Pernyataan Sean membuat ibunda Senna mendengus. "Kalau begitu silahkan angkat kaki dari rumah kami"
Sean hanya bisa menunduk kembali. Dia memutuskan untuk diam dibanding membalas ucapan ibunda Senna dengan penjelasan lain yang memperkeruh keadaan.
Papa Senna, menarik tangan istrinya dan membisikkan sesuatu sampai wanita itu menghela nafas dan meninggalkan ruang tamu. Papa mengambil kesempatan kembali untuk menarik perhatian Sean sampai pria itu menatapnya kembali
Papa mengerti, Sean tidak mungkin mencintai putrinya dan menjadikan Senna sebagai perempuan terakhir untuk pria di depannya ini. Tapi beliau tidak bisa mengabaikan kenyataan kalau putrinya sudah 'diambil' oleh pria ini. Satu bulan ini beliau berpikir kalau Sean sudah jelas bukan pria baik-baik.
Tapi melihat pria itu datang dan menjelaskan masalah yang terjadi, Papa Senna mulai berpikir hal lain. "Karena video kemarin, Senna dapat banyak kecaman. Perempuan murahan sudah jelas menjadi predikat buruk putri saya sekarang. Tetangga, keluarga besar, teman-teman Senna bahkan sering berkata buruk soal dia"
"Iya saya mengerti, Om..."
"Penjelasan kamu itu gak akan ada artinya. Kecuali kamu bertanggung jawab soal putri saya"
Sean mengangkat wajahnya. Dia menarik nafas sedalam mungkin sampai kemudian dia kembali menelan ludah. Dia mengerti kekhawatiran apa yang orang tua Senna alami. Sean juga memiliki anak perempuan yang pastinya akan Sean jaga. Dia tidak bisa membayangkan kalau kedua anaknya sampai melakukan hal yang seperti dia lakukan.
Terutama kesalahannya di masa lalu. Sean tidak tahu apakah dia akan bisa bersikap seperti orang tua Senna kalau kedua anaknya melakukan kesalahan. Tapi dia tidak akan sekejam orang tuanya untuk menghukum anaknya. Hanya saja, menikah bukanlah jawaban sebagai penyelesaian masalah saat ini.
Dia tidak mencintai perempuan itu. Sean akui dia menyukai tubuh Senna tapi bukan Senna orang yang akan dia jadikan pasangan hidupnya sampai maut memisahkan mereka.
"Nak Sean, bagaimana?" Sekali lagi Papa Senna bertanya kepadanya
Sean menarik nafas. "Maaf tapi saya..." Sean menatap dengan bersalah kepada pria di depannya
Papa Senna merasa sudah mendapatkan jawabannya dan kemudian berdiri, "Kalau begitu jangan temui putri saya lagi"
...
Bagaimana rasanya menjadi Senna yang terbiasa diabaikan dan kini menjadi pusat perhatian hanya karena masalah video yang tersebar dan sudah masuk di berbagai akun gosip online menceritakan berbagai macam hal negatif mengenai dirinya?
Senna sampai menonaktifkan semua akun sosialnya karena banyaknya isu miring mengenai dirinya. Mulai dari merebut suami orang, perempuan murahan, jablai, tukang selingkuh karena berselingkuh dari tunangannya, sampai perempuan bayaran untuk merusak nama baik Elang.
Stres sudah pasti dia rasakan. Bahkan dia sampai keluar dari kantor karena beberapa orang pria secara sembunyi-sembunyi mengajaknya untuk bercinta dan berjanji akan membayarnya lebih mahal dibanding yang Sean berikan.
Satu minggu yang lalu perempuan itu memutuskan menghubungi Papa dan Mamanya. Mereka mengatakan sebaiknya Senna mengambil waktu sendiri setelah semuanya mereda barulah Senna boleh memilih untuk pulang atau tinggal terpisah dari keluarganya. Intinya, mereka masih kecewa dan marah atas apa yang dilakukannya.
Enaknya menjadi kaum pria, bukannya dihujat malah dapat banyak pujian. Elang dan Sean contohnya. Kedua pria itu membuat Senna banyak berpikir. Mereka menghilang begitu saja. Elang juga sudah tidak menghubunginya lagi. Pria itu sibuk dengan reputasinya, mungkin kecewa karena hubungannya dengan Sean tidak seperti yang pria itu duga.
Senna menyelesaikan lamunannya begitu mendengar suara pintu terbuka. Benar saja, Vita terlihat membawa bungkusan dan meletakkannya tepat di depan wajah Senna, "Udahan?"
"Ya..." Vita menganggukkan kepalanya, "Makan nih, tadi ada syukuran yang bininya hamil gitu..."
Bibir Senna membentuk huruf O dengan sempurna. "Vit, gue keluar ya dari sini lusa..."
"Hm..." Vita menyampirkan kardigannya dan duduk di dekat Senna, "Udah tau mau ngapain emang?"
"Ya, this and that aja. Kebetulan temen sekolah gue dulu ada yang buka jasa event planner gitu, gue diajakin..." jelas Senna, dia menghela nafas dan kembali bicara, "Dari pada gue nganggur..."
Vita menganggukkan kepalanya, "Terus tinggal dimana?"
"Pulang. Sama aja juga tetangga mau sampe kapan aja kayaknya gak bakal bener di mata mereka. Lagian lo tau sendiri kalo sekarang tinggalnya di tempet rempong yang suka gosip itu ibu-ibu komplek..."
Vita tertawa juga pada akhirnya, dia setuju kepada ucapan Senna. "Iya, yang lo bilang waktu ada tetangga lo pulang pake mobil ganti mulu dikira cewek gak bener padahal itu uber?"
"Iya, yang itu. Persis. Lagian kalo gue diomongin juga udalah, mau diapain juga emang bener kan?" Senna mengedikkan bahunya
"Hm..." Vita mengambil gelasnya dan memutuskan untuk meneguk air di dalamnya. Perempuan itu memperhatikan Senna cukup lama sampai akhirnya dia bertanya, "Sen, kalo Pak Sean mau ketemu sama lo gimana?"
Mata Senna melebar. "Itu orang udah ketemu?"
Vita menaikkan satu sudut bibirnya, "Ada hal-hal yang gak lo ngerti kemaren. Tapi, kalo dia mau ketemu sama lo gimana?"
Senna kembali mengedikkan bahunya, "Kayak apaan aja sih pake ijin segala. Lagian gue emang perlu ketemu dia, mau gue hajar maen kabur seenaknya bukannya ngehukum anaknya yang tengil itu"
"Ya udah, mandi sana. Habis ini gue bilang bos gue kalo lo ada di tempat gue. Ntar gue minta makanan gratis ya pokoknya, minta ama dia yang mahal..."