percaya sama kamu pas cerita soal anaknya. Terus juga harus bisa nerima apa-adanya. Kamu fine aja nerima Sean, dia juga fine aja tuh sama kamu..."
Senna mengerutkan keningnya
"Terus ada---"
"Tante..." potong Senna sambil tersenyum dan mendapati Mama Lutfi menatapnya penuh tanya, "Iya, saya ngerti kok. Sean itu baik banget..." Senna menghela nafas kemudian, dia ingin menjelaskan kalau seandainya dirinya tidak mungkin bisa menjadi istri dari pria lain yang tidak mendapatkan kegadisannya. Dan karena Senna hanya ingin menyerahkan tubuhnya hanya kepada satu pria saja, maka Senna hanya ingin melakukannya dengan Sean. Tapi tidak mungkin dia menjelaskan hal itu sehingga dia hanya tersenyum saja
"Udah. Jangan khawatir kamu. Biasanya orang yang takut komitmen itu yang paling nganggep nikah itu suci. Sakral. Jadi jangan khawatir sama Sean..." Mama Lutfi tersenyum, "Bilangnya aja gak cinta, tapi kangen tuh sama kamu..."
"Eheum..." Senna menggigit bibirnya. Kangen badannya kali, Tan.