49

14.1K 1.3K 15
                                    

Mama sudah menduga sejak lama kalau Sean dan Senna sebenarnya merasa saling terikat satu sama lain. Bahkan ketika Mama pertama kali melihat wajah Sean, dia tahu pria itu sangatlah kompeten untuk menjadi menantunya. Hanya saja, Sean sepertinya terlalu banyak beban pikiran sampai tidak menyadari apa yang menjadi kebutuhannya

Begitu juga dengan putrinya yang selalu tidak pernah mengambil pusing untuk urusan hati. Anaknya itu memang agak lamban dalam urusan cinta. Mungkin memang benar kalau mereka tidak saling menyayangi, tapi mereka saling membutuhkan satu sama lain

Mama hanya bisa menatap diam memperhatikan Senna yang baru saja menerima potongan tisu dari Sean sebelum anaknya itu meminta. Pria itu sudah mengambilkan tisu dan memberikannya karena sepertinya tahu kalau Senna akan menjadikan tisu itu sebagai alas gelas minumnya. Kebiasaan Senna yang jarang orang perhatikan.

Begitu juga ketika mereka menatap menu dan putrinya tampak ragu untuk memesan makanan dan Sean memesan apa yang sedari tadi Senna perhatikan. Mama hanya bisa mendengus menatap kedua anak di depannya itu. Dia yakin kalau nanti Sean yang akan menghabiskan apapun pesanan Senna yang tidak habis.

Heleh. Gak cinta tapi perhatian. Mama berdehem kemudian. "Jadi, akad nikahnya di masjid deket rumah aja. Biar cepet..."

Sean mengerutkan alisnya. Dia menoleh mendapati Senna menganggukkan kepala. "Tunggu, tante. Saya udah pesen hotel buat akad pagi, saya juga udah minta imam besar dari masjid agung buat akadnya..."

Mata Senna melebar. Begitu juga dengan ibunya. "Apa?" Tanya mereka berdua bersamaan

Papa menatap penuh tanya, jelas dia tidak mengetahui semua ini. Tapi kemudian beliau menganggukkan kepalanya, "Ya, sudah. Akadnya kecil-kecilan saja. Di rumah. Gak ada waktu kan, minggu depan acaranya to?"

Kembali Sean mengerutkan keningnya. "Lho, Sen emangnya ada wedding planner bisa nyiapin semuanya dalam waktu seminggu?"

"Hah?" Senna menatap dengan bingung

"Kita mau nikah tema yang kamu pengen itu, kan? Yang apa namanya cherry blossoms? Sen, yang pink-pink norak itu..."

Senna menganga. Sewaktu mereka membicarakan konsep pernikahan yang iseng dilakukan dalam perjalanan pulang beberapa hari lalu Senna memang mengatakan kalau dia ingin menikah dengan konsep putri dongeng atau pernikahan elegan lainnya. Tapi mengingat kalau mereka akan menikah dalam waktu dekat dan tentu saja Senna tidak yakin Sean mau mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk pernikahan yang Sean takutkan, Senna hanya berceloteh ringan saja.

Konsep Bunga Sakura yang Senna inginkan tidak sengaja dia lihat ketika dirinya bekerja dan salah satu selebgram indonesia menginginkan konsep itu untuk pernikahannya. Tapi, konsep itu menelan biaya sangat mahal sehingga banyak yang menggugurkan keinginan mereka.

Sean menatap kedua orang tua Senna dan kemudian menjelaskan, "Bagaimana kalau satu setengah bulan lagi, Om, Tante? Kemarin asisten saya bilang kalau wedding plannernya siap satu setengah bulan lagi. Kalau akad mau dimajukan saya setuju. Tapi untuk resepsinya masih satu bulan lebih lah, karena hotelnya sudah deal tanggalnya"

Papa dan Mama kebingungan. Wanita paruh baya itu kemudian menyikut suaminya sampai suaminya bertanya, "Loh, ini acaranya sederhana saja Sean"

"Iya, Se. Ngapain sih gede-gede, nambah gosip aja" tambah Senna menjelaskan

Sean menggelengkan kepalanya, "Sekalian aja besar-besaran. Iya, kan? Toh mau diapain juga pasti jadi gosip"

"Konsep yang kamu booking itu biayanya udah diatas ratusan juta, Sean..." Senna mengeluh dengan memijit kepalanya, dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Sean tapi lebih tidak mengerti karena orang tuanya diam

"Ya, terus? Udah kamu terima beres aja, jangan stres-stres nanti kamu kurus. Oh iya, Vita udah buatin janji ke designernya juga plannernya..."

"Sean..." Senna hendak memprotes tapi Sean kembali memotongnya

"Om sama Tante santai aja..." Sean tersenyum kemudian beralih memandang Senna di sebelahnya, "Kamu makan aja, kalo kurus dikira nikahnya kepaksa lagi, walaupun iya sih..."

Senna berdecak, tapi tidak bisa memprotes lagi karena dia bingung. "Kenapa sih nikahnya gede-gede, kayak punya duir aja sih, Se" gumamnya kesal

Sean yang sebenarnya mendengar itu hanya bisa terkekeh kecil dan bersandar ke kursinya. Buat apa juga dia menikah secara sederhana. Sean tidak masalah menghabiskan uangnya selama itu membuatnya bahagia. Lagi pula, memangnya salah kalau dia mengadakan pernikahan seperti yang perempuan itu inginkan? Toh nanti mereka akan digosipkan lagi, sekalian saja.

"Jadi akadnya sama resepsinya satu setengah bulan lagi kalau begitu..." Papa menganggukkan kepalanya dan kemudian bertanya kembali, "Keluarga kamu gimana?"

Sean nengacungkan satu ibu jarinya. "Oh, iya eyang saya sudah siapin semuanya. Eyang bilang mau ketemu keluarga Om buat bahas..." Sean menaikkan satu alisnya dengan tidak yakin, "Seragam?"

Kedua pasang suami istri itu mengangguk, mereka juga sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan soal seragam atau semacamnya tapi keluarga Sean sepertinya benar-benar serius.

"Maklum aja nanti kalo eyang saya cerewet. Cucu lakinya cuma sedikit soalnya, jadi kayaknya heboh banget..." jelas Sean kemudian tertawa kecil, pria itu menoleh kepada calon istrinya dan berkata dengan pelan, "Sen, soal seserahannya sama mas kawinnya kamu aja yang urus..."

Senna menganggukkan kepalanya, "Ampun, ribet banget sih kalo mau kawin... Gitu banyak aja yang kawin boongan.." gerutunya

Sean hanya terkekeh mendengarnya.

Mama dan Papa yang melihatnya tersenyum kecil. Bahkan pria paruh baya itu sudah mendekat kepada istrinya dan berbisik kecil, "Kan kalo jodoh itu semua urusan dipermudah ya, Ma"

IFMJIYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang